Ikuti Aturan Jangan Cuma Perasaan

speed limit 90 km per hour

Setiap hari ketika menyetir, saya melewati sebuah jalanan yang memiliki rambu kecepatan maksimum 90 km per jam, dan jalan itu diawasi oleh kamera.

Di Thailand memang ada batas kecepatan maksimum. Jalanan tersebut diawasi kamera, dan jika kita melanggar batas kecepatan dan tertangkap kamera, kita akan dikirimi surat cinta ke rumah untuk membayar denda.

Saya sering berusaha mencari tahu, di titik mana kameranya berada. Tapi sampai sekarang belum ketemu juga. Jadi, karena tidak mau dikirimi surat cinta karena melanggar batas kecepatan, saya memilih untuk selalu berada di bawah batas kecepatan yang ditentukan.

Jalanannya ada 3 jalur dan di jalur pertama sering ada mobil parkir, pilihannya adalah antara jalur tengah atau jalur kanan. Jalur kanan ini, seperti halnya di Indonesia merupakan jalur yang paling cepat. 

Seringkali kalau memang jalanan lagi kosong, dan saya sudah mencapai kecepatan maksimum dii sebelah kanan, ada saja mobil dari belakang saya yang tidak sabar (karena memang di depan saya kosong).

Kalau sudah begitu, saya jadi dilema sendiri. Antara merasa tidak enak karena seperti menghalangi orang di belakang saya, atau ya biarin saja dia yang menyalip saya dari bagian tengah kalau memang mau lebih cepat dari batas kecepatan maksimum. Di jalur tengah biasanya selalu banyak yang lalu lalang, jadi tidak mudah juga buat saya untuk berpindah-pindah jalur ke tengah dulu, lalu ke kanan.

Sekarang ini, seringnya saya mengalah sih, kalau memungkinkan, saya akan pindah ke jalur tengah dan tetap di jalur tengah saja (walau jadinya ga bisa cepat). Tapi kadang-kadang, saya pun butuh cepat sampai ke tujuan.

Jadi, kalau saya juga butuh cepat sampai dan berada di jalur kanan dengan kecepatan maksimum, saya biarkan saja kalau ada yang tiba-tiba mendekat dan terlihat tidak sabar. Karena toh ada aturannya, di jalan itu tidak boleh melebihi kecepatan tertentu. 

Pilihan untuk cuekin saja yang tidak sabar lebih baik buat saya, daripada karena perasaan ga enak, lalu saya dapat surat denda yang bisa membuat masalah pada saat memperpanjang surat ijin mengemudi. Lebih baik biarkan saja orang di belakang saya yang cari akal melewati saya yang sudah di batas kecepatan maksimum.

Aturan di atas perasaan

Dalam hidup ini, ketika urusannya perasaan atau aturan, saya akan mengikuti aturan. Karena aturan ada untuk kepentingan orang banyak. Masalah dengan perasaan, yang terlibat itu biasanya hanya 2 pihak.

Bisa saja, hanya saya yang berpikir “jangan-jangan mobil di belakang saya tidak sabar”, dan bisa saja mobil yang dibelakang saya ternyata hanya menyamakan kecepatan. Karena, seperti kata pepatah, “Dalamnya laut bisa diduga, dalam hati siapa yang tahu?” Perasaan itu tidak ketahuan kalau tidak disebutkan, jadi kenapa saya harus menebak-nebak perasaan pengendara mobil di belakang saya?

Katakanlah memang orang di belakang saya merasa tidak sabar karena saya tidak lebih cepat lagi padahal di depan saya kosong. Tapi itu kan hak dia untuk merasa tidak sabar, sedangkan urusan saya adalah ikut aturan. Karena ketika saya melebih kecepatan maksimum, bisa saja saya tertangkap kamera dan kemudian saya dikirimi surat peringatan dari dinas transportasi. Lalu, mana bisa saya membela diri dengan alasan kalau saya melewati batas kecepatan karena ada mobil di belakang saya dan saya merasa tidak enak kalau tidak lebih cepat lagi.

Perasaan tidak laku menjadi pembelaan terhadap aturan. Tapi kalau misalnya mobil di belakang saya benar-benar misalnya mengirimkan pesan atas ketidaksabarannya (misalnya dengan mengklakson), apakah saya harus membalas? Tentu tidak. Anggap saja dia tidak tahu aturan tentang kecepatan maksimum di jalan itu, dan saya tetap dengan kecepatan saya. 

Aturan ada untuk kebaikan bersama

Selain urusan mengendarai mobil dengan kecepatan maksimum, ada banyak hal dalam hidup ini memiliki aturan. Biasanya, aturan dibuat supaya tidak terjadi kekacauan dalam sekelompok orang yang perasaanya bisa saja beda-beda. 

Kalau urusannya antara 2 orang, boleh deh pakai perasaan, tapi itupun harus disebutkan loh ya. Mana bisa kita berharap orang lain langsung tau apa yang kita rasakan tanpa mengungkapkannya. Emangnya kita punya ilmu telepati?

Jangan lupa, aturan ada untuk kebaikan bersama. Ikuti aturan, jangan cuma perasaan apalagi sampai baper.

Penulis: Risna

https://googleaja.com

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.