Pameran Kebudayaan Etnis di Chiang Mai

Kemarin anak-anak lagi ikutan grup homeschool dari jam 9 pagi sampai sore. Saya ada kesempatan deh buat jalan-jalan dengan teman-teman yang juga anak-anaknya lagi sekolah.

Di Chiang Mai sering sekali ada berbagai pameran yang temanya tentang Thailand Utara. Biasanya di setiap pameran, selain ada pameran hasil kerajinan yang unik, juga ada makanannya. Jadi misi kali ini ya jalan-jalan sambil cari makan siang hehehe.

Baliho acara pamerannya

Walaupun judulnya pameran ini untuk mempromosikan tourism, kemarin waktu kami datang pengunjungnya tidak begitu banyak. Mungkin juga karena kami datangnya hari kerja dan belum jam makan siang. Atau mungkin juga, turis yang jadi sasaran pameran ini belum tau tentang acara ini. Tapi ya acara ini masih akan berlangsung sampai hari Minggu tanggal 1 September 2019. Kemungkinan diharapkan ramainya itu di akhir pekan.

Jadi, ada apa saja di sana? Mari kita melihat gambar saja.

Pameran seperti ini sering diadakan di Chiang Mai. Kadang-kadang sangat ramai dan banyak yang bisa dilihat, tapi kadang tidak terlalu ramai. Kemarin itu acaranya tergolong tidak terlalu ramai pengisinya. Tapi saya menemukan banyak hal menarik di sana.

Beberapa hal yang kami beli (walau tidak ada fotonya): snack dari kacang, biji wijen dan madu. Rasanya enak! Manisnya dari madu, katanya sih asli hehehe. Terus ada madu yang diambil dari lebah yang dipelihara di kebun kopi. Madunya jadi rasa kopi kali ya hehehe. Ada biji kopi juga tentunya. Ada sabun dari madu dan bubuk kopi. Ada shampo natural dari buterfly pea. Saya membeli kain tenun buat tutup piano.

Selain yang kami beli ada juga yang menjual kerajinan bambu, balsem dari buah lengkeng, lotion dan pelembab dari sari buah lengkeng, kunyit dan minyak esensial oil.

Datang ke pameran begitu bikin saya kagum dengan kreativitas manusia. Bisa aja gitu kepikiran membuat sesuatu dengan bahan yang ada di alam dan bisa dijadikan produk yang bisa dijual. Tapi saya suka kasian dengan ibu-ibu tua yang menjaga pameran. Mereka kelihatan bosan karena pengunjungnya kurang banyak. Sambil menunggu jualannya mereka tetap berkarya. Ada yang bertenun, menggambar di kain seperti membatik, menyulam manik-manik, atau sekedar menggulung benang untuk dirajut.

Saya sempat ngobrol dengan salah satu ibu-ibu yang jaga pameran sambil menenun kain. Saya bertanya berapa lama dia menyelesaikan 1 lembar kain. Katanya kalau sekedar kain selendang kecil 2 hari juga bisa selesai, tapi kalau kain lebar yang bisa untuk baju itu bisa butuh waktu sebulan, apalagi kalau yang bahannya dari benang sutra. Tentunya karena waktu pengerjaan dan bahan yang digunakan sutra, kain seperti itu harganya juga tidak bisa murah. Ada salah satu yang dia tunjukkan harganya 1 lembarnya 3500 baht. Dan itu bukan kualitas paling mahal ya. Mungkin kalau dibandingkan ya seperti harga kain songketlah, mana ada sih kain begitu harganya murah.

Oh ya seperti biasa, awalnya mereka akan mengajak ngobrol dengan bahasa Thailand Utara, setelah mereka perhatikan saya dan teman-teman ngobrol bukan dalam bahasa Thai baru deh mereka ganti ke bahasa Thai central. Sampai sekarang saya belum bisa bahasa Thai Utara, lah bahasa Thai Central saja kadang-kadang masih ada kata yang saya tidak mengerti hehehe.

Mudah-mudahan pameran berikutnya yang mengisi lebih ramai dan saya ada kesempatan lagi jalan-jalan santai seperti kemarin hehehe.

