The Invasion

The Invasion PosterSalah satu kegiatan wisata yang dilakukan ketika di Bangkok adalah wisata nonton film :). Setelah mencoba teater KrungSri IMAX 3D di Siam Paragon, kami tertarik untuk mencoba bioskop Grand EGV di Siam Discovery Centre. Sebenarnya Grand EGV ini satu group dengan majorcineplex yang di Chiang Mai, tapi bedanya tentu saja Grand EGV sesuai dengan namanya lebih besaaaar dan lebih oke! Eits ini mau cerita bioskopnya atau filmnya? tentu saja film The Invasion.

Film ini di bintangi oleh Nicole Kidman yang berperan sebagai seorang psikiatris yang sudah bercerai dan memiliki satu anak. Cerita film ini diawali dengan jatuhnya sebuah pesawat dari angkasa luar yang ternyata membawa spora yang bisa menguasai manusia secara keseluruhan dan membuat manusia tidak seperti dirinya sendiri. Awalnya dimulai ketika orang-orang menyadari orang terdekatnya (anak, suami, istri, pasangan) mulai menjadi sangat tenang dan tidak menunjukkan emosi apapun. Spora ini sangat cepat menyebar dan tentu saja tujuannya menguasai manusia. Seperti halnya setiap penyakit yang diharapkan diketahui penyebab dan pencegahannya, seperti yang tertulis di posternya, ada 3 hal yang harus dilakukan jika ingin survive yaitu : do not trust anyone, do not show emotion and do not fall asleep. Dan 3 hal itulah yang harus dilakukan Nicole Kidman dalam memperjuangkan hidupnya. Pertanyaanya adalah : dapatkah dia bertahan tidak tidur? Karena jika dia tidur maka dia akan berubah juga menjadi seperti yang lainnya.

Lanjutkan membaca “The Invasion”

Warorot Market (Ta’ lat Warorot)

milih milih

Cerita ini masih lanjutan dari cerita Mae Sa Waterfall dan masih dalam rangka mengantar teman-teman dari Indonesia yang berkunjung ke Chiang Mai. Sebenarnya pasar ini seperti pasar biasa. Tapi tentunya lebih murah membeli oleh-oleh di pasar daripada di tempat wisata. Berhubung waktu mereka di Chiang Mai tinggal sedikit lagi dan belum tentu bisa jalan-jalan lagi, ya sudah kami ajak saja belanja di pasar Warorot. Lanjutkan membaca “Warorot Market (Ta’ lat Warorot)”

Mae Sa Waterfall (Naam Tok Mae Sa)

Sekitar 2 Minggu lalu, kami bertemu dengan 4 orang Indonesia yang datang ke Chiang Mai di gereja yaitu Pendeta Karia, Tuju, Lia dan Pendeta Essy. Mereka mengikuti Cultural Training yang diadakan oleh CTC di daerah Mae Rim. Kami tidak pernah ke daerah sana sebelumnya, tapi tentunya ini kesempatan untuk mempunyai alasan bepergian agak jauh dari rumah. Karena kami tidak mendapatkan alamat tempat trainingnya selain alamat PO BOX (dan tidak ada seorangpun yang bisa menjelaskan bagaimana cara menjemput teman-teman Indonesia itu), maka pada 1 minggu lalu (seminggu setelah kami bertemu), kami mengikuti mereka pulang ke daerah MaeRim (sekitar 17 km dari rumah kami).

maesa waterfallSingkat cerita, hari Sabtu kemarin kami berjanji untuk bertemu dengan mereka. Tadinya kami berencana mengajak mereka melihat Elephant Show di daerah Mae Sa, tetapi ternyata CTC sudah berencana mengajak mereka ke sana hari sabtu pagi. Karena kami terlambat bangun (well, jangan harap bangun pagi di hari sabtu hehe), kami akhirnya menyusul ke Mae Sa Elephant Camp (Sekitar 30 km dari rumah). Ceritanya, untuk memperlancar menyetir (dengan perkiraan trafficnya tidak terlalu padat), gue yang menyetir ke sana. Well..walau masih deg degan di beberapa tikungan (terutama karena jalannya yang menanjak dengan belokan yang cukup tajam), akhirnya kami sampe juga dengan selamat ke sana. Kesan tentang elephant camp? bau perkampungan di Indonesia yang banyak sapi. Ya..bau kotoran gajah hehehe… :p Lanjutkan membaca “Mae Sa Waterfall (Naam Tok Mae Sa)”

Night Bazaar

Cerita ini masih dalam rangka mengantar membeli oleh-oleh. Karena di pasar kurang banyak pernak pernik, kami memutuskan hari minggunya untuk ke Night Bazaar. Sesuai dengan namanya, tempat itu ramai di malam hari. Banyak orang berjualan berbagai macam pernak pernik (selain baju-baju yang bisa ditemukan di pasar juga). Pulang dari gereja langsung ke tempat makan yang bernama Kalare. Seperti biasa, makan dulu sebelum memulai aktivitas yang diyakini akan melelahkan.

