Jaringan di Rumah

Waktu sampai di Chiang Mai dulu, kami cuma diberi modem dengan 1 port ethernet, (kami memakai ISP 3BB). Risna memakai Macbook, saya memakai laptop Linux. Koneksi internet saya share via Wifi.

2864360241_9c32dc9f4f_b

Tapi lama-lama setting ini kurang bagus, kalau butuh koneksi WIFI berarti komputer saya harus menyala. Jadi saya beli WRT54GL, dioprek, ditambahi SD Card.

IMG_2165

Lama-lama device di rumah bertambah (wii, tablet, NAS, dsb). Router ini cukup bagus karena bisa diinstall dnsmasq sebagai DNS server lokal. Makin lama saya makin butuh fitur ekstra di sebuah router, misalnya firewall, QOS. Router juga saya gunakan untuk testing aplikasi. Karena router ini adalah titik masuk paket jaringan, dengan menjalankan tcpdump di sini, saya bisa memonitor aplikasi yang saya test.

Lama kelamaan keterbatasan router ini mulai terasa, paket software biasa bisa diinstall di SDCard, tapi jika kita ingin menambahkan modul kernel, flash memory yang cuma 4MB (iya megabyte, bukan gigabyte) tidak cukup. Router ini juga cuma mendukung teknologi WIFI A/B dan G, tidak sampai N. Memorinya juga cuma 16 Megabyte, jadi kadang tidak sanggup melakukan task tertentu.

Jadi berikutnya saya beli Asus RTN16 ini:

IMG_2170

Specnya router ini bagus memorinya 128 MB plus bisa memakai USB disk untuk berbagai software. Benda ini dibeli 29 April 2012, dan kerjanya juga cukup bagus hampir dua tahun, tapi suatu hari (Januari 2014) router ini ngambek karena kapasitornya ada yang menggelembung. Setelah diganti, router ini bekerja lagi seperti biasa.

Ketika kami berpindah ke FTTH (Fiber to the home), modem ADSL kami tidak bisa dipakai, jadi modemnya sekarang berubah jadi seperti ini:

IMG_2169

Modem ini lebih banyak fiturnya dibanding modem sebelumnya. Di dalam modem ini sudah ada Linux (tapi versi lama 2.6.28), source codenya tidak tersedia (memakai Broadcam Lilac SOC), tidak bisa mount EXTFS (ext2/ext3/ext4) karena fiturnya tidak dicompile. Fitur wirelessnya juga ternyata kurang stabil. Tadinya sempat terpikir bahwa modem ini bisa menggabungkan semua jadi satu (tidak perlu Asus lagi), tapi ternyata fitur-fiturnya mengecewakan.

Akhirnya settingnya tetap sama: Asus RTN16 + Modem FFTH. Karena tidak ada mode bridge seperti modem sebelumnya, prosses NAT dilakukan oleh modem ini. Asus berlaku jadi wireless access point, sekalian menjalankan DNS Server.

Fast forward, sekarang Februari 2015, kembali router Asus ini bermasalah, tepatnya bagian wirelessnya tidak bisa bekerja dengan baik, tiap beberapa saat, semua client terputus koneksinya. Karena belum sempat ngoprek lagi (apakah ada kapasitor lain yang error atau ada hal lain yang error), akhirnya saya putuskan beli Edimax AC750 cuma sebagai wireless access point saja. Fungsi DNS tetap di Asus.

IMG_2172

Sekarang settingnya jadi lebih ribet: Modem + Asus RTN16 + EdiMax. Mungkin berikutnya tugasnya asusnya bisa digantikan Raspberry pi + Switch, tapi nanti lah dipikirkan lagi.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.