Mencari Handphone Ideal

Saya itu paling malas ganti Handphone. Walaupun sekarang proses perpindahan HP sudah semakin mudah, tapi tetap saja ada banyak aplikasi yang harus login ulang dan biasanya saya lupa passwordnya dan harus reset password dulu. Ceritanya sudah beberapa bulan ini kamera HP yang saya pakai lambat sekali tiap membukanya. Terus HP itu dulu belinya buat dipakai Joe, dan namanya HP kalau Joe yang pakai, pasti deh udah dioprek abis-abisan. HP yang dipakai Xiaomi Redmi Note 5 Pro, tahun lalu sih pas beli udah lebih dari cukuplah spesifikasinya, setidaknya sudah lumayan lebih canggih dibanding Xiaomi A1 yang saya pakai sebelumnya lagi.

Nah, HP Redmi Note 5 Pro ini sudah pernah masuk bengkel bulan September lalu karena kacanya pecah. Entah apa ada hubungannya atau tidak, sebenarnya sejak saya pakai kamera HP ini suka bermasalah dan butuh waktu buat membukanya.

Selain masalah kamera, batere HP juga sudah mulai cepat habis dan kapasitas storage 64GB juga sudah mulai terasa kurang. Makin berasa butuh buat ganti HP.

Sekitar 5 tahun yang lalu, saya memakai Samsung Note 4. Saya ingat HP itu belinya waktu masih hamil Joshua. Walau agak mahal, tapi anggap aja menghadiahi diri sendiri sebelum melahirkan anak ke-2 hahaha. Samsung Note 4 ini bertahan beberapa tahun. Sebenarnya Samsung Note 4 itu mendekati HP ideal pada jaman itu, dan setelah Note 4 saya masih pengen beli Note seri berikutnya, tapi mulai merasa kemahalan harganya.

Setelah Samsung Note 4, saya ganti Asus Zenfone Zoom, lalu berkenalan dengan Xiaomi A1. Makai Asus Zenfone Zoom sekitar 1 tahun, ganti karena problem melambat juga. Xiaomi A1 juga pakai sekitar 1 tahun, dan berikutnya makai Redmi Note 5 Pro bekas Joe.

Harga 3 HP terakhir setelah Note kalau dikumpulkan masih belum cukup buat beli Samsung Note seri baru. Kemarin waktu mau beli HP, Joe menawarkan apa mau beli Samsung Galaxy seri S saja yang relatif masih lebih murah daripada Samsung Note.

Sebenarnya HP Ideal itu bukan dari merknya, tapi dari spesifikasinya. Satu hal yang pasti, gak kepengen pakai iPhone. Pengennya HP yang cepat, dual sim, kamera bagus, kapasitas gede, body ringan, layar gak kecil-kecil amat, ada irDa buat jadi remote dan speknya cukup untuk dipakai beberapa tahun ke depan.

Setelah pilih-pilih dan bandingkan, walau Joe sudah bersedia beliin Samsung Galaxy s10, saya memutuskan beli Xiaomi lagi saja. Kebetulan kemarin baca spesifikasi Xiaomi Mi 9 yang kameranya aja udah 48MP, kapasitasnya juga sudah 128GB dengan RAM 6GB. Sempat agak ragu karena Mi 9 ini tidak ada 3,5mm jack untuk earphone, tapi ternyata ada dikasih kabel adaptor usb-c ke 3,5mm jack dalam kotaknya.

adaptor untuk 3,5mm jack

Setelah lihat harga dan membandingkan antutu score, Mi 9 ini ada versi murahnya. Mi 9T yang kamera untuk selfi bisa naik ke atas, dan ada juga Mi 9SE. Tapi tentunya harga lebih murah karena spesifikasinya dikurangi dari versi biasanya.

Antutu score ini biasanya dipakai untuk membandingkan hasil pengukuran terhadap hardware termasuk HP android. Biasanya yang diukur kinerjanya mulai dari kinerja CPU dan kecepatan rendering display, kecepatan menulis dan membaca ke storage, atau dengan kata lain mengukur kinerja hardware HP secara keseluruhan.

Sebenarnya bedanya sedikit sekali ya dari angka antutunya, tapi dari harganya bedanya lumayan hehehe. Beda antara beli Galaxy 10 dan Mi 9 bisa buat beli 1 HP Android lagi rasanya. Spesifikasi dan baca review dari internet juga bagusan Mi 9 daripada Galaxy S10. Jadilah akhirnya saya memilih Mi 9 ini saja.

