Pasangan Hidup

Mungkin cara pandang saya terlalu sederhana atau terlalu ideal dalam hal mencari pasangan hidup. Atau mungkin saya orang yang sangat beruntung menemukan pasangan hidup yang ideal. Bagi saya, pasangan hidup saya adalah semuanya: sahabat, orang yang sepadan untuk saya ajak diskusi, orang yang terdekat bagi saya, orang yang bisa saya percaya sepenuhnya, dalam hal keuangan, rahasia dan semuanya. Secara singkat: saya berbagi hidup dengan orang tersebut.

Pasangan hidup saya adalah orang yang berusaha saya kenal. Saya mendengarkan semua kisahnya, bukan cuma kisah yang baru, tapi juga kisah hidupnya sewaktu dirinya masih kecil. Saya berusaha mengenal apa warna kesukaannya, apa makanan favoritnya, ketika makan indomie, apakah suka yang lodoh atau dimasak sebentar saja. Saya juga mengenal teman-temannya (minimal namanya, kalau bisa tahu fotonya). Saya juga memperkenalkan teman-teman saya (minimal namanya).

Pasangan saya selalu tahu, saat ini saya sedang di mana, dan sayapun tahu dia ada di mana. Saya membaca tiap tulisannya dan dia pun membaca tulisan saya, baik itu di blog maupun facebook. Kami saling tahu password satu sama lain, tapi hanya akan memakainya jika diperlukan.

Kami berdua tahu berapa tepatnya uang di tabungan kami, dan bagaimana rencana kami dalam membelanjakan uang tersebut. Waktu kami masih pacaran dulu, kami sudah membicarakan segala macam rencana masa depan, rencana pernikahan, ingin punya anak berapa, dan semua ekspektasi lain dalam pernikahan.

Saya beruntung bertemu dengan Risna karena kami memiliki banyak kesamaan. Mulai dari latar belakang pendidikan yang sama sehingga kami bisa ngobrol soal teknologi (atau kadang ngobrol dengan bos kami), sampai selera film yang banyak beririsan (suka action, misteri, komedi, horror). Memiliki selera makanan yang banyak sama (jadi tidak sulit mencari tempat makan yang kami sukai).

Jika dilihat dari awal, banyak hal yang berbeda, tapi seiring waktu menjadi sama. Sebagian kebiasaan saya menjadi kebiasaan pasangan, dan juga sebaliknya, atau kadang ada titik temu yang bisa kami terima.

Memiliki banyak hal yang sama tidak berarti hidup jadi membosankan. Ada cukup banyak hal berbeda yang kami jalani yang cukup jadi bahan percakapan setiap hari. Mulai dari hobi yang berbeda, teman-teman dan aktivitas yang berbeda.

Dan setiap kali saya mendengar “bosan pada pasangan”, ini yang terpikir oleh saya: apakah Anda punya makanan yang tidak pernah bosan Anda makan, film yang tidak pernah bosan Anda lihat, musik yang tidak pernah bosan Anda dengar, tempat (atau website) yang tidak pernah bosan Anda kunjungi, hobi/aktivitas yang tidak pernah bosan Anda lakukan? kalau Anda punya hal-hal yang tidak pernah membuat Anda bosan, apakah pasangan Anda itu kurang dari hal tersebut, sehingga membuat Anda bosan?

Meski kedengaran seperti kisah romantis dari film, kami sangat praktis. Jika pasangan saya terlalu capek untuk masak sarapan, saya akan masak. Jika kami berdua terlalu capek, kami makan di luar. Kami tidak selalu makan bareng, bahkan ketika janji makan bareng pun, tidak apa-apa yang satu memulai lebih dulu jika sudah lapar.

Awalnya sebenarnya saya lihat pandangan hidup saya itu wajar-wajar saja, tapi ternyata tidak demikian. Banyak suami istri yang ternyata jarang ngobrol, saling menyimpan rahasia terhadap yang lain. Banyak yang saling merahasiakan gaji terhadap pasangan. Banyak pasangan yang punya sedikit sekali hal yang “in common”, jadi sulit untuk ngobrol sehari-hari. Aneh sekali rasanya bagi saya kalau seseorang mau bercerita pada sahabatnya, tapi tidak pada pasangan hidupnya.

Hal yang tidak saya mengerti dari orang-orang tersebut adalah: jadi sebenarnya apa tujuan memiliki pasangan hidup kalau bukan untuk berbagi hidup?

Pulang Ke Indonesia

Pulang kali ini dalam rangka pernikahan adik saya Aris yang dilangsungkan tanggal 15 Februari 2014. Sebagai persiapan pulang, Jonathan dibelikan Jas dan Koper. Jonathan senang sekali waktu dibilang akan naik pesawat. Sejak koper dibeli (di mall), dia sudah senang sekali menarik-narik kopernya sendiri.

pulang-geret-koper

Kami berangkat tanggal 13 Februari pagi-pagi, dan sampai di depok sekitar jam 6 sore. Kami mengambil pesawat air asia transit di Don Muang Bangkok. Perjalanannya lancar. Di sepanjang perjalanan Jonathan selalu ingin menarik kopernya sendiri. Jonathan juga sangat senang karena setiap kali turun pesawat, kami perlu naik bus. Sampai di Jakarta, kami dijemput oleh Yosi, dan sekaligus menjemput Opungnya Jonathan.

Di Depok, Jonathan mau main dengan opung dan eyang-eyangnya. Dia suka sekali meminum teh buatan eyang. Selama di sana Jonathan cerewet sekali berbicara dalam bahasa Indonesia.

nikahan-om-aris

Bersama dengan Yosi dan Cathy serta Opung, kami semua berangkat ke Bandung. Di Bandung kami cuma mengunjungi ITB dan ketemu teman-teman. Kami juga ditraktir makan oleh Bu Inge. Yosi mendapat informasi mengenai sekolah untuk Cathy di sekolah noah (bagian dari yayasan DEL, dulu saya, Risna dan Yosi sempat mengajar di politeknik DEL sebelum menjadi Institut Teknologi Del).

ketemu-oma-inge

ketemuan-di-bandung

ketemu-yudi-yudis

Sebelum pulang dari Bandung, kami main di rumah sosis.

rumah-sosis

Di Jakarta, kami main ke Pacific Place. Di situ kami mengajak anak-anak main, makan siang. Di jam makan siang kami ketemu dengan Mbak Cepi dan Shinta. Shinta membawakan brownies ketan hitam yang enak. Kami kemudian nonton bareng film LEGO (Everything is awesome), pulangnya kami menunggu Nansy pulang kerja, sekaligus saya ketemuan dengan Stef.

ketemu-shinta
Kebetulan sekali pas menunggu Stef, Risna juga ketemu dengan teman-teman SMU-nya.

Selama di Indonesia, kami cuma sekali mengalami masalah banjir sepulang mengunjungi Pakde Sukar di Meruya.

Perjalanan pulang dilakukan hari senin pagi-pagi sekali, kami diantar oleh Yosi, Nansy dan juga Cathy. Perjalanan juga lancar. Di Bangkok kami menemukan tempat bermain untuk anak-anak di dekat ruang tunggu. Internet TrueMove WIFI cepat sekali di situ.

jonathan-main