Grab atau Go-Jek?

Liburan kali ini, kami banyak memanfaatkan jasa Grab dan Go-Jek untuk bepergian. Awalnya karena di Chiang Mai cuma ada Grab, kami lebih sering prefer naik Grab, tapi ternyata dari pengalaman ke puncak dan ke Bogor hari ini, entah kenapa supir Go Car lebih mau untuk menerima pesanan perjalanan ke tempat yang jauh.

Beberapa hari lalu, saya sudah mencoba memesan makanan dengan Grab Food dan ada sedikit masalah, mulai dari restoran yang tidak ditemukan, lalu restoran yang menu tidak update sehingga harus ubah pesanan dan juga restoran yang udah dijelaskam lewat telepon tapi masih salah memberikan pesanan. Hari ini, kami mencoba memesan makanan dengan Go Food. Pesanan kali ini sih mencari sate padang, dan ternyata walau biaya antarnya lebih mahal (10 ribu rupiah), tapi semua berjalan mulus dan gak sampai 30 menit pesanan sudah datang.

Acara dari GO-JEK di perpustakaan nasional di hari ibu untuk para driver Ibu-Ibu

Kalau dilihat dari segi harga pemesanan, seringnya Grab Car selalu lebih murah dibandingkan Go Car. Tapi pengalaman dengan Grab Car beberapa kali di cancel setelah drivernya menerima pesanan. Bahkan sekali pernah juga drivernya ga merespon setelah kami menunggu lebih dari 10 menit padahal di aplikasi dinyatakan driver sudah dijalan dan akan tiba dalam waktu 6 menit. Mungkin aplikasi di HP nya ngehang atau entahlah apa alasannya karena kalau dilihat dari pergerakan mobilnya di aplikasi tidak terlihat tetap jalan. 

Selama beberapa kali bepergian, mungkin karena Go Car lebih mahal maka banyak juga pengguna seperti kami yang awalnya selalu mencoba memakai Grab dulu sebelum akhirnya memilih Go Car karena gak kunjung dapat orang yang mau nganterin ataupun ya udah dicancel berkali-kali jadi merasa lebih baik bayar lebih daripada nunggu lama lagi. Dari beberapa kali memesan Go Car, kami belum pernah di cancel setelah supirnya menerima pesanan kami. 

Terlepas dari Grab Car atau Go Car, sejauh ini pengalaman kami selalu ketemu dengan pengemudi yang ramah dan sopan. Mereka juga menyetirnya cukup baik dan gak membahayakan penumpang. Beberapa kali pernah juga dapat mobil yang agak berbau rokok, mungkin supirnya merokok sambil menunggu orderan, tapi ya setelah beberapa lama baunya bisa hilang. Mobil yang membawa kami ga selalu mobil baru, kadang-kadang mobilnya ya sudah terlihat tua juga, tapi selalu cukup bersih. Bahkan lebih bersih dari mobil kami di Chiang Mai hahahah.

Senyaman-nyamannya disupirin naik Grab atau Go Car ada satu kelemahannya: deg-degan pas nunggu takut di cancel dan kadang di aplikasi dibilang driver akan tiba 8 menit lagi, tapi kenyataanya bisa lebih dari 8 menit. Tapi karena sejauh ini kami pergi itu bukan ke tempat yang sttict harus tiba jam tertentu, ya kami bisa agak santai walaupun pas menunggunya jadi repot dikit karena anak-anak kalau udah disuruh pakai sepatu malah jadi gelisah kalau jemputannya ga kunjung datang.

Secara  biaya, walaupun Grab dan GoJek relatif lebih murah daripada taksi argo yang bisa melonjak harganya kalau macet, ya tetap saja akan lebih ekonomis kalau punya mobil sendiri dan memiliki supir pribadi. Sekarang ini gak nyetir di Jakarta alasannya ada dua: pertama ga punya sim Indonesia, mungkin saja SIM Thailand laku, tapi kami ga mau ambil resiko kalau ga terpaksa. Alasan kedua: gak ada mobil yang bisa kami pakai juga hehehe (harusnya ini yang pertama ya, klo ga ada mobil punya sim juga ga ada gunanya).

Ada yang punya cerita mengenai pengalaman naik Grab atau Go Car? atau ada yang selalu hanya memilih Grab atau memilih GoJek dan alasannya?