Sebenarnya sebelum memutuskan Mi 9, saya sempat mempertimbangkan Mi A3, harganya juga jauh lebih murah dari Mi 9. Tapi, saya pikir kalau beli Mi A3 ada kemungkinan dalam waktu 1 tahun butuh ganti lagi seperti waktu makai Mi A1. Jadi ya mudah-mudahan saja pilihan Mi 9 ini bisa bertahan paling tidak 2 atau 3 tahun, supaya tidak perlu pindah-pindah data lagi.

Oh ya, waktu beli si mbaknya bilang beli Mi 9 ada hadiah tas (padahal tidak ada tulisannya), saya sih iya-iya saja karena belinya bukan karena pengen tas hehehe. Setelah selesai bayar, mbaknya bilang: ini tas hadiahnya. Waah ternyata tas yang di maksud koper untuk kabin. Hahaha berarti abis ini perlu rencana jalan-jalan nih biar kopernya kepakai.

hadiah beli hp disuruh jalan-jalan haha..

Tentang MLM (Multi Level Marketing)

Catatan: Saya tidak anti MLM, tapi ini sekedar opini berdasarkan pengalaman kenapa saya tidak tertarik bergabung dengan MLM (multi level marketing).

sumber dari internet

Siapa yang tidak pernah mengalami dihubungi teman yang sudah lama tidak ada kabar atau ditambahkan jadi teman di sosial media hanya karena ada beberapa teman yang sama lalu kemudian ditawari produk MLM?

Sewaktu kuliah, saya pernah ikutan MLM. Waktu itu saya pakai produknya, awalnya ikutan supaya dapat potongan harga saja. Tapi tentunya, upline tidak pernah membiarkan downline tidak aktif untuk mencari bawahan lagi. Terus ya sempat juga saya jalani walau setengah hati. Tapi usaha untuk menawarkan produk, membujuk ikutan gabung dan kemudian harus membeli supaya tutup poin ternyata tidak semudah itu. Walaupun waktu diajak bergabung dengan harga murah dan sejuta keuntungan lainnya, tapi pada akhirnya banyak juga modal ekstra yang perlu dikeluarkan.

Beberapa hal yang membuat saya berhenti ikutan MLM adalah:

  • Ada terlalu banyak seminar yang katanya perlu diikuti, dan seminar ini tentunya tidak gratis. Kita bahkan disarankan membelikan untuk teman kita yang bisa diprospek untuk menjadi anggota juga.
  • Seringkali untuk mengejar mendapat bonus, akhirnya saya belanja benda-benda yang sedang promosi dengan harapan bisa menjualnya lagi kalaupun tidak saya pakai. Tentunya godaan ini karena ada nilai bonus yang dinominalkan sekian rupiah dan angkanya tentu lebih dari modal yang perlu kita tambahkan supaya tutup poin. Tapi kenyataanya barang-barang tersebut akhirnya terus menumpuk dan tidak berhasil saya jual (emang saya kurang pinter kali ya jualannya).
  • banyak produk yang tadinya saya tidak butuh jadi terasa butuh, dibeli mumpung diskon dan demi kejar poin. Akhirnya saya merasa ini sih namanya menguntungkan produsen saja pada akhirnya. Keuntungan yang ada terasa “semu”.
  • Saya tahu ada banyak yang sudah mendapat penghasilan tetap setiap bulan seperti gaji bulanan, tapi menurut saya untuk sampai ke tahap itu tetap saja butuh waktu dan modal yang lumayan. Mengatur “anak buah” juga dan meyakinkan mereka untuk kejar poin dan merekrut teman-teman baru setiap saat.
  • Misalnya untuk dapat penghasilan yang lumayan itu butuh di tingkat 7 saja, kalau setiap tingkat butuh kaki 2 maka dibutuhkan orang sebanyak 2pangkat 7 – 1 = 127 orang. Atau katakanlah sampai level 6 saja dibutuhkan sekitar 63 orang yang aktif berbelanja dan semuanya tutup poin. Bayangkan kalau setiap orang hanya butuh belanja 1 juta rupiah saja, berapa duit terlibat di dalamnya? Yang jelas yang paling diuntungkan itu yang punya usaha MLM tersebut.
  • Teorinya kita hanya perlu mengatur 2 (atau lebih) bawahan langsung kita saja, prakteknya kalau memang mau dapat target, kita harus mengatur seluruh bawahan. Kita harus tetap menyemangati (memaksa) mereka untuk berbelanja.
  • Untuk sampai ke level di atas 5 itu tidak semudah teorinya. Padahal bonus level 5 itu belum cukup untuk memenuhi kebutuhan bulanan kita. Akhirnya dilemanya setiap bulan antara menjual produk dan mencari keuntungan dari jual produk dan membujuk teman supaya bergabung. Pada akhirnya kerja MLM ini bukan “cuma” selingan tapi jadi kehidupan kita yang mana setiap melihat teman yang terpikir adalah menawarkan produk dan mengajak bergabung.
  • Kadang-kadang produk yang dijual di supermarket sebenarnya lebih murah dan lebih cocok untuk saya, tapi demi kejar poin saya bela-belain pake produk MLM nya.
LevelJumlah orang dengan minimal 2 kaki
11
23
37
415
531
663
7127
8255
9511
101023
112047
124095
138191
1416383

