CDrama: Find Yourself

Kemarin iseng-iseng liat Netflix, eh ada drama baru yang tulisannya new episodes weekly. Berhubung belum nemu kdrama ongoing yang mau ditonton, baiklah kita coba chinese drama (cdrama). Berbeda dengan memilih tontonan kdrama yang biasanya saya baca reviewnya dan siapa pemainnya, untuk cdrama saya langsung nonton saja. Saya juga lagi malas mencari tahu nama pemain utama ataupun pemain pendukungnya.

Tokoh Utama: Wanita Karir Sukses dan Single di umur 32

Ternyata awal ceritanya cukup menarik. Tokoh utama wanita, berumur 32 tahun, seorang wanita karir yang sudah cukup mapan dan punya jabatan di kantornya. Sampai berumur 32 tahun, dia masih sendiri dan belum pernah pacaran sama sekali. Jangan pikir dia tidak cantik, tokohnya digambarkan cantik, cerdas, disiplin dan cukup ramah, tapi ya dia belum ketemu saja orang yang dia suka. Walaupun semua orang sudah menganggap dia sudah terlambat menikah, tapi dia juga tidak mau menikah tanpa cinta. Dia memilih tidak menikah daripada menikah tanpa cinta. Saya tertarik meneruskan film ini karena digambarkan si wanita punya prinsip.

Si wanita ini dikisahkan di masa mudanya rajin ke perpustakaan untuk baca komik. Di perpustakaan dia bertemu dengan seorang pria yang mengejar dia dengan gigih tapi ya akhirnya mereka jadi teman baik saja. Alkisah si pria ini menyukai pinguin dan bercita-cita untuk bekerja di Kutub Selatan supaya bisa meneliti pinguin. Sebelum si pria berangkat ke Kutub Selatan, dia meminta tokoh wanita berjanji. Janjinya kalau di umur 35 tahun mereka masih sama-sama single, maka mereka akan menjadi pasangan satu sama lain.

Ah, jadi ternyata, si wanita belum menemukan orang yang dia suka karena ternyata dia masih hidup di alam mimpi masa remaja seperti yang ada dalam komik yang dia baca. Ternyata diam-diam si wanita ini menyukai pria yang pergi ke kutub selatan itu dan tanpa sadar menanti pria itu walau sampai umur 35 tahun. Tentunya cerita drama tidak menarik kalau berhenti sampai disitu. Si pria itu memang kembali di saat mereka masih berumur 32 tahun, tapi ternyata pria itu sudah menemukan wanita lain dan akan segera menikah. Tentu saja si wanita terpukul sejenak karena penantiannya sia-sia selama ini.

Setelah menerima kenyataan pahit tentang pria yang dia tunggu selama 10 tahun, dia tetap harus melakukan pekerjaannya. Di saat melakukan tugasnya, dia bertemu dengan 2 pria yang nantinya sama-sama tertarik dengannya.

Cinta pandangan pertama vs Takdir

Pria pertama: masih mahasiswa, umur 22 tahun, sedang magang di perusahaan di mana si wanita bekerja. Mahasiswa magang ini merupakan murid dari saudara kembar si wanita, dia memperoleh kesempatan magang atas permintaan dosennya ke kembarannya (saudara kembarnya ini laki-laki). Si mahasiswa tertarik dengan tokoh wanita dari pandangan pertama. Mereka tidak sengaja bertemu di tangga kampus ketika si tokoh wanita menunggu kembarannya di kampus. Saat itu, dia belum tau kalau si tokoh wanita itu adalah kembaran dari dosennya yang akan jadi bosnya magang.

Pria kedua: sudah jadi bos di perusahaan periklanan yang bekerja sama dengan kantor si wanita bekerja, umur 37 tahun, single dan belum pernah menikah. Alasan si bos iklan ini belum menikah karena dia menunggu jodoh yang menjadi takdirnya. Pria ini punya anjing kecil lucu yang hilang pada suatu hari, dan ditemukan si tokoh wanita. Ada kesalahpahaman di awal pertemuan, tapi setelah beberapa kali bertemu tanpa sengaja, si bos iklan ini mulai berpikir jangan-jangan si wanita itu takdirnya.

tulisannya coming weekly, padahal ada episode baru tiap hari

Informasi Lainnya

Waktu mulai menonton kemarin, saya tidak kepikiran mencari tahu berapa banyak jumlah episode dari drama ini. Biasanya kalau terlalu banyak, saya udah malas duluan. Tadi baru lihat kalau drama ini ada 41 episode. Untungnya drama ini durasinya hanya 45 menit per episode, kalau kita skip bagian awal dan akhir, mungkin jadi sekitar 35 menit 1 episodenya. Drama ini tayang setiap hari sampai tanggal 20 Februari 2020. Kalau ga sempat nonton 2 episode / hari, artinya punya tontonan setiap hari (gak usah nunggu lama kayak kdrama hehe).