Oh ya, kali ini kami ditemani dengan Bu Diana, seorang Indonesia yang sudah lebih lama tinggal di Chiang Mai. Well harus diakui, walau sudah beberapa bulan tinggal di sini, kami belum pernah mengeksplor daerah Night Bazaar ini. Tempat ini sangat ramaaaaaai oleh pedagang maupun pembeli. Padahal sekarang ini lagi low season katanya. Di night bazaar ada banyak pilihan pernak pernik dan oleh-oleh. Sejujurnya rasa pegal-pegal sisa aktivitas hari sabtu belum hilang. Lalu datang tawaran menarik dari Bu Diana untuk mencoba Foot, Back and Shoulder Massage di daerah Night Bazaar. Setelah yakin bahwa teman-teman yang mencari oleh-oleh tidak akan nyasar (ya ga mungkin nyasar wong daerahnya disitu-situ juga), kami memutuskan menunggu mereka belanja sambil massage.

Jadi inget, dulu di Bandung sering refleksi di Jhonny Andrean, dan sejak tiba di Chiang Mai otomatis kami belum pernah refleksi lagi. Belum pernah benar-benar sempat untuk memanjakan diri berelaksasi di pijat. Hmm…jadi inget waktu di Bali. Untungnya biaya pijat di sini lebih murah di bandingkan Bali 😛 (setidaknya kami memilih tukang pijet yang cukup profesional tapi juga bukan tempat yang sudah sangat terkenalnya sampe jadi mahal). Di sini tempat pijet banyak banget, bahkan di depan apartemen juga ada 2 tempat. Tapi dari kemarin selalu ragu untuk mencoba massage. Takut ketagihan sih :p, kan gawat hehehe…

Setelah 1 jam massage, ternyata teman-teman yang belanja udah pada selesai. Mereka duduk menikmati tari-tarian yang disuguhkan di food court Kalare. Heran deh, kami sudah beberapa kali makan di Kalare (walaupun belum pernah wisata belanja di Night Bazaarnya), tapi biasanya di situ ga ada tari-tarian, paling pernah juga ngeliat orang nyanyi. Kenapa giliran sekarang ada yang nari? (loh kok sewot?). Bukan sewot sih hehehe, cuma agak hairan, minggu ini kok serasa jadi turis juga yah :P.

Anyway, cerita weekend ini emang beda dengan weekend lainnya. Walaupun sudah 3 bulan tinggal di Chiang Mai, tapi serasa baru kemarin tiba hehehe. Dan semakin kami berjalan-jalan di Chiang Mai, semakin kami menemukan kalau kekayaan alam Indonesia itu ga kalah deh dibanding negeri orang. Jadi pengen ke Grojokan Sewu, Tongging dan daerah wisata Indonesia kalau ada kesempatan pas mudik ntar.

Rush Hour 3

Rush Hour 3Waktu menonton Bourne Ultimatum kemarin, kami melihat trailer film Rush Hour 3. Walau rasanya ga inget 2 film sebelumnya (rasanya ga nonton sih), kami memutuskan menonton Rush Hour 3 karena sepertinya lucu. Sejak beli kartu prabayar untuk sekitar 8 tiket ( 4 kali nonton berdua) yang berlaku untuk 6 bulan kami jadi tambah sering nonton. Enak bisa membeli tiket dan memilih tempat duduk secara online dari rumah / kantor dan tinggal bawa kertas hasil print dan menunjukkan kartu prabayarnya (senangnya… ga perlu ngantri dan bisa milih tempat duduk yang strategis). Film ini masih dibintangi Jackie Chan dan Chris Tucker. Jackie Chan yang sudah mulai tua mulai terlihat lamban dalam bergerak. Tapi justru, gerakan lamban Jackie Chan itu membuat terasa lebih realistis (dibandingkan dengan film aksi James Bond yang terlalu jago dan kadang-kadang ga masuk akal). Keunikan film ini adalah pada 2 tokoh utama yang satu negro yang satu Chinese dan settingnya di Paris. Dialognya lucu dan menghibur. Parisnya? teteup…ada musik khas yang mengingatkan keinginan mengunjungi Paris suatu hari nanti (kapan yaaaa).

Jalan cerita film ini ada hubungannya dengan film pertamanya, tapi walau ga tau cerita film sebelumnya, tidak jadi masalah besar. Kalau mau tau kisahnya bisa di cek di wikipedia. Cuma mau cerita kalau film ini cukup menghibur dan aksinya juga bolehlah. Yang jelas, walaupun di sini ga ada subtitlenya, kami bisa menikmati film ini dan tertawa terbahak-bahak hampir sepanjang film (well..mungkin ini agak subjektif ya). Tapi film ini menurut kami lucu (keukeuh).

gambar di ambil dari http://www.rushhourmovie.com/