Cerita Gadget (1): GPS

Dulu waktu masih jadi mahasiswa, saya cukup puas dengan sebuah handphone (Siemens SL45) dan sebuah PDA (Palm Handspring Visor bekas). Pengen sih punya gadget-gadget yang lain, tapi waktu itu masih belum punya duit. Waktu saya S1 (sekitar tahun) 1998-2002, perkembangan gadget baru juga belum secepat sekarang. Sekarang semakin banyak gadget baru, dan harganya semakin murah, dan biasanya gadget versi sebelumnya (second hand) juga jauh lebih murah.

Sejak lulus S1 sampai sekarang, sudah banyak gadget yang dibeli dan dijual lagi. Meski sekarang masih ada juga keinginan membeli/menukar gadget baru, tapi sekarang sudah sedikit lebih bijaksana. Setidaknya sekarang saya sudah lebih tahu apa yang sebenarnya saya inginkan dan butuhkan. Bertambahnya pengetahuan saya mengenai sistem operasi, kernel, dan elektronika, saya juga semakin paham apa saja yang perlu dilihat dari sebuah device. Tapi ternyata yang paling penting ketika membeli sebuah device adalah pengetahuan mengenai diri Anda sendiri, mengenai sifat dan kebiasaan Anda.

Saya berencana untuk membuat tulisan berseri mengenai cerita/renungan gadget. Karena sekarang satu gadget bisa multi fungsi, saya bagi tulisannya berdasarkan fitur. Misalnya jika kita ingin bisa mengetahui posisi dengan teknologi GPS, kita bisa membeli unit GPS receiver mandiri (lengkap dengan layar), bisa membeli ponsel yang memiliki GPS receiver, atau membeli unit GPS receiver tanpa layar yang harus dihubungkan ke ponsel/komputer. Jika kita ingin kamera, kita bisa membeli ponsel berkamera, kamera saku, kamera DSLR, atau bahkan video recorder yang mendukung pengambilan gambar diam. Urutan pembahasannya tidak spesifik, tergantung sedang ingin menulis apa.

Lanjutkan membaca “Cerita Gadget (1): GPS”

Hobi Elektronik

Sejak kemarin saya baca-baca lagi isi blog ini yang sudah dimulai sejak 2004, dan ternyata sepertinya banyak hal dalam hidup ini yang tidak dituliskan. Nah supaya nggak lupa, sekarang mau nulis soal hobi baru: elektronik, atau tepatnya lagi elektronik digital. Dari dulu sebenarnya saya ingin belajar elektronika tapi nggak pernah dapet pelajarannya waktu SD, SMP ataupun SMU, jadi dasar elektronika yang saya punya cuma dari kuliah Fisika. Di ITB, dulu di Teknik Informatika tidak diajarkan sama sekali dasar elektronika (nggak tau ya sekarang setelah bergabung dengan elektro menjadi STEI).

Awal dari keinginan belajar elektronika lagi adalah karena kemalasan. Kami tinggal di sebuah apartemen yang kuno (fasilitas perusahaan, bukan milik sendiri). Sebenarnya isi apartemennya sangat bagus, kecuali AC yang harus dikendalikan langsung dari thermostat, tidak bisa via remote. Membeli thermostat yang lebih modern harganya cukup mahal (di Internet sekitar 1 juta rupiah), dan mungkin tidak kompatibel dengan AC yang sudah ada. Jadi saya ingin bisa mengendalikan remote tersebut dengan memodifikasi thermostat yang sudah ada. Saya hanya ingin bisa menyalakan/mematikan AC dari tempat tidur (tidak perlu bisa mengatur suhu).

Dengan berbekal kit dari buku berbahasa Thai, awal bulan lalu saya mulai belajar elektronika. Karena saya belum bisa baca bahasa Thai (paling cuma mengerti beberapa kata saja), saya belajar dengan melihat diagram, foto, dan source code. Kit dari buku itu menggunakan microcontroller PIC16F627A, dengan beberapa komponen (transistor, resistor, kapasitor, motor, LED, LDR, thermistor, potensiometer) dan disertai dengan programmer (disebut juga downloader/flasher) dengan serial port. Sebuah breadboard kecil juga disertakan, jadi saya tidak perlu menyolder ketika mulai belajar (breadboard adalah papan kecil dimana kita bisa menancapkan/melepaskan komponen dengan mudah).
Lanjutkan membaca “Hobi Elektronik”

Tentang Kebahagiaan

Rasanya lama sekali ga update blog ini, dan rasanya kehabisan energi buat mengupdate cerita. Banyak hal yang terjadi tiba-tiba dalam hidup ini, dan memang begitulah hidup. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi besok atau lusa.

Sekarang ini sedang mendengarkan sebuah audiobook yang judulnya Stumbling on Happiness, buku yang menarik. Bukan fiksi atau novel, bukan buku selfhelp tapi merupakan buku sains dan psikologi. Bahasanya agak berat dan di beberapa bagian membahas struktur otak dan hubungannya dengan apa yang kita bayangkan. Tapi secara keseluruhan bukunya bisa dimengerti. Lanjutkan membaca “Tentang Kebahagiaan”