Kalau ada yang sudah berhasil ikut MLM sampai di atas level 7 dan bertahan sampai bertahun-tahun, saya ucapkan selamat. Tapi kalau ada yang masih di bawah dan merasakan apa yang saya sebut di atas, pikirkan kembali apakah sudah siap untuk menjadi sales tetap dari produk MLM yang kamu jual. Hanya sedikit yang bisa sampai ke level atas dengan jumlah orang yang terlibat. Apakah semua produk yang kamu beli untuk tutup poin itu memang sudah paling cocok buat kamu, atau sebenarnya ada rasa keterpaksaan buat membelinya.

Saya tidak bilang MLM itu jelek atau tidak akan berhasil. Saya cuma mau bilang, MLM itu sama saja dengan bisnis apapun. Butuh totalitas juga menjalaninya kalau mau berhasil mendapatkan penghasilan yang stabil. Jadi jangan pernah bergabung dengan MLM karena berpikir ini passive income, cuma nawarin produk dapat bonus ini itu. Jualan MLM itu lebih sulit daripada buka warung kopi! Kalau buka warung, pembeli yang datang ke kita. Kalau produk yang kita jual memang barang yang dicari banyak orang, kita gak perlu ngiklan karena sudah ada yang mengiklankan buat kita. Kalau lokasi warung kita strategis seperti di kantin kampus, yakinlah setiap hari pasti ada yang beli, apalagi kalau tidak ada saingannya. Keuntungan berjualan di warung jelas, semakin banyak laku semakin banyak hasilnya, tapi kita harus keluar modal juga buat stok, tapi kalau hari libur mungkin penjualan menurun.

Kalau mau bergabung dengan MLM, pastikan produk yang dijual ini banyak dipakai orang. Jaman sekarang ada banyak sekali jenis MLM yang menjual multivitamin, suplemen diet, kosmetik, alat kecantikan ataupun alat dan produk rumah tangga. Bahkan dulu sepertinya ada yang model jualan pulsa dengan MLM. Kalau sekarang saya butuh membeli sesuatu produk yang dijual oleh MLM, saya memilih untuk membujuk penjualnya memberi diskon daripada gabung jadi anggota, biasanya sih berhasil hehehe.

lebih lanjut tentang MLM…

Membuang Obat Kadaluarsa

Pagi ini selesai sarapan Jonathan mengeluh bilang sakit kepala. Saya coba cek ternyata dia agak hangat. Padahal pagi-pagi bangun dia masih main trampolin dan sepedaan seperti biasa. Saya suruh dia istirahat dan banyak minum air sambil dipasang kompres cool fever dulu.