Istana Anak-Anak TMII

Foto di depan Istana Anak-anak

TMII singkatan dari Taman Mini Indonesia Indah. Dulu taunya ya tempat melihat versi kecil dari Indonesia. Untuk masuk ke area TMII dikenakan biaya 25000/orang. Di dalam TMII ada berbagai tempat yang cukup menarik untuk dikunjungi. Rasanya sehari tidak cukup untuk mengunjungi semua tempat di dalam TMII.

Peta Taman Mini Indonesia Indah

Hari ini kami menghabiskan waktu hampir 5 jam cuma di bagian Istana Anak-Anak yang ada di TMII. Secara keseluruhan tempat ini cukup menyenangkan buat anak-anak bermain. Tiket masuk tidak mahal (10000 rupiah per orang) dan ada berbagai permainan ekstra dengan tambahan bayaran antara 5000 – 15000 rupiah. Kalaupun memilih untuk tidak menaiki wahana apapun, ada banyak area playground gratis dan panggung pertunjukan yang tidak bayar lagi.

Di dalam area Istana anak-anak ada beberapa toko yang berjualan makanan, cemilan, minuman dan es krim dengan harga di bawah harga mall. Sebelum pintu masuk juga ada beberapa jualan makanan dan minuman. Saya perhatikan, beberapa miniatur rumah daerah juga disulap menjadi tempat makan.

Beberapa penjual makanan sebelum pintu masuk Istana Anak-Anak.

Sebelum masuk ke dalam, saya pikir, kenapa ya gak dijual tiket terusan TMII, jadi kita bisa main apa saja sepuasnya tanpa harus mikirin bayar ini itu lagi. Tapi setelah kami menghabiskan 5 jam untuk 1 tempat, saya mengerti kalau dengan cara sekarang ini kita tidak harus bayar mahal, anak-anak bisa bermain sepuasnya. Kami hanya perlu membayar beberapa mainan saja di dalam Istana Anak-anak, karena walaupun ada beberapa wahana mini seperti di dunia fantasi dengan harga murah, anak-anak tidak tertarik menaikinya. Kalau anak tidak tertarik, tentu saja kita gak menawarkan hahaha.

Dari pengalaman hari ini, kami masih pengen ke TMII lagi tapi mungkin buat liburan berikutnya. Sedikit hal yang agak mengganggu saya ketika di Istana Anak-Anak ya, masalah asap rokok dan sampah. Saya tahu kalau ini masih masalah umum di Indonesia, tapi saya agak sedih melihat tempat bermain anak-anak di mana orangtuanya membuat anak-anak menjadi perokok pasif.

pengunjung ramai sekali

Untuk masalah sampah, kalau dulu mungkin masalahnya kurangnya tempat sampah. Hari ini saya perhatikan kalau tempat sampah sudah cukup banyak, tapi sepertinya mungkin masalah kebiasaan orang yang terlalu banyak datang ini bukan tipe orang yang biasa membuang sampah pada tempatnya kali ya. Kadang saya herannya ada tempat sampah sangat dekat, tapi ada saja yang meninggalkan sampahnya di dekat tempat sampah itu. Padahal tinggal 1 langkah lagi mungkin dia bisa memasukkan sampahnya ke dalam tempatnya.

Dipikir-pikir, daripada bermain ke playground mall, main ke tempat ini lebih puas bermain dan gak merobek kantong hehehe. Tadi udaranya juga cukup baik, matahari bersinar tapi ada angin yang berhembus memberikan rasa adem. Ramalan cuaca akan hujan, tapi ternyata gerimisnya datang setelah kami sudah di jalan pulang. Harapannya semoga tempat ini harganya kalaupun naik ga banyak naiknya, tapi ya perawatannya juga semakin baik dan siapa tahu dikemudian hari ada larangan merokok di kawasan bermain Istana Anak-anak ini.

Nostalgia Hoka-Hoka Bento

Kemarin, waktu lagi bingung mau makan apa, tiba-tiba teringat dengan makanan yang sebenarnya bukan menu khas Indonesia. Dulu sering dikonsumsi sejak jaman mahasiswa sampai kerja. Waktu masih mahasiswa, makanan ini masuk kategori makanan mewah tapi setelah kerja, kalau ada rapat atau dinas di Jakarta, sering banget dapatnya menu makanan dari restoran Hoka-hoka Bento alias HokBen ini sampai bosan hahaha.