Drama ini genrenya romantis komedi. Ratingnya untuk 13 tahun ke atas. Sejauh 4 episode yang saya tonton, dramanya cukup menghibur. Tidak selambat cerita Go Go Squid dan ya ada beberapa bagian komedinya juga.

Sehari 2 episode, sampai 20 February 2020

Pilih mana, pria 1 atau 2?

Drama ini sebenarnya bisa jadi dari kisah nyata. Bagaimana kalau kamu masih single di umur 32 tahun diberi dilema untuk memilih pria umur 22 (mahasiswa magang) atau pria 37 tahun (bos kantor iklan). Kalau ini kdrama, saya bakal tahu akhirnya pasti dengan pemeran utama prianya. Tapi karena saya tidak tahu ini pemeran utamanya yang mana, saya juga jadi gak bisa nebak berdasarkan pemeran utama.

Secara kepantasan, sepertinya akan banyak yang memilih si bos iklan saja. Apalagi mereka bertemunya berkali-kali tanpa sengaja seperti takdir saja. Tapi entah kenapa, saya melihat trend asian drama belakangan ini berusaha mendobrak pandangan tradisional soal perbedaan umur. Ada kemungkinan akhirnya si wanita akan memilih pria yang lebih muda. Daripada menebak-nebak, ditonton sajalah dan dinikmati buat hiburan. Ada yang sudah mulai nonton juga gak?

.

Tentang Rasa Khawatir

Tulisan hari ini singkat saja. Sejak 1 Januari 2020, ada banyak kejadian yang tidak begitu baik terjadi di sekitar kita. Mulai dari banjir Jakarta sampai belakangan ini maraknya beredar virus dari Wuhan. Reaksi dan komentar banyak orang tidak akan saya bahas, karena pada dasarnya semua orang khawatir. Respon dan opini yang banyak beredar merupakan cerminan dari rasa khawatir masing-masing orang.

Di Chiang Mai sudah ada beberapa kasus positif virus Corona, dan beberapa masih terduga. Saya tidak akan menuliskan angka dan statistik, tapi intinya ya ada yang sembuh dan ada yang masih dalam perawatan. Bagaimana dengan angka yang diduga? ya biarkan saja ahlinya bekerja untuk menentukan angka-angka tersebut. Tapi yang saya lihat adalah: penyakit ini bisa disembuhkan.

Seminggu ini udara Chiang Mai menjadi dingin lagi. Anak-anak di rumah juga mulai bersin-bersin dan batuk-batuk. Saya sendiri juga mulai tidak enak tenggorokan. Terus apakah saya khawatir kena virus tersebut? Saya lebih khawatir dituduh orang yang papasan di jalan kalau saya menyebarkan virus. Namanya virus, senjata paling ampuh saat ini tentunya istirahat dan mengusahakan supaya kekebalan tubuh bisa menang dari virusnya.

Kekhawatiran dalam hidup ini bukan cuma masalah virus yang marak saja. Pasti ada banyak hal-hal lain yang akan datang silih berganti. Saya ingat, di suatu masa, saya merasakan kekhawatiran yang berlebihan – yang mana saya bahkan sudah lupa apa yang saya khawatirkan saat itu – terus Joe bilang gini ke saya: Yuk kita berdoa, kita serahkan kekhawatiran kita kepada Tuhan. Kita lakukan apa yang kita bisa untuk menyelesaikan masalah kita.

Ada banyak hal yang tidak bisa kita kendalikan, percuma kalau kita khawatir dan akhirnya jadi larut dalam kekhawatiran dan tidak mengerjakan apa yang menjadi bagian kita. Kalau kita sudah berdoa, kita percaya Tuhan akan memberi jalan keluar untuk apa yang kita khawatirkan itu.

Sejak saat itu, setiap saya khawatir, saya akan berdoa dan melakukan apa yang saya bisa lakukan. Untuk kasus virus saat ini, saya percaya sudah banyak ahlinya sedang bekerja meneliti dan berusaha menemukan obat ataupun vaksinnya. Yang saya bisa lakukan saat ini tentunya mengikuti anjuran mengenai menjaga kesehatan dan meningkatkan kekebalan tubuh.