Sampai jam makan siang, kakinya dingin dan dia mengeluh AC nya kedinginan, padahal biasanya dia selalu mengeluh panas dan minta pasang AC walaupun di luar hujan. Saya langsung tahu kalau demamnya belum turun dan malah tambah tinggi. Cek pakai termometer 38,6 C. Karena dia mengeluh gak bisa tidur dan menggigil, plus makan siang tidak ada selera, saya pikir ya sudah saatnya dikasih parasetamol.

obat kadaluarsa yang perlu di buang

Waktu cek persediaan obat, loh parasetamol yang ada di kulkas sudah kadaluarsa dari tahun 2018!, cek obat-obatan lain, semuanya sudah kadaluarsa. Ternyata terakhir ke dokter itu kira-kira 2 tahun lalu dan tanggalnya sekitar agustus akhir/september awal. Di satu sisi berpikir: berarti anak-anak gak pernah sakit demam selama 2 tahun terakhir. Saya ingat terakhir kali itu Jonathan dan Joshua itu sakitnya lebih ke masalah pencernaan dan gak pernah butuh parasetamol dan obat-obatan batuk pilek lainnya.

Beberapa waktu lalu, kami juga baru membuang beberapa botol betadine dan obat parasetamol buat orang dewasa yang biasanya jadi persediaan di rumah. Tentunya setelah dibuang perlu untuk membeli yang baru karena betadine, band-aid, kapas, cool fever dan parasetamol itu sudah seperti perlengkapan P3K di rumah.

Sebelum membuang obat-obatan kadaluarsa, saya jadi bertanya-tanya sendiri, botol-botol kaca bekas obat sebaiknya di recycle atau dibuang begitu saja ke tempat sampah. Terus ada juga beberapa obat tablet masih dalam kemasan pertablet, kalau dibuang begitu saja bakal ada yang mungut gak ya? Akhirnya tadi tablet yang ada saya keluarkan dari kemasannya. Untuk obat syrup, saya buang dulu isinya keluar dan botolnya dibilas dikit setelah labelnya di lepasin. Terus botol-botolnya dikumpulkan untuk dikasihin ke recycle aja. Minimal kacanya tidak akan membahayakan buat tukang sampah.

Karena hari ini hujan sejak siang sampai sore, akhirnya saya titip Joe aja yang beli obat sebelum pulang ke rumah. Setelah makan sore dan minum obat, demamnya Jonathan sudah berkurang. Sebelum tidur saya pastikan ukur lagi dengan termometer sudah normal 36,5 C. Semoga malam ini dia bisa tidur nyenyak dan demamnya gak kembali lagi. Agak kuatir juga karena sekarang ini sedang banyak nyamuk dan sudah ada beberapa kasus demam berdarah di Chiang Mai, termasuk di komplek sini ada 1 yang kena.

Kalau ada yang punya saran cara membuang botol obat kosong ataupun obat kadaluarsa, bagi-bagi tips ke saya ya.

Rutinitas Saat Ini

Sebenarnya hari ini sudah hampir bolos menulis, tapi karena beberapa waktu belakangan ini Joshua melihat saya menulis sebelum tidur, dia menyuruh saya duduk dan menulis waktu masuk kamar. Jadi kepikiran untuk menuliskan soal rutinitas kami saat ini.

Jonathan main trampolin tiap pagi

Sejak Jonathan bisa naik sepeda tanpa roda bantu, kami membelikan dia sepeda baru dan juga membeli 1 sepeda lipat untuk Joe pakai. Sudah beberapa bulan ini, setiap bangun pagi setelah main trampolin, mereka keluar bersepeda keliling komplek rumah. Mereka tidak bersepeda hanya kalau hujan. Sebenarnya pengen juga mengajak Joshua bersepeda, tapi dia tidak menunjukkan ketertarikan untuk belajar sepeda, jadi ya sementara ini Joe dan Jonathan saja yang bersepeda. Saya menemani Joshua di rumah.

main sepeda kalau tidak hujan setiap hari

Setiap hari kami juga makan bersama. Makan pagi dan siang pasti bersama (kecuali hari di mana Jonathan ada kegiatan dengan grup homeschoolingnya), makan malam kadang-kadang tidak bersama kalau Jonathan ada jadwal Taekwondo.

Walaupun Jonathan tidak berangkat ke sekolah, tapi hampir setiap hari ada kegiatan di luar rumah. Kegiatan mengerjakan buku pelajaran hanya sampai sebelum makan siang, dan kegiatan keluar rumah biasanya setelah jam makan siang. Hari Sabtu dan Minggu jadi hari untuk keluarga.