HokBen aka Hoka-hoka Bento

Tadi teringat lagi deh untuk memesan menu HokBen, delivery via telepon. Ternyata setelah sekian lama ga beli HokBen, ada beberapa perubahan dari penyajian HokBen ini. Dulu saya ingat, tulisan di kotak depannya masih berupa Hoka-Hoka Bento dengan logo karikaturnya lengkap dengan badan, tangan dan kaki. Sekarang, mungkin karena orang-orang sering menyebut HokBen doang untuk singkatan dati namanya, akhirnya mereka menuliskan nama HokBen doang di kotak kemasannya, dan logonya juga tinggal kepala doang. Karena penasaran, baca wikipedia, ternyata memang Hoka-hoka Bento ganti nama jadi HokBen doang sejak 2013.

Kemasan HokBen sekarang

Saya lupa, kapan terakhir kali makan di HokBen, tapi ternyata, setelah sekian lama rasanya masih tetap sama. Waktu menikmati HokBen, berasa jadi nostalgia teringat jaman doeloe. Masa mahasiswa, kalau ada yang traktir HokBen itu, rasanya mewaaaaah banget. Masa kerja, awal-awal kalau ada konsumsi rapat berupa HokBen rasanya bahagia (bahagia karena gak keluar duit lagi buat beli hahaha). Sampai akhirnya ada masa bosan dengan HokBen, karena kalau mau naik kereta api pulang dinas dari Jakarta ke Bandung atau kalau ada dinas di Jakarta, menu makanan yang sering di beli ya HokBen ini. 

Dulu saya pikir restoran HokBen ini franchise yang aslinya dimiliki orang Jepang karena menunya khas makanan Jepang. Belakangan saya ketahui kalau HokBen ini namanya aja restoran Jepang, tapi kepemilikannya ya asli Indonesia. Jadi teringat dengan restoran Jepang di Thailand yang namanya Oishi, awalnya saya pikir juga restoran asli dari Jepang, ternyata kepemilikannya asli Thailand.

Keunikan yang saya sukai dari makanan HokBen ini menurut saya nasinya lembut sehingga bisa dimakan menggunakan sumpit. Selain menu yakiniku, teriyaki, ekkado, katsu dan lain-lain, yang saya ingat dari HokBen ini juga puding coklat dan puding mangganya. Rasa puding coklatnya agak berubah, kalau dulu ada rasa rum yang agak keras, sekarang aroma rum nya sudah hilang. Tapi pada dasarnya puding coklatnya masih enak sih rasanya.

Dari harganya, menu HokBen ini buat saya sebenernya relatif mahal, tapi ya masih ga semahal makanan di mall di Jakarta. Sayangnya anak-anak cuma suka puddignya saja. Tadi Jonathan lebih memilih makan sate bumbu kacang yang dibeli eyang daripada makan menu HokBen. Lain kali kalau beli berarti bisa beli cuma buat papa mamanya doang, untuk Jonathan dan Joshua bisa dibelikan puddingnya doang hehehe. 

Jimmers Mountain Resort dan Cimory Riverside

Sambungan cerita kemarin mengenai jalan-jalan ke puncak.  Joe diajakin outing kantor Xynexis di Jimmers Mountain Resort. Kebetulan ada 1 teman yang bawa keluarga juga dan punya anak perempuan umur 2 tahun 8 bulan. Jadi ya, pas bapak-bapak ikutan acara games, saya punya teman ngobrol dan anak-anak juga punya teman baru. Kesan pertama mengenai tempat tujuan: wow pemandangannya Indah, walaupun suhu udara siang-siang terasa panas, tapi ga sepanas Jakarta sih, cuma mataharinya aja yang menyengat.

Joe ikutan acara games

Di dekat lobby, ada halaman rumput yang keliatan dirawat dengan baik. Di situ ada 1 perosotan kecil, tapi cukup bikin anak-anak happy sambil menunggu orangtuanya ngobrol sejenak. Setelah makan siang, Joe dan teman-temannya ada acara team building, ibu-ibunya nemenin anak deh main. Gak disangka, di sana ada playground soft area yang lumayan banget buat anak-anak happy bermain. Kita perlu bayar untuk bisa main di sana 20 ribu rupiah/anak, tapi ya itu sudah dapat kaos kaki. Biaya segitu itu ya bisa main sepuasnya sampai kita check out lagi. Lumayan bangetlah jadinya para emak bisa duduk ngobrol sementara, anak-anak yang cuma ber 3 aja tapi udah happy banget lari-larian main perosotan dan segala mainan yang ada di area playground.

kasih makan ikan sebelum main di playground

Sekitar jam 2 siang, akhirnya bisa check in ke kamar, sebelumnya ga bisa check in karena kamarnya masih dibersihkan dan rombongan sebelumnya belum pada checkout. Memang sepertinya tempat ini sering digunakan untuk acara outing kantor, saya perhatikan bahkan selain rombongan kami, ada juga rombongan grup lain yang pada pakai seragam, dan ketika kami akan pulang juga sudah ada lagi rombongan group lain. Untung resort yang cukup besar dan sering jadi tempat outing, staf di tempat ini terlihat kurang banyak. Tapi ya mungkin karena mereka ga selalu ramai jadi ga merasa butuh punya banyak staf.

