Digital Fortress, Life Of Pi, e-Book di PDA

Barusan dah selesai baca Digital Fortress, seperti yang disarankan oleh mbak cepi dan setelah membandingkan beberapa review di Internet untuk memutuskan buku mana yang harus kubaca duluan. Dari segi cerita, buku ini cukup bagus, tapi ada banyak kesalahan fakta, bahkan yang sederhana (misalnya Dan Brown tidak tahu bahwa 1 karakter itu tidak sama dengan satu bit, jadi key sepanjang 64 bit mestinya hanya 8 karakter ASCII, atau bahkan kurang jika yang dipakai adalah encoding lain, misalnya UCS-2). Gaya ceritanya di buku ini lebih baik di banding dengan Da Vinci Code.

Waktu membaca bagian awal buku ini, rasanya agak sulit, soalnya ada banyak fakta yang bertentangan dengan akal sehat (pengetahuanku mengenai komputer dan enkripsi), mungkin kira-kira sama seperti lihat film di mana sang jagoan bisa terbang, tapi memilih berlari waktu mengejar penjahatnya, bikin gemes. Setelah dengan keras menanamkan fakta bahwa ini hanya fiksi, sisanya bisa dinikmati cukup baik.

Oh iya, sebelum baca buku ini, aku juga baru baca Life Of Pi (Indonesia: Kisah Pi), ceritanya sangat menarik, terasa sangat real (padahal murni fiksi lho). Dari segi caranya bercerita, Digital Fortress kalah jauh dibanding Life Of Pi, tapi mungkin cukup banyak orang yang lebih suka Digital Fortress karena tertarik pada kisah konspirasi dibanding petualangan mengenai kehidupan yang lebih nyata dan dekat dengan kehidupan kita.

Nah sekarang mau cerita soal PDA. Aku baca dua buku di atas dalam bentuk buku elektronik di PDA (hehehe, soalnya nemu orang yang mbajakin :D), walaupun aku punya buku cetak versi bahasa Indonesia Kisah Pi (tapi kemarin lagi dibaca adik). Udah lama nih nggak baca buku secara penuh di PDA, sejak PDA pertamaku (Handspring Visor Edge) hilang. Dulu membaca buku di Handspring (Palm) itu cukup enak, monokrom, backlightnya gak terlalu terang, dan baterenya tahan lama (setidaknya 2 minggu). Beberapa buku yang sempet kubaca di Handspringku di antaranya: Harry Potter yang terakhir, Story of My Life (Helen Keller), dan Time Machine. Di Palm aku make Plucker buat baca bukunya.

Sekarang pake HP iPaq 1940 (Pocket PC 2003), berwarna, backlight level terendahnya masih terlalu terang, dan baterenya cuma tahan sebentar (beberapa hari maksimal). Buku yang dah selesai kubaca di PDA ini (yang baru dibeli sekitar bulan lalu) ya baru Life Of Pi dan Digital Fortress ini. Di Pocket PC tentunya software yang kupake adalah Microsoft Reader. Vade Mecum yang merupakan port dari Plucker buat Pocket PC nggak sebagus versi Palmnya.

Sayang sekarang gak ada lagi PDA monokrom dan hemat batere yang bisa memenuhi kebutuhanku. PDA yang monokrom sekarang gak mendukung memory card tambahan (dulu waktu di Taipei nemu sih, tapi gak langsung beli, dan pas balik lagi, dah gak ada :(, hiks), dan bluetooth. Memori card tambahan perlu supaya bisa bawa banyak buku sekaligus (sekarang SD Card di iPaq-ku 256 Mb, cukup buat nyimpan puluhan buku, dan sebuah film berdurasi 2 jam), dan bluetooth perlu buat internetan.

Mungkin ada yang nanya, kenapa nggak beli PDA Phone aja sekalian? Aku dah punya Nokia 3650, HP CDMA Nokia 6585, kenapa 3650 + iPaq-nya dituker jadi sebuah PDA Phone iPaq aja, yang sekalian bisa WIfi? (walau harus nambah). Punya dua device itu lebih enak, dan ini alasannya kenapa nggak beli 1 PDA Phone yang bisa Wifi sekalian:

