Memakai Lagi Produk Apple

Setelah sempat suka sekali memakai produk Apple dari jaman masih Power PC (dan bahkan sejak 6502 di Apple II/e), sampai membeli produk Macbook Intel yang pertama, saya kemudian tidak suka memakai Apple . Tapi belakangan ini saya mulai lagi memakai produk Apple (Mac Mini, Mac Book Pro, iPhone, iPad, dan Apple Watch), walau tetap memakai produk lain juga.

Di posting saya tahun 2015 itu saya menyebutkan mulai menghindari Apple karena faktor: harga, dan masalah software dan juga kualitas hardware yang saat itu menurun.

Komplain Lama

Sejujurnya: alasan utama saya memakai lagi berbagai produk Apple karena ada beberapa pekerjaan yang membutuhkan, dan pekerjaan tersebut yang mendanai pembelian produk-produk Apple yang saya pakai. Jadi faktor harga yang dulu saya bahas di posting lama tertutupi karena dibayari. Masalah upgrade sebenarnya masih menyebalkan, tapi sepertinya harus diterima.

Secara software: macOS tetap menyebalkan untuk developer, masih lebih enak memprogram di Linux atau Windows. Tapi sayangnya beberapa hal hanya bisa dilakkan di macOS, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan development iOS dan juga kadang dibutuhkan untuk pentest aplikasi iOS. Beberapa hal sudah membaik sejak komplain tahun 2015 yang saya tulis, misalnya sekarang macOS sudah punya Hypervisor dan file systemnya sudah diupdate menjadi AFS.

Sempat ada beberapa tahun ketika MacBook memakai keyboard sangat menyebalkan: tidak enak dipakai, dan bahkan kalau kena debu harus diganti keseluruhan keyboardnya. Untungnya ketika saya membeli MacBook Pro M1, keyboardnya sudah diganti versi yang enak, dan bahkan ada tombol fisik untuk ESC di samping Touch Bar-nya.

Untuk komplain lama mengenai kabel USB to Lightning: sekarang sudah semakin banyak produsen bermerk seperti Baseus yang memiliki lisensi resmi dari Apple (sertifikasi MFI) dan kabelnya sudah cukup bagus. Bahkan ada versi kabel yang memiliki konektor Lightning, USB-C dan mini USB sekaligus.

Komputer Apple dan macOS

Komputer dari Apple yang sekarang memakai M1 performancenya cukup bagus, baterenya tahan lama, dan jadi pilihan saya untuk dibawa-bawa. Untuk desktop, saya lebih sering memakai desktop Intel di rumah dibandingkan Mac Mini, karena jauh lebih powerful (apalagi maksimum memori untuk M1 hanya 16 GB).

Mac Book Pro M1

Memakai M1 sangat berguna untuk berbagai pekerjaan saya karena saya bisa test langsung berbagai macam hal yang butuh prosessor ARM64 di desktop. Berbagai eksperimen yang tadinya harus dijalankan di iPhone sekarang bisa langsung dilakukan di desktop/laptop.

MacMini M1 yang saya pakai kapasitas disknya hanya 512GB. Jadi sekarang saya tambahi dengan hardware yang terhubung ke USB yang bisa diisi SSD. Alat ini juga merangkap jadi USB hub dan ada card readernya juga.

Disk tambahan untuk Mac Mini M1

iPhone

Saya memakai iPhone 12 Pro Max dan juga memiliki beberapa iPhone lama untuk testing. iPhone 12 Pro Max masih memiliki sensor 12 Mega Pixel, tapi kualitas gambarnya memang sangat bagus. Ini jadi kamera utama saya yang saya pakai sehari-hari untuk memfoto.

iPhone 12 Pro max

Dulu saya pernah mengerjakan proyek yang memproses data LiDAR (dari drone) tapi sekarang tidak lagi. Suatu saat saya mungkin akan mengerjakan proyek serupa lagi, jadi saya sekalian memilih iPhone yang memiliki LiDAR, dan saat ini hanya iPhone 12 Pro ke atas yang memiliki LiDAR.