Proses bersih-bersih kamar sepertinya  terburu-buru, mereka lupa melengkapi perlengkapan kamar seperti keset kaki dan tissue di kamar mandi, untungnya waktu saya telepon resepsionis, gak lama kemudian mereka langsung antar keset kaki dan tissuenya. Masalahnya kalau ga ada lap kaki dari kamar mandi, lantai kamarnya jadi licin, hampir saja anak-anak terpeleset sebelum keset kakinya datang.

Setelah anak-anak udah capek bermain di playground (termasuk saya juga udah capek dan pengen rebahan), saya ajak anak-anak tidur siang dulu dengan iming-iming bangun tidur nanti berenang. Sukses juga anak-anak tidur lebih 1 jam hehehe. Waktu anak-anak bangun, gak lama kemudian Joe selesai acaranya, berhubung anginnya mulai dingin saya jadi males berenang, untungnya Joe baik hati mau nemenin anak-anak main air hehehe.

Jonathan semangat sekali mau berenang, dan mungkin karena dia sudah lebih besar, dia ga merasa airnya dingin, langsung semangat nyemplung. Kolamnya ada bagian khusus anak-anak, jadi cukup aman juga untuk Jonathan yang belum bisa berenang. Jonathan semangat sekali melatih mengambang di air, sepertinya sudah saatnya untuk mengirimkan Jonathan ke kelas berenang lagi.

Setelah 15 menit-an, Joshua mau juga masuk ke kolam

Berbeda dengan Jonathan yang sangat bersemangat untuk berenang, Joshua juga semangat ganti baju renang tapi waktu merasakan dinginnya air, dia agak takut untuk langsung nyemplung ke kolam. Setelah sekitar 15 menit, akhirnya baru deh dia masuk ke kolam, setelah sebelumnya cuma duduk-duduk dan rendam kaki di pinggir kolam. Untungnya, Joe mau aja diajakin duduk-duduk dulu, main-main dulu dan akhirnya masuk nyemplung di kolam.

Selesai berenang dan mandi, waktunya makan malam. Udaranya makin dingin. Habis makan, para bapak ada acara lagi sambil ada yang karaokean. Karena dingin, para ibu dan anak memilih masuk kamar menghangatkan badan sambil ngobrol dan biarin anak-anak rebutan mainan hahaha.

Malamnya udara sampai 20 derajat di luar, tapi kalau semua pintu tertutup udara dalam kamar terasa panas kalau AC ga menyala. Jonathan dan Joshua yang tidur sore sebelum berenang gak langsung bisa tidur. Tapi ya untungnya akhirnya tidur juga setelah saya setel AC dan kasih timer 2 jam. 

Pagi hari, bangun jam 7-an karena ada panggilan untuk sarapan. Awalnya kepikiran untuk ijinkan anak-anak berenang lagi, tapi udaranya masih dingin. Joshua berulang-ulang tunjuk ke kolam renang sambil bilang: I have so much fun at the beach, no I mean pool (ini setelah berkali-kali kami koreksi bukan beach tapi pool akhirnya dia ngoreksi diri sendiri). Kami memilih untuk langsung sarapan dan mandi. Sebelum check out, anak-anak sempat main lagi di playground dan kasih makan ikan. Ikannya gede-gede dan warna-warni, lucu memang melihat ikannya berenang mengikuti bagian mana ada makanan.

Jam 10-an, kami ikut pulang dengan rombongan naik bis. Sebelum pulang kami mampir ke Cimory Riverside untuk membeli oleh-oleh. Saya beberapa kali dengar nama Cimory, tapi baru kali ini ke sana, tempatnya sangat dekat dengan penginapan. Ternyata di Cimory Riverside selain bisa beli oleh-oleh dan makan minum di restorannya untuk membeli aneka produk olahan susu sapi, ada tempat bermainnya juga.

