Homeschool atau Kirim Anak ke Sekolah?

Kami pernah mengirim Jonathan ke sekolah selama 3 tahun sebelum akhirnya memutuskan menghomeschool Jonathan selama 1,5 tahun terakhir ini. Saya ingat, hari pertama kami mulai mantap menghomeschool ketika kami mulai menggunakan kurikulum dari CLE. Akhir Agustus 2017, Jonathan sering sakit, susah tidur cepat dan berakibat masih ngantuk waktu bangun dan di sekolah sering ketiduran. Di sekolah, Jonathan akhirnya lebih sering tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik.

Awal memutuskan homeschool, saya sangat khawatir kalau kami jadi terlena dan tidak mengajarkan apapun ke Jonathan, apalagi saya masih belum menemukan kurikulum yang akan kami pakai. Saya khawatir terlalu santai, dan tahu-tahu waktu berlalu tanpa Jona belajar apapun.

Saya sempat sedikit khawatir masalah apakah saya akan kuat secara mental untuk tidak marah-marah kalau Jonathan tidak mengerjakan tugasnya. saya nggak kuatir masalah tidak bisa mengajarkannya atau Jonathan tidak mengerti, saya lebih khawatir Jonathan tidak mau mendengar saya atau menolak mengerjakan pekerjaan sekolahnya.

Setelah membaca dan bertanya banyak hal soal homeschool, saya bersyukur kami menemukan kurikulum yang sesuai buat kami. Karena kurikulum yang kami pakai kami pesan dari Amerika, butuh waktu untuk menunggu kurikulum tiba.

Kurikulum yang kami gunakan mempunyai scope dan sequence yang jelas. Ada tes di awal yang dapat digunakan untuk mengetahui anak sebaiknya di kelas berapa. Tiap unit pelajaran dikenalkan sedikit demi sedikit dan diberi soal latihan dan review dari pelajaran sebelumnya. Kurikulum ini dilengkapi dengan buku manual untuk guru yang cukup lengkap dan juga kuis dan tes secara berkala.

Sejauh ini saya tidak perlu terlalu banyak menjelaskan kepada Jonathan. Semua penjelasan yang ada di buku cukup dia mengerti untuk mengerjakan soal latihan yang diberikan. Hasil tesnya selalu rata-rata di atas 90%.

Dalam masa transisi dari sekolah tiap hari menjadi mengerjakan pekerjaan sekolah di rumah tiap hari, Jonathan kami berikan bahan-bahan mulai dari Brain Quest ataupun buku kumon yang kami peroleh di toko buku lokal. di awal tidak lebih dari 30 menit Jonathan sudah selesai pekerjaan sekolahnya. Jonathan langsung suka dengan rutinnya yang baru, karena dia tidak harus bangun pagi, dan kalau tidur agak larut (jam 10 – an), mama ga stress karena tau dia bisa bangun agak siang.

Waktu buku pelajarannya dari CLE sampai, Jonathan langsung senang sekali dan ga sabar untuk memulai, padahal saya berencana untuk membuat jadwal dulu. Tapi akhirnya kami pun langsung mulai dan saya merevisi jadwal secara bertahap. Karena tahun pertama homeschool saya merasa agak terlambat memulai, ada beban harus menyelesaikan semua dengan cepat.

Beberapa bulan pertama kadang-kadang dalam 1 hari, Jonathan mengerjakan 2 unit pelajaran, tentunya kalau Jonathan masih semangat mengerjakannya. Hasilnya dalam waktu 8 bulan, kami menyelesaikan semua pelajaran untuk kelas 2 (yang biasanya dilakukan dalam 10 bulan). Hal ini bisa dilakukan karena hari libur kami tidak sebanyak hari libur sekolah, dan setelah semua selesai, kami libur panjang selama sebulan.

Kegiatan sekolah kami setiap harinya saya alokasikan pagi hari sampai sebelum makan siang. Jadi selesai sarapan dan mandi, langsung deh kerjakan pekerjaan sekolah. Setiap harinya kami belajar 3 atau 4 subjek dan rata-rata setiap subjek 30 -45 menit. Ada hari-hari di mana Jonathan agak bengong dan akhirnya 1 pelajaran memakan waktu lebih dari yang dialokasikan, kadang saya suruh dia berhenti di subjek itu dan ganti subjek. Subjek yang tidak selesai dikerjakan sore hari setelah bangun tidur siang (ya, Jonathan masih tidur siang kadang-kadang).

Selesai makan siang, hari-hari tertentu Jonathan ada kegiatan di luar. Biasanya keluar rumah untuk pelajaran seni dan taekwondo atau main ketemu teman. Sekarang ini bisa dibilang setiap hari Jonathan keluar rumah. Secara berkala kami tanyakan apakah Jonathan ingin kembali ke sekolah biasa saja daripada sekolah di rumah? sejauh ini jawabannya selalu dia lebih suka homeschool. Sejak join dengan co-op, dia semakin senang dengan kegiatan homeschool, karena 1 kali seminggu, dia bertemu dengan teman-teman seumurannya sesama anak homeschool dan belajar hal yang berbeda dari yang ada di workbooknya

Grade sebelumnya, kegiatan belajar di rumah saya jadwalkan 5 hari seminggu (Senin sampai Jumat), sabtu dan minggu libur karena papanya juga libur kerja. Semester lalu, karena ada kegiatan co-op di hari Senin, saya menjadwalkan 4 hari seminggu mengerjakan workbooknya di rumah. Grade 3 ini kami mulai di bulan Juli 2018, dan sekarang Februari 2019 kami sudah pertengahan buku ke-7. Desember lalu, kami kutin jadwal sekolah biasa, setelah buku ke-5, kami bisa ambil liburan semester, pulang ke Indonesia dan tidak mengerjakan buku sampai pertengahan Januari. Di pertengahan semester atau di saat papanya libur kantor, kami juga akan mengambil jatah libur.

