Memasuki pertengahan Maret, udara di Chiang Mai semakin panas. Selain udara panas, polusi juga mulai terasa. Berkegiatan di luar rumah semakin tidak nyaman.
Kalau di tahun-tahun sebelumnya, polusi sudah dimulai sejak udara masih dingin, tahun ini sedikit lebih baik, karena polusinya tidak separah tahun-tahun sebelumnya. Well, harapannya sih begitu sampai musim hujan tiba.
Suhu panas, terasa lebih panas di sore hari
Kalau melihat suhu udara 2 hari ini, masalahnya bukan di berapa derajat celsius nya, tapi di feels like-nya itu loh. Kemarin 40 hari ini 41. Dan suhu begini biasanya sih akan naik terus sampai bulan April.
Menurut prakiraan cuaca 10 hari ke depan, akan ada sedikit kemungkinan hujan. Hujan di musim panas itu terkadang meleset dari perkiraan. Atau kadang hujannya hanya di area pegunungan dan nggak sampai ke kota.
Kalau udara panas begini, udara sore hari terasa panas sekali. Air di kamar mandi juga perlu didinginkan sebelum mandi. Ini terutama karena tanki penyimpanan air posisinya terkena paparan sinar matahari cukup lama.
Pagi hari, matahari juga terasa cepat menyengat. Kami harus bangun lebih pagi kalau mau jalan keliling komplek. Kalau di musim dingin kami biasa jalan jam 7 pagi, sepertinya di musim panas kami harus mulai jalan jam 6.30 pagi. Jadi ingat, dulu di Medan, kalau mau jalan pagi lebih baik jam 5.30 atau 6 pagi. Karena, kalau sudah lebih dari itu, matahari sudah tinggi dan panas sekali rasanya.
Perbedaan musim panas Chiang Mai dan Indonesia
Sebenarnya, kami sudah lama sekali tidak merasakan musim panas di Indonesia. Tapi saya ingat, biasanya di bulan April kami akan pulang selama libur Songkran.
Bulan April adalah bulan terpanas sepanjang tahun di Chiang Mai. Saya ingat, ketika pulang di bulan April ke Indonesia, terkadang ada hujan deras tapi sisanya ya udara panas juga.
Kalau di Chiang Mai, udara panas tapi kering. Rasanya seperti kekurangan oksigen. Kalau tidak ada AC di rumah, entahlah apakah saya bisa tidur di kamar yang berada di lantai atas.
Di Medan, panasnya itu lebih humid. Anginnya juga masih terasa berhembus. Walaupun pastinya lebih nyaman kalau bisa tidur dengan menyalakan AC, tapi ya masih bisalah dengan kipas angin saja.
Kalau di Jakarta, eh Depok, seingat saya panasnya tidak lebih panas dari Medan. Mungkin juga karena di rumah mertua lebih banyak ruangan ber AC ya.
Oh ya, musim panas biasanya biaya listrik bakal terasa membengkak, karena kalau musim panas itu, kemungkinan bakal makai AC hampir sepanjang hari, apalagi masa-masa di rumah saja. Bukan hanya pasang AC, harus menyalakam filter udara juga sepanjang hari.
Tapi, dipikir-pikir. Saya lebih memilih tinggal di tempat tropis daripada di negeri bersalju. Setidaknya, kalau keluar rumah di musim panas begini, ya tinggal menyalakan AC di mobil. Kalau di negeri bermusim salju, ketika keluar rumah dan ada salju, rasanya repot banget harus pakai segala perlengkapan supaya badan tetap hangat.
Kalau kalian lebih memilih tinggal di negeri tropis atau negeri dengan 4 musim?