Area bermain anak di Cimory Riverside gratis, selain itu ada juga area untuk menyusuri jalanan hutan dan aquarium, di aquariumnya katanya bisa memberi makan dan juga memegang bintang laut. Tapi karena waktunya ga cukup, kami cuma bermain di area bermain gratisnya saja. Mungkin lain kali kalau pulang, bisa juga sesekali direncanakan main-main ke Cimory, apalagi toh dari Depok sebenarnya tempat itu gak jauh.

Di dekat Cimory sedang ada pekerjaan membuat jembatan, kemungkinan jembatan itu akses dari penginapan di seberang untuk bisa ke Cimory dengan mudah. Tadi itu jadinya pemandangan ke arah sungainya jadi kurang indah karena jembatannya belum selesai. Mungkin kalau udah selesai bakal jadi lebih indah karena jembatannya lucu berwarna merah.

Tadi karena ikut bis, kami ikut ke arah kota dan gak langsung ke Depok dari puncak. Sebenarnya jadi buang-buang waktu, tapi anak-anak tidur di bis dan mereka sepertinya menikmati perjalanan dengan bis. Jadilah kami anggap aja naik bisnya bagian dari jalan-jalan hahaha. Perjalanan pulang cukup lancar dan gak macet, mungkin karena sebagian orang sudah cuti dan liburan. Jalanan di Jakarta masih ramai dan padat tapi masih bisa jalan dan ga stuck total.

Jonathan dan Joshua menikmati acara jalan-jalan ke puncak, apalagi karena mereka puas bermain dan punya teman baru. Joe yang udah lama ga pernah ikutan acara outing kecapean haha, karena selain ikutan acara dia juga masih ditempelin anak-anak melulu. Tapi dia juga bilang cukup happy bisa sesekali jalan-jalan ke puncak dan ikutan outing begitu. Saya udah pasti dong paling happy, bisa liburan agak santai sedikit dengan pemandangan indah dan teman baru juga.

Jalan-Jalan ke Puncak

Hari ini ga bisa cerita banyak, soalnya ceritanya masih akan bersambung besok. Cuma mau nulis beberapa hal biar ga lupa saja. Jadi hari ini kami ngikut acara Joe dengan teman-temannya ke puncak, acaranya sejenis team building gitu. Nah, karena puncak itu lebih deket dari Depok daripada harus ngumpul jam 6 pagi di pusat kota Jakarta, kami putuskan buat berangkat sendiri.

Rencana awal sih mau berangkat pagi-pagilah, jam 7 atau jam 8 maksimum. Tapi namanya mode liburan, susah banget emang mau siap-siap lebih awal. Akhirnya tadi baru jam 9-an ready buat pesen grab car atau go car. Waktu tempuh ke Puncak itu walau deket dari Depok tapi ga semua driver mau nerima. Mesan Grab Car 2 kali, udah diterima eh dicancel sama mereka. Akhirnya mencoba memesan Go Car, dan akhirnya ada 1 yang mau nerima dan ternyata rumahnya masih sekitaran komplek rumah Eyang. Kayaknya tadinya dia udah mau pulang ke rumah setelah bermacet ria ke pusat kota dan ke Margo City. Tapi ya sepertinya emang rejeki kami (dan rejeki dia), akhirnya ada juga yang mau nganterin kami ke puncak.

Pemandangan begini menyejukkan hati banget ya

Karena kami belum pernah ke tempat tujuan di puncaknya, ya kami bermodal ngikutin Google Map. Ternyata oh ternyata, waktu udah deket ke tujuan, si Google ngasih rute jalan yang seolah lebih dekat tapi malah ga bisa lewat mobil. Waktu masuk ke dalamnya udah merasa aneh, kok jalannya kecil banget, gak mungkin bis bisa masuk ke jalanan ini (rombongan yang lain berangkat naik bis). Dan bener aja, jalannya mentok gak bisa terus lagi. Space buat muter mobil sangat kecil, dan untuk mundur jauh sangat mustahil, karena jalannya selain kecil, pinggirannya itu kali dan ga ada pagarnya juga. Untung mas drivernya jagoan, dan berhasil muter mobil walau maju mundur beberapa kali. Kalau saya yang nyetir, rasanya udah pasti bakal nangis doang di situ nunggu ada yang nolongin buat muterin hehhee.