iPad

Saya dari dulu mengakui bahwa iPad ini adalah tablet yang terbaik untuk pendidikan anak-anak. Saat ini kami semua memakai satu iPad. Joshua memiliki iPad warisan Jonathan yang usianya sudah lebih dari 7 tahun, dan sudah pecah, tapi tetap dia sukai padahal sudah saya beri ganti berupa iPad mini. Jadi saya tambahkan screen guard di atas kacanya yang pecah.

Ipad Gen 4, sudah lebih dari 7 tahun dan layarnya mulai pecah

Risna dan Jonathan memakai iPad standard (bukan yang Air ataupun Pro), versi generasi 7 dan 8 (9.7 dan 10.2 inch). Joshua memakai iPad Mini 5 (tadinya ini saya pakai di proyek, tapi sudah tidak lagi) dan iPad lama generasi 4.

Saya memakai iPad Pro generasi pertama (beli second hand termasuk pena-nya), dan hanya untuk mengkonsumsi konten atau membaca tulisan teknis, serta sedikit mencoret-coret. Membaca di layar sangat besar lebih enak daripada harus sering scrolling.

iPad pro untuk konsumsi konten

Apple Watch

Saya membeli ini untuk mempelajari dasar-dasar reverse engineering dan pentesting aplikasi yang memiliki companion app di Apple Watch. Saya membeli versi yang lama (Series 3) dengan berbagai pertimbangan:

  • Berbagai fitur baru tidak saya butuhkan
  • Kekuatan baterenya tidak berbeda jauh
  • Berbagai fitur baru hanya bisa dipakai di negara tertentu

Masalah batere: perbedaan Apple Watch versi lama dan baru bagi saya tidak signifikan karena jam Amazfit Bip yang saya pakai tadinya bisa 2 minggu, dan Apple Watch terbaru tetap butuh dicharge tiap hari.

Masalah fitur Apple Watch: ini kadang berubah, contohnya fitur notifikasi Irregular rhythm (detak jantung tidak teratur) baru dirilis awal tahun ini di Thailand (Watch OS versi 7.3), padahal series 3 ini sudah dirilis sejah 2017. Di Amerika, fitur Irregular rhythm ini sudah dirilis sejak 2018. Sebagai catatan: sampai saat ini fitur notifikasi Irregular rhythm belum tersedia di Indonesia.

Jadi kesimpulannya: membeli Apple Watch terbaru kadang percuma jika kita tidak tinggal di negara tertentu. Teman-teman saya yang membeli Apple Watch kadang mengakali dengan berbagai cara supaya mengaktifkan fitur tertentu.

Apple Watch, Pine Time (yang belum disinkronisasi waktunya), Amazfit Bip Lite

Awalnya saya sangat terganggu karena harus setiap hari mencharge Apple Watch. Tapi kalau kita punya charger di rumah dan di kantor ternyata tidak terlalu menganggu, dan karena saat ini karena Work From Home, saya tidak keberatan.

Fitur Apple Watch yang ternyata saya pakai adalah: Siri (kalau sedang tidak memegang handphone dan butuh membuat reminder), Voice Recorder (merekam suara lucu anak-anak) dan phone finder untuk mem-ping supaya tahu di mana ponsel berada.

iCloud

Cara otomatis backup data yang paling reliable di ekosistem Apple adalah memakai iCloud. Memakai Dropbox, Google Photos dsb juga bisa, tapi sangat tidak reliable. Contohnya: backup photo hanya akan dilakukan jika app terbuka, kecuali kita memakai iCloud backup yang bisa dilakukan di background. Berbagai aplikasi yang ada di App Store juga hanya mendukung sinkronisasi via iCloud. Intinya: jika serius dengan data, pakailah iCloud.