Saya berdoa untuk orang-orang yang saat ini bekerja membantu pasien yang masih dalam masa observasi maupun yang sudah ketahuan sakitnya. Saya kagum dengan dedikasi para dokter dan suster yang tetap mau bertugas padahal pasti keluarganya khawatir juga. Saya juga berdoa semoga orang-orang yang berada di Wuhan dan sekitarnya bisa mendapatkan cukup supply makanan dan minuman yang dibutuhkan selama masa karantina dan semoga penyebaran virus ini bisa berhenti.

Saya tidak akan ikut-ikutan menyebarkan ketakutan mengenai virus ini. Ilmu pengetahuan sudah cukup maju, sudah ada banyak vaksin ditemukan untuk penyakit-penyakit yang pada masa itu mungkin lebih heboh dari virus yang sekarang heboh. Cari berita yang sumbernya jelas, dan tidak meneruskan berita yang gak tau valid atau nggak. Kalau memang nggak tau kebenarannya, lebih baik beritanya berhenti di kamu daripada bikin orang lain ikutan khawatir berlebihan.

Semoga sisa tahun 2020 ini lebih banyak berita baiknya daripada berita yang mengkhawatirkan.

Baca Buku: Steal Like an Artist

Waktu buka-buka aplikasi ipusnas, saya menemukan kalau 2 buku Austin Kleon yang dia tulis sebelum buku Keep Going ada versi terjemahannya di sana. Langsung deh dipinjam. Saya pilih baca buku Steal Like an Artist yang terbit tahun 2012 terlebih dulu. Buku Show your work belum dibaca tapi sudah dipinjam.

Ada 2 buku Austin Kleon di ipusnas

Oh ya, aplikasi ipusnas ini agak berubah-ubah aturannya. Kalau dulu bisa pinjam cuma 3, belakangan ini bisa pinjam 2 buku/hari. Terus kalau dulu misalnya kita tidak suka dengan isi buku yang kita pinjam, bisa kita kembalikan langsung, tapi sekarang kita hanya bisa mengembalikannya 24 jam kemudian. Kalau dulu bisa pinjam agak lama, sekarang hanya bisa dipinjam 3 hari. Kalau dalam waktu 3 hari belum selesai, ya bisa pinjam lagi.

cover buku di aplikasi ipusnas

Judul bukunya tetap bahasa Inggris, tapi isinya sudah berbahasa Indonesia semua kok. Ini bisa dilihat daftar isinya.

Lanjutkan membaca “Baca Buku: Steal Like an Artist”

13 Tahun Menikah

Hari ini 13 tahun lalu, kami mengucapkan janji pernikahan kami, setelah 3 tahun saling mengenal lebih dekat sambil menyelesaikan kuliah s2.

foto di Danau Toba tahun 2008

Ada banyak yang ingin dituliskan, tapi hari ini saya akan menuliskan kenapa saya mau menikah dengan Joe. Latar belakang saya orang Batak dan Joe orang Jawa sebenarnya sempat bikin ragu-ragu menerima Joe, tapi ternyata bukan latar belakang suku yang menentukan 2 orang bisa bersama. Kepribadian 2 orang itu yang lebih menentukan apakah bisa saling menerima dan saling membangun, atau malah saling menghancurkan.

Alasan pertama saya mau menerima Joe adalah karena dia orangnya jujur dan to the point. Jadi, awalnya saya tidak menyadari kalau Joe itu lagi mendekati saya. Oh ya, kami sekelas dan satu kantor, tapi lebih banyak ngobrol setelah sering makan siang bareng di bulan puasa. Kebetulan hanya kami berdua yang tidak puasa, jadi ya otomatis kalau mau makan siang ya berdua aja.

Sambil makan siang, tentunya sambil ngobrol berbagai hal. Mulai dari ngomongin blog, buku, film dan termasuk ngomongin orang. Ngomongin orang di sini gak spesifik, tapi ngomongin orang-orang yang disekitar kami yang duduk di meja-meja lain. Kami bisa mengarang cerita kira-kira mereka lagi membahas apa, kenapa ekspresinya begitu. Kadang-kadang sambil membahas buku, kami juga jadi saling menceritakan pandangan kami tentang berbagai hal.

Terus to the pointnya mana? sabar pemirsa. Berbeda dengan Joe, saya ini orangnya kadang suka muter-muter dulu. Penjelasan dulu, baru kesimpulan. Kalau Joe orangnya kasih tau dulu intinya, kasih penjelasan baru kesimpulan. Loh kesimpulannya sama-sama diakhir? ya iya, mana pernah ada tulisan kesimpulan di awal. Udah penasaran belum? hahaha, maap, ini lagi agak-agak kurang ide menulis jadi ngomong sendiri.