Joshua mainan block domino disusun membentuk huruf

Setiap minggunya Jonathan ada kelas Art (1 x 2 jam), kelas piano (1 x 1 jam), kelas taekwondo (2 x 1,5 jam), kelas renang (1 x 30 menit) dan kelas kumon Thai (2 x 1 jam). Untuk kelas kumon Thai, walau ke kelas kumon hanya 2 x seminggu, tapi setiap harinya Jonathan harus mengerjakan lembar kerja kumon Thai. Jonathan dan Joshua juga pergi ke kumpulan homeschool 1 x seminggu dan kelas sensori 2 x 1 jam. Kumpulan homeschool ini berlangsung dari jam 9 pagi sampai jam 3 sore dan lokasinya dekat dari rumah.

Yoga, salah satu kegiatan di grup homeschool

Untuk Joshua, karena kami belum mulai kegiatan Homeschool secara terstruktur, dia belum kami ikutkan ke kelas-kelas tambahan. Di rumah biasanya dia akan berlatih sendiri, menulis di papan tulis, menyusun puzzle tangram atau domino, atau bernyanyi-nyanyi.

Joshua rajin berlatih menulis, ada yang tahu huruf apa itu?

Kegiatan saya sendiri jadi banyak disibukkan dengan antar jemput Jonathan dan Joshua. Untuk kegiatan yang sampai agak malam, Joe yang mengantar Jonathan, sedangkan saya dan Joshua di rumah. Kadang-kadang Joshua dan saya ikutan juga sekalian makan malam di luar.

Karena sering antar jemput dan menunggu, saya jadi punya waktu untuk mengerjakan memrise atau sekedar membaca. Pernah juga mencoba untuk menulis, tapi ya masih belum bisa langsung fokus, jadi saya malas bawa-bawa laptop dan memilih mengerjakan yang bisa dikerjakan di HP saja.

Kegiatan menulis blog ini saya kerjakan biasanya selesai makan malam. Entah kenapa, walaupun ada ide atau kebanyakan ide, saya sulit menulis di pagi atau siang hari. Makanya beberapa hari ini Joshua melihat saya menulis di saat dia akan tidur. Jadinya sudah beberapa kali kalau dia masuk kamar untuk tidur, dan melihat saya tidak duduk di depan komputer untuk menulis, dia akan bilang: “Mama, go to your chair and write!”. Demikian juga dengan hari ini, padahal saya sudah niat bolos aja nulisnya. Begitulah rutin buat anak-anak. Mereka mungkin belum belajar membaca jam, tapi mereka mengingat urutan kegiatan, termasuk mengingat kalau dia mau tidur apa saja yang harus dilakukan sebelumnya termasuk apa yang harus dilakukan mama papanya hehehe.

Keisengan belajar Bahasa

Ceritanya, sejak awal tahun ini saya agak rajin belajar bahasa Korea di aplikasi Memrise sekitar 15 – 30 menit setiap hari. Targetnya sih belajar 15 kata baru, tapi kadang-kadang banyak juga kata yang lama ketika diulang saya lupa. Tanpa terasa, sekarang saya sudah sampai belajar Korea level 5 di Memrise. Apakah saya sudah bisa ngomong bahasa Korea? jujur aja belum! loh terus ngapain aja tiap hari? ya nambah kosakata. Kalau dengar atau baca mulai bisa dikit-dikit, tapi kalau ngomong karena saya gak punya teman latihan dan kurang rajin menuliskan kembali, jadi ya gitu deh. Terus ngapain diterusin kalau gak belajar sungguh-sungguh? ya namanya juga iseng, ini cuma salah satu cara melatih diri untuk konsisten mengerjakan sesuatu yang sama setiap harinya. Sama seperti saya berusaha konsisten menulis tiap hari yang belakangan ini mulai sering bolos. Setidaknya untuk memrise ini saya belum ada bolosnya.

Korean, Russian, Dutch, …berikutnya apa nih?