Setelah berhasil keluar dari jalan itu, baru deh Google Map nunjukkin jalan lain yang lebih masuk akal. Yang saya heran, driver, saya dan Joe sama-sama nyalain Google Map dari titik awal, dan semua menunjukkan jalan yang salah itu. Waktu ngobrol dengan teman yang berangkat lebih dahulu, dia juga ternyata disasarin sama Google Map juga, tapi untungnya sebelum terlalu jauh dan melhat jalanan kecil dia nanya ke penginapan yang dia lewatin di sana. Jadi dia ga sampai harus puter balik seperti kami. 

Jam 11 an, kami sampai di tujuan dan pengalaman disasarin sama Google itu bisa dilupakan. Untungnya tempat tujuannya memang indah, jadi bisa menikmati liburan di Puncak. Udara di siang hari masih agak panas, tapi di malam hari suhunya turun sampai 20 derajat. Jadi teringat dengan musim dingin di Chiang Mai deh.

Besok cerita lebih banyak lagi, karena mata udah ketarik dan tadi nyari tertidur dan hampir menyerah untuk ga menulis hari ini. Tapi demi target sehari satu setoran, jadilah bangun lagi. Ngomong-ngomong ada yang pernah dibikin nyasar oleh Google Map juga?

Pengalaman Mesen Grab Food

Ceritanya hari ini mau pesan makanan spaghetti carbonara biar Joshua ga cuma makan nasi telur dadar doang selama di Indonesia. Saya dengar pengalaman orang-orang kalau sekarang gampang pesan makanan bisa pake GrabFood aja, jadi ga usah keluar rumah atau capek menunggu makanan atau macet di jalan. Jadilah saya mencoba untuk menggunakan jasa GrabFood.

Dari dalam aplikasi, saya cari daftar restoran yang jualan carbonara, trus saya pilih yang jaraknya paling dekat dan waktu tunggu nya kurang dari 1 jam. Untuk milihnya tapi gak ada fasilitas mengurutkan berdasarkan waktu tunggu, jadi saya milihnya agak random aja dari beberapa hasil pencari pertama. Menunya terlihat menarik, harganya ga terlalu mahal, reviewnya juga ga jelek. Semuanya terlihat menjanjikan, eh driver Grab nya ga bisa nemu restorannya. Pelajaran pertama: milih restoran harus yang udah pernah tau lokasinya dan namanya ga mirip-mirip kalau di Google. Orderan pertama akhirnya saya cancel deh. Terbuang waktu 15 menit karena tadi juga agak lama milih-milih menunya dan juga nunggu jasa Grabnya mencari restorannya.

Masalah mencari restoran ini, driver grabnya katanya udah ngikutin pin map nya tapi ga nemu. Saya coba cari pake google map juga, karena pengalaman pertama, saya ga tahu kalau kita bisa melihat profil restorannya untuk tahu detail alamat restorannya. Kasian sebenarnya karena driver grabnya jadi ga dapat apa-apa, padahal udah muter-muter nyari. Akhirnya saya cancel dengan alasan restoran tidak ditemukan, saya ga tahu apakah nantinya restoran itu akan dihapus dari list grab food, atau masnya aja kurang cermat mencari. Katanya dia coba telepon ke nomor restorannya, tapi nomornya tidak aktif.

Berikutnya, karena kelihatan mau hujan, mau gak mau masih lebih praktis memesan lewat GrabFood, saya masih mau mencoba peruntungan. Saya ketemu restoran lain yang juga waktu tunggunya ga sampe 1 jam. Orderan berhasil dilakukan dengan lancar, pilih-pliih menu dan dapat drivernya. Setelah driver tiba di lokasi eh ternyata menu nya katanya udah ganti *sigh*. Kayaknya restorannya jarang di order ya, jadi mereka ga gitu perduli untuk mengupdate menu makanannya. Masalahnya, saya bayarnya pake non tunai OVO, kalau ordernya ganti otomatis total harganya bakal ganti.

Karena saya ga menemukan cara mengubah pesanan via aplikasi karena kasus menunya berganti, dan saya capek ngetik via message, saya telpon deh melalui aplikasinya. Ekspektasi saya, saya akan bicara dengan driver Grab nya, ternyata yang nerima orang restorannya. Saya belum nemu cara nelpon drivernya malah. Dengan orang restorannya, saya ubah pesanan dan waktu saya bilang mau ngomong sama mas drivernya, eh malah ditutup *grmbl, mulai emosi rasanya hahaha*. Akhirnya messsage lagi ke mas drivernya, nanyain gimana tuh kalau ganti pesanan, terus kata masnya nanti dibantuin kalau dia sudah antar makanan.