Nah pada suatu hari, waktu ngobrol-ngobrol, saya bilang kalau saya di umur saat itu nggak nyari pacar, tapi nyari calon suami. Terus saya bilang lagi: tapi saya juga ga mau buru-buru nikah, saya mau kenalan dulu paling nggak 1 tahun sebelum menikah. Soalnya siapa tau dalam 12 bulan itu, kelakuan orang berubah tergantung cuaca. Jadi dalam cycle 1 tahun, mudah-mudahan cukuplah untuk tahu apa yang perlu diketahui. Tau-tau Joe bilang dia mau daftar jadi calon suami saya. Lah saya terdiam gak tau meresponnya gimana hahahaha. Terus ya abis itu saya mencari-cari alasan biar tidak harus menjawab dan semi menakut-nakuti Joe.

Saya ini orangnya dikenal cerewet, bawel dan galak. Padahal sebenarnya bawel, cerewet dan galak saya selalu ada alasannya, bukan karena saya hobi marah-marah. Siapa juga yang hobi marah, capek deh marah-marah mulu. Tapi kata Joe saya ini gak pernah tuh marahin dia.

Setelah kejadian itu, saya sebenarnya secara tidak langsung memberi jawaban tidak, tapi ya Joe tidak jadi berubah dan kami tetap makan siang bareng seperti biasa. Saya juga biasa aja, karena secara ga sadar, saya mulai terbiasa dan senang bisa ngobrol sama Joe. Padahal kalau orang-orang lihat, Joe itu pendiam dan gak banyak omong, tapi ternyata sama saya, Joe bisa ngobrolin banyak hal.

Setelah 13 tahun menikah, saya semakin bersyukur kalau Joe waktu itu nggak langsung mundur teratur. Karena akhirnya dia berhasil meyakinkan saya untuk memilih dia jadi suami hahaha. Keputusan untuk mengenal lebih dekat selama lebih dari 1 tahun itu juga sudah benar, tidak ada hal yang mengejutkan dari karakter Joe dalam 13 tahun menikah.

Hal lain yang juga saya suka dari Joe adalah: dia selalu mau mendengarkan saya. Setelah menikah dengan Joe, saya sih merasa jadi berkurang kebawelannya. Kalau ada hal-hal yang bikin emosi, biasanya saya ceritakan ke dia, dan emosinya bisa mereda. Selain mendengarkan keluh kesah dan omelan, sejauh ini cara pandang kami dalam banyak hal yang prinsip juga sama termasuk cara mendidik dan membesarkan anak. Walaupun sibuk kerja, dia masih mau menyediakan waktu untuk main dengan anak-anak dan bahkan urusan mandiin anak juga gak masalah.

Satu hal yang juga bisa bikin kami menikah 13 tahun tanpa banyak drama adalah: kami selalu mengkomunikasikan apa yang kami rasakan. Kalau ada yang bikin sebel, ya dikasih tau. Kalau saya lagi terlalu malas juga bakal ditegur sama Joe hehehe. Kalau ada kekhawatiran yang dihadapi, kami juga saling menceritakan apa yang membuat kami merasa khawatir. Kami berusaha untuk tidak pakai acara tebak-tebak buah manggis. Karena dari dulu saya pernah bilang – jangan pernah ada kata-kata: harusnya kau tau isi hatiku, karena aku gak punya kemampuan telepati (lah ini bahasa drama banget yah).

Ceritanya jadi kemana-mana kan. Cerita ini saya tuliskan di sini untuk Jonathan dan Joshua. Kalau mau cari pasangan, gak usah pakai drama. Kalau memang suka ya bilang suka, kalau ditolak jangan langsung menyerah hahaha. Komunikasikan perasaan, dan jangan main tebak-tebakan. Kalau gak jodoh? ya terimalah, namanya juga nggak jodoh, jangan dipaksakan.

Buat Joe, terimakasih karena mau menjadi suamiku. Semoga kita selalu bahagia selamanya walau apapun yang ada di depan kita (dangdut mode banget ya hahahhaa).

ps. sewaktu saya menulis, Joe menulis juga, dan ya secara gak sengaja intinya sama sih: komunikasi hehehe.

Liburan ke Pantai Atau ke Gunung?