Setelah ada pengalaman di tahun pertama, saya semakin bisa merasakan manfaat dan fleksibilitas dari homeschool. Saya juga udah ga terlalu banyak khawatir seperti di tahun pertama. Mungkin saya belum tau semua hal soal homeschool, tapi dari yang saya baca, tidak ada patokan yang kaku dalam menghomeschool. Homeschool itu upaya mendidik anak di rumah. Saya bisa bilang homeschool itu bukan cuma alternatif, tapi pilihan untuk setiap keluarga. Tidak semua orang harus memilih homeschool, tapi kalau memang bisa melakukannya, homeschool jauh lebih efektif dibandingkan kirim ke sekolah.

Untuk Jonathan homeschool itu sangat terasa manfaatnya dibandingkan belajar di sekolah. Dia tidak harus menghabiskan waktu terlalu lama di sekolah. Dia tidak harus bangun pagi-pagi, dan kalau ada hari di mana dia ga bisa tidur awal, dia selalu bisa bangun agak siang.

Selama setahun ini Jonathan ga pernah sakit sampai menyebabkan dia ga bisa mengerjakan pekerjaan sekolahnya. Setahun ini berat badan Jonathan bertambah cukup signifikan karena dulu di sekolah kalau dia gak suka, dia ga makan siang dan gurunya ga ada yang memperhatikan sebanyak apa dia makan, sedangkan kalau di rumah saya pasti tau asupan makanannya cukup. Sejak gak ikutan co-op, saya menggantikan mengirim Jonathan ke group homeschool partime, di mana dia bertemu dengan anak homeschool lainnya 1 kali seminggu dan dia mendapatkan teman bermain dan belajar.

Buat saya sendiri, terasa lebih ringan sejak ga harus bangun pagi-pagi untuk antar jemput. Karena Jonathan juga sudah bisa membaca dan cepat mengerti sebuah konsep, saya ga harus susah payah mengajarkan sesuatu ke dia. Ada hari-hari di mana saya hanya perlu mengecek pekerjaanya saja. Kalau ada konsep yang dia belum mengerti saya akan beri penjelasan lebih banyak, dan Joe juga bisa bantu untuk memenjelaskan. Kadang-kadang kami berikan video penjelasan dan memberi kesempatan buat dia bertanya, atau belikan buku yang menarik minatnya saat ini.

Jadi kembali ke judul, homeschool atau kirim ke sekolah? sekarang ini saya akan pilih homeschool. Andai kami pulang ke Indonesiapun, saya akan tetap memilh homeschool. Semoga nantinya Joshua juga bisa dihomeschool seperti Jonathan. Semakin dijalani, walau ada hari-hari di mana Jonathan kurang bisa fokus, homeschooling ini lebih menjamin dia belajar sesuatu. Saya bersyukur, Jonathan cukup pintar dan bisa mengerti penjelasan yang diberikan. Masih ada hari-hari di mana saya kurang sabar mengajarkan sesuatu atau Jonathan yang bengong aja atau banyak bicara, tapi secara keseluruhan dia lebih banyak belajar daripada di sekolah.

Waktu kami ikutan co-op dan ngobrol dengan sesama orangtua yang menghomeschool anaknya, saya bisa melihat kalau anak homescholer juga cara belajarnya beda-beda. Ada anak yang belajar itu harus visual, misalnya untuk belajar math harus ada alat bantu fisiknya. Ada anak yang bisa mengerti dengan membuat craft terlebih dahulu. Saya juga jadi mengerti kenapa ada banyak sekali metode dan kurikulum homeschooling yang terbentuk.

Yang terpenting adalah anak punya kemampuan untuk belajar mandiri dan menerapkan apa yang dia pelajari dalam kehidupan sehari-hari untuk menjadi bekal di kemudian hari. Untuk saat ini kami tetap tidak kuatir dengan maslaah ijasah, karena jaman sekarang bukan ijasah yang dibutuhkan untuk jaminan masa depan, tapi yang diutamakan skill dan keuletan. Mau gigih berusaha dan tidak gampang menyerah.

Penulis: Risna

https://googleaja.com

2 thoughts on “Homeschool atau Kirim Anak ke Sekolah?”

  1. Kereen mama Jona…
    Pinginnya si idealis kaya gini yaa…tapi kurang ilmu niih..
    Jadi masih percaya pada lembaga pendidikan yang penting, sesuai dengan value dalam keluarga kami.

    1. Hehehe, semuanya sesuai kebutuhan dan keadaan juga mbak. Kalau pengennya mamanya sebenernya kirim anaknya ke sekolah aja, tapi kenyataan sekarang masih harus homeschool dulu nih.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.