Waktu makanan tiba, eh dari 4 menu yang saya pilih, yang diantar cuma 3. Kata mas drivernya, orang restorannya udah dibilangin pesanananya ada 4 tapi si restoran ngotot bilang 3. Terus harga makanan di aplikasi dan bon yang dikasih restorannya juga lebih mahal harga yang dari restorannya. Haish, ya untungnya saya belum kelaparan, dan pesanan utamanya ada, jadi ya sudahlah. Ternyata, kalau ada selisih seperti itu, yang akan membayar dulu itu drivernya, jadi walaupun pesanan via non tunai, duitnya itu masuk ke account drivernya. Jadi tadi karena pesanan dari 4 jadi 3, saya gak perlu nambah malahan masih ada kembalian. Pelajaran ke-2: lain kali pesen makanan bayar cash aja biar gampang kalau totalnya ganti karena ganti orderan (dan lebih baik memang memesan makanan di restoran yang kita sudah tau pasti letak dan menunya, biar ga kejadian lagi seperti hari ini). Untungnya, tujuan utama pembelian tercapai, Joshua sukses makannya ga pake susah dan abis dong 1 porsi sendiri, walaupun menurut saya rasanya ya biasa aja dan beda dari ekspektasi sih hehehe.

Saya pikir-pikir, biaya delivery makanan di sini 4000 rupiah itu gak sampai 10 baht, kalau di Chiang Mai, pemesanan makanan itu biayanya 40 baht (lebih 4x dari biaya delivery di sini). Saya tahu cari duit itu gak gampang, tapi saya jadi kasian dengan driver ojek online yang biaya deliverynya dihargai murah sekali di sini. Kalau andaikan tadi saya harus pergi sendiri mencari restorannya muter-muter, lalu mesen makanan menunya ga ada, dan akhirnya pulang lagi ke rumah, rasanya biayanya pastilah lebih dari 4000 rupiah. Tapi saya tahu, kalau harga deliverynya lebih dari itu, mungkin akan berkurang orang yang menggunakan jasa delivery makanan ini.

Dulu, saya ingat jasa pengiriman makanan itu biasanya dilakukan oleh restorannya. Saya jadi kepikiran, sekarang biaya delivery makanan dari restorannya langsung jadi berapa ya?, Jaman awal kerja di Bandung, dulu saya inget sering banget delivery Hoka-Hoka Bento atau Pizza Hut. Sekarang, kalau biaya deliverynya lebih dari 4000 rupiah, bisa-bisa orang memilih jasa ojek online saja untuk memesan makanan. 

Ada yang punya tips-tips lain sebelum menggunakan jasa Grab Food ini? atau ada yang tahu gimana mengubah pesanan dari aplikasi kalau drivernya udah sampai restoran dan menunya berganti?

Liburan Hari ke-6: Perpustakaan Nasional

Hari ini janjian ketemu dengan Bu Inge di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia . Saya baru tau kalau ada perpustakaan keren seperti pusnas ini. Dulu pernah sekilas baca berita soal perpustakaan yang dilengkapi dengan ruang khusus untuk koleksi anak-anak dengan tempat yang nyaman untuk anak-anak membaca, tapi kalau bukan karena Bu Inge ada acara di pusnas, saya ga kepikiran bakal berkunjung ke pusnas pada liburan kali ini.

maket gedung perpustakaan nasional

Kami berangkat naik Grab lagi dari Depok. Perjalanannya cukup lancar, akan tetapi ketika sudah memasuki kawasan jl. medan merdeka selatan, ada penutupan ruas jalan karena ada demo. Google Map menyarankan memutar mengitari monas dulu, tapi bakal butuh waktu sekitar 20 menit, padahal kalau jalan tinggal 500 meter. Akhirnya kami putuskan untuk jalan saja, toh jalanannya cukup teduh dengan banyaknya pohon-pohon besar di pinggir jalan.

foto dulu sebelum masuk perpustakaan

Kesan pertama melihat bagian depan Perpustakaan Nasional, saya cukup kagum dengan hal-hal yang dipamerkan di gedung depannya di sana. Cara mereka menatanya juga terlihat cukup menarik dan artistik (padahal saya bukan orang yang mengerti banyak mengenai seni). Di bagian belakangnya ada gedung 24 lantai yang menyimpan berbagai koleksi buku. 