Kalau dulu, ditanyakan ke saya: mau liburan ke pantai atau ke gunung? dengan cepat saya akan menjawab pantai, tapi pantai danau ya, bukan pantai laut.

Tadi pagi, tiba-tiba saya terpikir lagi dengan pertanyaan ini, dan saya tidak bisa menjawab dengan cepat. Ada begitu banyak pertimbangan kalau ke gunung bagaimana, kalau ke pantai bagaimana. Waktu saya tanya ke Joe, dia juga jawabannya: ada pilihan lain gak? pengennya yang datar aja ga harus ekstrim gunung atau pantai.

Kalau Liburan ke Gunung…

Alam pegunungan itu biasanya sejuk dan hijau. Suasananya juga terasa lebih indah dengan kicauan burung ataupun suara aneka hewan yang hidup di alam yang bisa terdengar sesekali. Semuanya membuat suasana terasa lebih santai untuk beristirahat dan melepas penat. Oh ya, ini bukan cerita naik gunung yang hiking ya, tapi ke daerah pegunungan saja. Seperti misalnya ke Doi Inthanon kalau di Chiang Mai.

Doi Inthanon

Pemandangan dari tempat yang tinggi biasanya juga cukup indah. Bisa melihat daerah di sekitar kaki gunung. Salah satu yang saya ingat dari liburan ke daerah pegunungan juga biasanya sayuran dan buah-buahannya semua enak, karena biasanya banyak petani di sekitar daerah pegunungan.

Terus kenapa gak memilih ke daerah pegunungan kalau memang indah, nyaman, sejuk dan semua alasan di atas?

Untuk sampai ke area pegunungan, biasanya kita harus melalui jalanan tanjakan dan berbelok-belok. Jalan menanjak sih gak masalah ya, karena toh kita bukan jalan kaki dan biasanya naik mobil. Tapi belok-beloknya itu loh kadang-kadang yang agak memabukkan. Belum lagi, kalau jalanannya bukan jalan yang mulus ataupun sempit. Rasanya agak ngeri gak sih kalau lewat jalan kecil dan berliku dengan kanan kiri itu jurang?

Biasanya, sinyal hp di gunung juga kurang bagus, apalagi kalau gunungnya bukan tempat yang sudah ada bts provider yang kita gunakan hehehe. Lah katanya mau liburan, kok mikirin sinyal sih? ya, kan walau liburan kita tetap butuh akses internet buat nonton film santai-santai. Ah kalau mau nonton film di rumah aja sana, gak usah ke gunung! Banyak alasan aja ya hehehe.

Kalau Liburan ke Pantai…

Waktu kecil, setiap liburan kenaikan kelas, saya pasti diajak orangtua saya ke Danau Toba. Sepertinya, karena liburan ke Danau Toba inilah saya selalu kepikiran liburan ke pantai itu menyenangkan. Untuk mencapai lokasi pantainya, tentunya harus melewati gunung dulu, lalu turun lagi. Jadi sama aja dong dengan ke gunung? nggak juga, karena setelah sampai di bawah, kita bisa dapat pemandangan ya pantai, ya gunung. Jadi pemandangannya terasa lebih indah.

Danau Toba tahun 2008

Walaupun dari kecil sampai lulus SMA saya tinggal di Medan, dan Medan itu adalah kota yang ada pelabuhannya, saya tidak pernah ke pantai laut. Pantai yang saya kenal itu ya pantai dari Danau Toba.

Saya senang ke Danau Toba untuk bermain air, berenang di danau, naik sepeda air, speed boat dan pernah belajar naik soluh (sejenis canoe). Selain itu tentunya makan indomie rebus, ikan bakar, mangga kecil-kecil (gak tau namanya apa) dan ya senang aja dengan semilir angin yang berhembus sepanjang hari yang terasa sejuk. Pulang dari Danau Toba biasanya kulit pada gosong dan mengelupas hehehe.

Pertama kali ke pantai laut itu waktu jalan-jalan kelas 2 SMA ke Parang Tritis. Nah, melihat deburan ombak yang keras dan angin yang terasa lengket di kulit, tidak ada keinginan untuk main air sedikitpun. Main pasir aja rasanya ogah. Sejak itu, keinginan untuk bermain ke pantai berkurang.

Sampai sekarang, setelah beberapa kali liburan ke pantai laut seperti Bali, Pattaya, Ancol dan Phuket, perasaan tentang pantai laut tetap sama. Saya hanya senang melihat-lihat saja, tidak ada keinginan berenang atau bermain air. Tidak ada keinginan untuk menghabiskan waktu seharian bermain air.