  1. Wifi belum kubutuhkan. Sekarang ini, salah satu hal yang bikin sebuah PDA mahal adalah Wifi-nya, bedanya bisa sampai 1 juta cuma beda ada Wifi dan tidak. Price/usefulness dari sebuah benda ber-wifi masih cukup rendah, karena di 90% tempat yang kukunjungi saat ini belum punya akses point Wifi.
  2. Punya 2 device lebih enak, batere masing-masing terpisah, jadi lebih tahan lama, ini sangat berguna waktu menunggu lama di stasiun atau di tempat lain, mainkan PDA sampai batere habis, kalo dah abis, beralih ke main HP
  3. Murah. Nokia 3650 adalah Symbian seri 60 terlengkap dan termurah (Bluetooth, Kamera, Infrared), jadi aku cuma perlu PDA yang bisa bluetooth supaya bisa online memanfaatkan GPRS/GSM 3650, atau PDN CDMA Nokia 6585.
  4. Sebagai programmer, punya 2 device yang beda Sistem Operasinya, berarti lebih banyak yang bisa dioprek

Tentunya kekurangan dari memiliki lebih dari satu device adalah bawaannya lebih banyak dan sedikit lebih berat, masing-masing benda harus dicharge terpisah. Sebenarnya bedanya tipis sih, iPaq-ku bisa dimasukkan kantong dengan nyaris tak berasa karena tipis.

Mungkin ada yang nanya: enak gak sih baca e-book di PDA? menurutku lumayan, baca buku di atas kertas lebih enak di banding baca buku di komputer, dan baca buku di komputer lebih enak dibanding baca buku di PDA. Tulisan di PDA cukup kecil, dan kalo di perbesar, jumlah halamannya jadi lebih banyak, dan efek psikologisnya membuat enggan membaca buku (misalnya buku Digital Fortress ada lebih dari 1800 halaman dengan font medium). Karena PDA-nya memancarkan cahaya (backlight) maka mata jadi cepat capek. Layar monokrom bisa dengan enak dibaca di cahaya ruang yang terang, tapi PDA layar berwarna cenderung sulit dibaca tanpa backlight. Kecepatan bacaku di PDA cuma sekitar 1/3 dari kecepatan baca di atas kertas, kecepatan bacaku di layar komputer sekitar 85% dibanding baca di atas kertas.

Kelebihan baca ebook di PDA adalah: gak berat di bawa, dan bisa dibaca kapanpun.

Menurutku kegunaan PDA yang paling penting buatku ya baca e-book itu, PDA terlalu sulit buat mengorganisasi diri (lebih enak pake HP, dan lebih mudah diingetin Mbak Risna 😛 ), PDA terlalu sulit juga buat mencatat (pengenalan karakternya nyebelin, atau mungkin juga tulisan tanganku yang terlalu jelek sih :p), Buat browsing juga terbatas, soalnya internet mahal pake GPRS, buat email-emailan juga agak percuma, mending di PC sekalian (atau kalo email singkat, di HP aja, 3650 punya email client yang bisa POP dan IMAP dan mendukung koneksi secure dengan SSL).

Oh, sebenarnya ada satu lagi kegunaan PDA yang menarik kalo lagi males baca: Buat lihat film. DVD/VCD/Film lain bisa dikonversi jadi format DivX menjadi sekitar 180 Mb untuk satu film penuh (2 jam, dengan kualitas cukup baik, bisa lebih kecil filenya kalo mau subtitlenya gak kebaca), batere PDA-ku ternyata cukup kuat buat nonton film, kuat sekitar 3 jam (mungkin bisa lebih dikit deh) jadi gak perlu terganggu buat ngisi batere kalo mau nonton satu film sampe habis di kereta (dan ini lebih baik, karena film di kereta sering nggak diputer sampe habis karena keburu sampe stasiun tujuan).

3 thoughts on “Digital Fortress, Life Of Pi, e-Book di PDA”

  1. Aq br baca artikel di atas, ttg baca e-book + nonton movie di PDA.
    Aq termasuk orang baru yang make PDA, jd msh gaptek. Beberapa sdh aq instal sih,
    kebetulan ada temen yang punya toko HP punya instalan macem-macem games + application.
    Tapi yang untuk convert movie (DVD maupun dari VCD) ke DivX belum punya, jd blm bisa
    nonton di PDA. Nah, kl boleh ni mo minta dikirim program ato kl mo download (yg free + cracknya
    tentu aja) lewat mana? Thanx a lot

  2. lha ini kemana bahasannya tak kirain ada link download ebook life of pi ehh taunya curhat tenteng PDA.. but artikel yang cukup menarik.. good luck!

Tinggalkan Balasan ke PamanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.