Waktu masuk ke lantai dasar, kami mengamati ada toilet dan kafe. Ada direktori apa saja koleksi yang disimpan di setiap lantainya. Tujuan utama kami ketemu Bu Inge yang sedang menghadiri launching buku di ruang serbaguna lantai 4, tapi karena acara mereka belum selesai, kami sempatkan ke lantai 7 untuk melihat ada apa di ruang koleksi bacaan untuk anak-anak.

Di ruangan khusus anak-anak, kita diminta untuk melepaskan sepatu dan meninggalkan makanan dan minuman di luar ruangan. Untuk penyimpanan tas, tersedia loker dengan kunci yang bisa kita pegang. Oh ya layanana perpustakaan ini setahu saya koleksinya hanya bisa dibaca di tempat. Untuk bisa masuk dan membaca di situ, kita tidak harus menjadi anggota. Perpustakaan ini bebas biaya masuk. 

Saya senang melihat berbagai koleksi buku yang ada untuk anak-anak, bahkan ada majalah Bobo segala. Jadi teringat masa kecil di mana kami kadang-kadang dibelikan majalah Bobo. Koleksi buku bersampul tebal (board book) juga cukup lumayan. Buku-buku berbahasa Inggris ataupun bilingual juga banyak tersedia di sana. Ah rasanya waktunya ga cukup banyak untuk browse buku-buku yang ada di sana. 

dekorasi di depan pusnas

Setelah sekitar 30 menit di lantai 7, kami turun ke lantai 4 untuk bertemu dengan bu Inge. Ternyata ada kantin juga di lantai 4, jadilah kami makan di sana saja daripada menghabiskan watu di jalan untuk naik taksi lagi. Bertemu dengan bu Inge itu suatu hal yang ditunggu-tunggu oleh Jonathan. Walaupun Oma Inge (demikian anak-anak memanggil bu Inge) bukanlah nenek kandung mereka, tapi Jonathan dan Joshua bisa senang bermain dengan oma Inge seperti bermain dengan eyang girl nya. 

Selesai makan di lantai 4 kami iseng ke lantai 24 untuk melihat pemandangan yang ada di sana. Sayangnya tidak ada ruang untuk duduk ngobrol dengan enak di lantai 24, anginnya juga cukup kencang di sana, jadi kami ga berlama-lama di luar dan memutuskan kembali ke bagian koleksi anak di lantai 7.

Dari lantai 24 kami turun ke lantai 7 untuk kembali ke ruang baca anak lagi. Sedikit catatan, menunggu lift di lantai 24 memakan waktu lama, karena ketika kami akan turun, tiba-tiba lift yang naik sudah sampai lantai 21 berbalik arah lagi turun. Kalau cuma beberapa lantai, mungkin kami sudah akan turun tangga saja supaya ga lama nunggu liftnya. Saya perhatikan, di setiap lantai yang kami kunjungi ada mushollanya dan kamar kecilnya. Semuanya terlihat cukup bersih. Untuk ukuran sebuah tempat yang free entrance, saya merasa cukup senang berada di pusnas. Catatan lainnya, entah kenapa begitu masuk ke area perpustakaan, sinyal hp pada hilang, untungnya di dalam perpustakaan ada wifi yang gratis untuk umum dan ya cukup lah aksesnya. 

Setelah puas ngobrol-ngobrol di lantai 7, kami memutuskan untuk pulang dulu, eeeeh teryata sedang hujan. Akhitnya kami ngopi-ngopi sambil nyemil di kafe yang ada di lantai dasar tadi. Rasa kopinya lumayan lah ya, apalagi setelah beberapa hari cuma dapat kopi instan saja. Karena sudah agak sore, kami memesan makanan untuk anak-anak. Walau kafe nya terlihat kecil, makanan cemilannya lumayan banyak variasinya.

Setelah hujan berhenti, kami pun beranjak pulang. Tapi karena kami pulang bersamaan dengan jam orang pulang kerja, jalanan yang kami lalui banyak macetnya. Bahkan di jalan tol cuma bisa kecepatan 10-20 km / per jam. Sampai di rumah eyang, Joshua sukses tertidur kecapean.

Secara keseluruhan, jalan-jalan ke perpustakaan cukup menyenangkan buat kami karena anak-anak kami menyukai buku. Yang menyenangkan juga harga makanan di pusnas cukup masuk akal dan ga semahal harga makan dimall. Koleksi buku bacaannya ada bahasa Inggris ataupun bilingual yang bisa dibaca anak-anak kami. Semoga di kemudian hari, di daerah-daerah semakin banyak perpustakaan yang bagus isinya seperti di perpustakaan nasional ini.