Pantai di Phuket

Saya mulai agak takut dengan pantai laut sejak banyak bencana tsunami. Tapi ya ketakutan ini gak bikin jadi gak mau ke pantai laut sama sekali sih. Namanya bencana bukan hanya terjadi di laut saja, jadi kalau ada kesempatan berlibur ke pantai laut, ya dinikmati juga dan lupakan takutnya.

Jadinya Pilih ke Mana?

Karena Chiang Mai jauh dari pantai, ya sekarang ini kami cukup senang dengan jalan-jalan sekitar kota Chiang Mai yang waktu tempuhnya tidak terlalu lama. Kalaupun ada waktu, ya libur ke gunung atau ke pantai sama menyenangkannya untuk melihat pemandangannya, tapi tidak ada perasaan lebih ingin ke salah satunya.

Kalau mau libur ke gunung ataupun ke pantai, yang jelas tidak dilakukan di musim hujan. Musim hujan mendingan kita ke mall aja deh daripada gak bisa enjoy hehehe.

Satu hal yang paling penting juga, kalau mau liburan ke manapun, sekarang ini yang perlu dipertimbangkan adalah anak-anak. Mereka perlu melihat gunung, pantai, danau, lembah, sungai, hutan, tapi ya tentunya diperkenalkan sesuai dengan kesiapan mereka menerimanya.

Untuk sekarang ini, kami belum menanyakan ke anak-anak lebih suka ke gunung atau pantai, kami yang memutuskan untuk membawa berganti-ganti supaya mereka mempunyai pengalaman di berbagai tempat. Karena kalau ditanya, jangan-jangan jawabannya malah: di rumah aja lebih enak hahahaha.

Ada Berapa Tahun Baru dalam 365 Hari?

Sebelumnya, saya ingin mengucapkan selamat Tahun baru Imlek untuk teman-teman yang merayakan. Selamat memasuki tahun Tikus.

Hari ini masih bulan Januari, tapi kita sudah merayakan tahun baru lagi. Di Thailand, karena hari ini hari Sabtu, ya secara tidak langsung jadi hari libur juga. Ada banyak juga orang Thai yang masih keturunan Cina dan ikut merayakan tahun baru Imlek, tapi biasanya tidak menjadi hari libur khusus seperti halnya di Indonesia. Mall dan tempat berbelanja tentunya banyak dihias dengan hiasan merah, dan juga keperluan untuk sembahyang di tahun baru ini.

Di Chiang Mai, biasanya ada barongsai dan parade dari old city ke China Town yang ada di pasar Warorot. Seingat saya, jalanan di pasar Warorot akan macet menjelang tahun baru Imlek ini, selain persiapan untuk dekorasi, juga karena orang-orang sibuk berbelanja untuk menyambut tahun baru seperti halnya tahun baru 1 Januari kemarin.

Saya belum pernah sih melihat langsung acara tahun baru di Chiang Mai, alasannya? tentu saja karena tidak ingin terjebak macet hehehe. Tahun depan deh direncanakan buat melihatnya hehehe.

Selain Tahun Baru Masehi dan Tahun Baru Imlek, Thailand punya tahun baru sendiri yang dirayakan setiap bulan April yang dikenal dengan sebutan Tahun Baru Songkran. Nah pada Tahun Baru Songkran inilah liburannya lebih lama, biasanya sih 3 – 4 hari kerja, tapi kalau jatuhnya di dekat hari kejepit dan ada akhir pekan, akhirnya libur itu bisa sampai 10 hari hehehe.

Ngomongin tahun baru, biasanya disebut tahun baru karena penanda sebagai hari pertama kalender baru. Sudah tahu belum, kalau di Thailand menggunakan sistem tahun sendiri? Selain mengenal tahun yang sama seperti kita gunakan di kalender gregorian, mereka menggunakan perhitungan berdasarkan era Budha yang bedanya 543 tahun dibanding kalender biasa. Jadi tahun 2020 itu lebih dikenal dengan tahun 2563. Surat-surat akte lahir anak-anak juga menggunakan tahun Thai. Jadi biasanya orang bertanya lahir tahun berapa itu, ekspektasinya mendapat jawaban dalam tahun Thai. Uniknya, walau perayaan Tahun Baru Songkran itu diadakan pertengahan April, kelender tahun Thai sudah berganti tahun sejak 1 Januari.