Sayangnya Apple ini pelit sekali, versi gratisnya iCloud kapasitasnya hanya 5GB dan akan segera habis jika dipakai serius. Paket berikutnya masih cukup murah: 35 baht per bulan (15 rb rupiah di Indonesia) untuk mendapatkan 50 GB. Tapi inipun akan habis setelah beberapa tahun dipakai, paket berikutnya adalah: 200 GB (99 baht atau 45 rb/bulan).

Karena jumlah device yang saya miliki ada banyak dan karena saya sudah memakai iCloud lebih dari 10 tahun, 200 GB sudah tidak cukup (sekarang data saya sudah sekitar 218 GB di iCloud). Tapi level berikutnya langsung 2 TB dengan biaya 349 baht/bulan (atau 149000 rupiah per bulan di Indonesia).

Apakah backup (terutama foto dan video) tidak bisa dipindahkan ke luar iCloud? jawabannya bisa saja, tapi repot dan perlu dilakukan manual kalau ingin yakin semuanya terupload dengan benar. Seperti sudah saya sebutkan: berbagai opsi otomatis seperti Dropbox atau OneDrive tidak akan berjalan ketika app di latar belakang. Intinya: kalau tidak mau ribet, ya bayar.

Apple One

Saat ini ada yang namanya paket Apple One: dengan 295 baht per bulan (155 ribu di Indonesia) kita bisa mendapatkan: Apple Music, Apple TV, Apple Arcade, dan iCloud 200GB. Apple Music adalah layanan musik dari apple yang sudah pernah dibahas Risna. Apple TV adalah layanan streaming seperti Netflix, tapi jumlah filmnya sedikit dan kurang banyak yang menarik bagi saya. Sedangkan Apple Arcade adalah layanan langganan game, jika kita langganan maka bisa mengakses semua game di Library Apple Arcade (jadi ini seperti Apple Music, tapi untuk game).

Paket Apple One ini bisa digabung dengan iCloud, jadi dengan 295 Baht (Apple One) +99 baht (iCloud 200 GB)= 394 baht saya bisa mendapatkan space iCloud 400 GB, plus apple Music, Apple TV dan Apple Arcade.

Saya cukup suka mencoba-coba berbagai game ringan, tapi tidak suka main terlalu lama, jadi Apple Arcade cocok buat saya. Jadi daripada membayar 349 Baht untuk iCloud 2TB saja, saya sekarang memilih iCloud plus paket Apple One, sedikit lebih mahal dari iCloud 2TB tapi saya jadi bisa memakai Apple Arcade.

Penutup

Saya tidak pernah fanatik teknologi tertentu, jadi apapun yang bagus akan saya pakai jika dibutuhkan. Untuk pemakaian pribadi saja, produk Apple ini memang cukup mahal, tapi jika bisa menghasilkan uang, ya tentunya akan saya pakai.

Beberapa produk Apple lain seperti AirPod tidak saya beli karena menurut saya terlalu mahal dan belum akan terpakai (saya masih memakai produk sejenis dari Xiaomi yang harganya kurang dari 20 USD). Sampai saat ini saya juga kapok tidak lagi membeli keyboard dan mouse dari Apple. Jadi saya membeli sesuatu dengan alasan khusus, bukan sekedar untuk pamer atau gaya.

3 thoughts on “Memakai Lagi Produk Apple”

  1. Belakangan saya juga mulai masuk ke ekosistem apple. saving time banget buat bikin konten, terutama ketika lagi mobile

    Kalau pas di rumah tetep pakai linux mint. Bisa mengurangi gear yang perlu dibawa ketika bikin konten untuk media sosial

    1. Siri atau Google Assistant sudah sama bagusnya kalau sekedar membuat timer/reminder. Sayangnya belum nemu jam pintar murah Android yang ada microphone dan bisa langsung dipakai untuk mememintahkan voice assistant membuat entry kalender.

Tinggalkan Balasan ke Yeni SetiawanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.