Penggunaan tahun Thai ini kadang membingungkan saya. Misalnya mau bayar pajak mobil, di stiker yang ditempel itu menggunakan angka belakang dari tahun Thai. Jadi ada tulisan 62 atau 63. Walau sudah lama di Thailand, saya masih belum terbiasa mengingat tahun Thai dan sering harus menghitung lagi, tahun ini tahun berapa ya?

Pernah juga, waktu memeriksa kadaluarsa makanan. Mereka kadang-kadang memakai tahun Thai, jadi saya juga harus ingat-ingat tahun ini tahun berapa untuk tahu apakah makanan sudah kadaluarsa atau belum.

Saya ingat, di Indonesia juga ada tahun baru Hijriyah, tapi biasanya tidak digunakan di dokumen resmi ataupun penanda kadaluarsa makanan.

Sebelum menuliskan tulisan ini, saya iseng mencari tahu, apakah Korea juga mempunyai tahun baru sendiri? ternyata mereka juga merayakan hari ini sebagai Tahun Baru yang disebut Seollal. Sekilas sih mirip dengan Imlek, tapi pernah juga dirayakan berbeda sedikit dengan Imlek, dan tentunya dengan tradisinya sendiri.

Dan sepertinya di banyak negara di Asia punya sistem penanggalan yang tidak sama dengan kalender gregorian. Masing-masing tahun baru mempunya tradisinya masing-masing, tapi ada kesamaannya: kumpul dengan keluarga atau teman, dan mengucap syukur memasuki tahun yang baru dengan menikmati hidangan yang enak.

makasih ya tante angpau nya hehehe…

Hari ini, walau kami tidak merayakan Imlek, Jonathan dan Joshua mendapat angpao dari teman kami yang merayakannya hehehe. Kami juga dapat traktiran makan enak hasil order dari restoran Korea dekat rumah. Anggap saja merayakan tahun baru Imlek dan Seollal sekaligus ya, yang penting makan enak hahaha.

mewakili 3 tahun baru nih, ada nastar selain makanan korea dan nasi goreng hahaha

Ada yang bisa menambahkan ada tahun baru apa lagi yang dirayakan dalam waktu 365 hari?

Kesasar Pake Peta Online?

Beberapa waktu lalu, Joe bilang ke saya: Sekarang ini mau pergi kemanapun kita bisa tinggal cari di Google Map, gimana dulu sebelum ada Google Map ya (dan tentunya selain Google Map, yang dimaksud Joe ini layanan navigasi berbasis GPS lainnya yang bisa diakses dengan mudah di HP sekarang ini).

Chiang Mai di Google Map

Pertanyaan Joe itu sebenarnya bukan dia tidak tahu jawabannya, tapi cuma mau bilang kalau sekarang ini kita sudah jauh lebih mudah dalam mencari suatu lokasi. Mau pergi ke luar kota, masukkan GPS atau titik terdekat ke tujuan, lalu ikuti deh petunjuknya. Dan semua itu bisa di akses di HP kita, tanpa perlu bawa buku peta ataupun bertanya ketemu apa belok mana dan beberapa kali berhenti di jalan buat nanya ke orang-orang.

Saya masih ingat, dulu waktu di Bandung, saya cuma tau rute angkot dari rumah sepupu saya ke kampus. Jadi waktu orangtua saya datang ke Bandung dan nyetir mobil sendiri, ya saya kasih tau jalannya ngikutin rute angkot, padahal kemungkinan besar ada jalan lain yang lebih ringkas hahaha. Akhirnya orangtua saya harus nanya ke sepupu saya biar tau jalan lain supaya tidak harus mengikuti rute angkot melulu yang selain lebih jauh biasanya lebih macet.

Sewaktu awal ke Chiang Mai, Joe semangat sekali menceritakan ke saya mengenai alat GPS dan Nokia Map yang bisa diunduh di HP Nokia Symbian saat itu. Jadi ada alat GPS Holux M1000 yang bisa dihubungkan melalui koneksi bluetooth ke handphone kita, nah kalau kita memasukkan kordinat tujuan kita, aplikasinya akan memberikan petunjuk apakah kita harus ke utara, selatan, atau arah mata angin lainnya. Benar-benar tidak bisa diandalkan hehehe.

Karena aplikasi GPS nya belum terintegrasi ke Nokianya, yang kami lakukan sebenarnya seperti di mall kita sering lihat petunjuk lokasi saat ini kita di mana dan peta lantai tersebut ada apa saja. Nah karena tidak terintegrasi, yang sering terjadi tentu saja sering nyasar, apalagi waktu itu masih belum hapal jalanan Chiang Mai dan belum bisa bahasa Thai sehingga agak repot juga kalau harus bertanya.

Setelah hampir menyerah dengan GPS yang terpisah dengan aplikasi petanya, akhirnya mampu buat beli HP Nokia yang sudah punya GPS dan bisa download Nokia Map nya untuk kota Chiang Mai. Mungkin akan ada yang bertanya-tanya, kenapa gak beli GPS yang ada displaynya? ya udah jelaslah jawabannya: harganya mahal dan kebutuhannya tidak mendesak, jadi ya kalau HP kan sekalian belinya pas ganti HP.

Nah, sejak bergantinya era symbian dengan era android, tentunya kami juga berpindah dari Nokia Map ke Google Map. Tapi dari pengalaman memakai Google Map, kesimpulan saya adalah: lebih baik untuk mempelajari rute terlebih dahulu dan jangan percaya google map begitu saja.

Eh kok udah kesimpulan tanpa cerita? Ya jadi ceritanya beberapa kali kami dibawa muter-muter atau bahkan nyasar oleh Google Map. Beberapa tempat juga mungkin lebih baik menggunakan Here Map. Biasanya untuk daerah komplek perumahan yang banyak tiang listrik, sinyal gps nya kurang bagus, dan petunjuknya suka mengupdate sendiri menyuruh kita belok tiba-tiba. Kalau diikuti, tau-tau kita disuruh balik lagi ke jalan sebelumnya. Untuk daerah komplek perumahan, lebih baik kita tanyakan dulu lebih jelasnya ke orang yang ingin kita kunjungi bagaimana mencapai lokasi setelah masuk ke komplek perumahannya.

Pernah juga satu kali, saya nyasar lewat jalanan sawah yang cuma 1 jalur. Udah khawatir kalau ada mobil datang dari depan, karena jelas-jelas ini lagi nyasar hehehe. Setelah pengalaman itu, saya pastikan bertanya setiap kali mau berkunjung ke rumah teman.

Pernah juga, waktu lagi mau ke dokter gigi, waktu mau berangkat heran, loh kok butuh 9 jam? ternyata nama kliniknya ada di Bangkok juga dan yang kepilih tak sengaja itu lokasi yang di Bangkok. Pelajarannya setiap masukkan nama tujuan, pastikan memang itu titik tujuannya.

Pelajaran lainnya tentu saja, bertanya alamat lengkap dengan nomor rumah yang dituju. Karena kalau sudah sampai di komplek tujuan, bisa juga tinggal mencari berdasarkan nomor rumah. Titik tujuan rumah kami juga sering salah, dan banyak teman-teman nyampenya ke tanah kosong di belakang rumah hahaha.

Google Map memang sudah cukup berguna, apalagi sekarang dilengkapi dengan informasi kepadatan lalu lintas dan perkiraan berapa menit sampai tujuan. Tapi namanya aplikasi, bisa saja meleset perkiraanya.

Perjalanan dari tempat Jonathan belajar bahasa Thai ke rumah kami belakangan ini sering sekali macet, kalau di aplikasi bilangnya 11 menit karena ada beberapa titik macet, perjalanan yang biasanya hanya 5 menit bisa berakhir menjadi 30 menit. Aplikasi google map biasanya memberikan beberapa alternatif pilihan jalan menuju tujuan, tapi aplikasinya tidak selalu memberikan semua alternatif pilihan jalan. Kalau kita sudah mengenal daerahnya, biasanya kita bisa tiba sekitar 7 menit dengan kemacetan yang ada dan rute tersebut tidak ada dalam pilihan.

Kembali ke kesimpulan, Google Map atau layanan peta online sejenis ini cukup berguna membantu kita mencari dan menyimpan lokasi yang sering kita kunjungi. Membantu untuk mengetahui keadaan lalu lintas. Sekarang ini juga bisa dipakai untuk mencari restoran, atm, pom bensin disekitar kita. Tapi tetap saja, kita harus pelajari dulu tujuan yang diberikan sebelum kita menjalaninya. Lebih baik lagi kalau ada yang membantu kita melihat peta ketika menyetir. Sejak sering memperhatikan dan mempelajari cara mencari satu tujuan, saya semakin banyak mengingat jalanan di Chiang Mai. Tapi kadang-kadang, kalau lagi malas mikir, untuk ke lokasi yang sering saya kunjungipun tetap saya nyalakan Google Map nya, soalnya kadang-kadang bengong dan kelupaan belok hahhaha.

Ada yang ingin berbagi pengalaman menggunakan layanan peta online seperti Google Map ini? silakan tinggalkan ceritanya di komentar ya.