Terus belakangan, saya agak bosan dengan bahasa Korea (belum mahir tapi bosan itu gimana sih). Nah saya pikir, coba kita cari bahasa lain yang kira-kira lebih mudah dipelajari. Pilihan jatuh ke bahasa Belanda. Kenapa bahasa Belanda? ya saya pikir bahasa Belanda kan kabarnya banyak diserap tuh ke dalam bahasa Indonesia, terus tulisannya juga gak pake script baru. Jadi memang saya cuma pingin tahu seperti apa sih bahasa Belanda itu. Dan ternyata memang cukup mudah walau tidak seperti yang saya pikirkan.

Saya pikir bahasa Belanda itu akan gampang dibaca karena bunyi alfabetnya sama dengan bahasa Indonesia, tapi ternyata ada bunyi yang berbeda dan perlu latihan membunyikannya. Sekilas bahasa Belanda juga mirip bahasa Inggris. Tapi sejauh ini belum banyak juga kata-kata yang saya kenali dipakai dalam bahasa Indonesia. Paling baru menemukan ada kata donker yang artinya warna gelap. Tapi untuk bahasa Belanda, jauh lebih mudah mengingat kosakatanya. Baru beberapa hari saya sudah masuk level 2 (total ada 7 level juga).

Nah, setelah beberapa hari rutin Memrise Korea dan Belanda, saya tambah 1 bahasa lagi: bahasa Rusia. Nah kalau bahasa ini saya pilih karena Joshua belakangan suka iseng nonton YouTube alfabet Rusia. Jadi saya pikir, cobalah biar bisa tahu Joshua beneran ingat atau cuma ngarang aja.

dibaca: privyet

Kesan tentang bahasa Rusia gimana? saya bingung sendiri karena bentuk alfabetnya sebagian mirip dengan A-Z yang dikenal di bahasa Inggris ataupun Indonesia, tapi cara membacanya berbeda. Belum lagi beberapa simbol itu sepertinya diambil dari huruf Greek. Jadi serasa baca kode sandi. Bunyinya juga sungguh ajaib terasa karena belum biasa.

dibaca: spasibo

Untuk contoh kata pertama: hello dalam bahasa Rusia:
привет, pemetaannya selalu konsisten sih, jadi huruf п dibaca ‘p’ , lalu yang terlihat p itu dibaca ‘r’, simbol и dibaca ‘i’, dan huruf B dibaca ‘v’, sedangkan huruf e dibaca ‘ye’, untuk T dibaca ‘t’ jadi lengkapnya dibacanya privyet. Kalau pusing mari pegangan hahaha.

Contoh kata kedua: thanks dalam bahasa Rusia dituliskan: спасибо, setiap huruf c dibaca ‘s’, dan yang seperti angka 6 itu dibaca ‘b’, huruf a dan o di bacanya tetap a dan o, jadi kata hello dalam bahasa Rusia dibaca: spasibo (bunyi o terdengar seperti bunyi a). Makin pusing karena sudah terbiasa dengan tulisan alfabet yang biasa. Ternyata lebih sulit untuk mengingat bunyi yang baru untuk simbol yang sama.

Jadi kesimpulannya setiap bahasa baru itu ada tingkat kesulitan masing-masing. Huruf yang sudah dikenali, kalau menghasilkan bunyi yang berbeda bisa jadi lebih sulit kita hapalkan dibandingkan huruf yang bentuknya baru dan berbeda seperti Thai dan Korea. Terus mau sampai kapan keisengan ini berlanjut? ya belum tau, sekarang sih masih berasa senang karena nambah ceklist yang selesai setiap harinya.

Mungkin akan ada yang berpikir ngapain sih belajar bahasa kalau gak dipakai. Atau ada yang pengen belajar bahasa baru tapi merasa ga punya waktu untuk pakai aplikasi seperti ini. Saya sih latihan bahasa ini seringnya sambil menunggu anak, tapi kalau seharian gak sempat, sebelum tidur juga dikerjakan deh. Targetnya bukan menguasai bahasanya saja, tapi melatih diri untuk konsisten sambil mengenalkan hal baru supaya melatih daya ingat. Kalau suatu saat saya jadi bisa menguasai bahasa yang dipelajari itu bonus hehehe.

Memperbaharui SIM Thailand di Chiang Mai

Kemarin Joe baru menyadari kalau driving license/surat ijin mengemudi (SIM) Thailandnya sudah expired sejak beberapa bulan lalu. Begitulah kalau rumah dekat dengan kantor, jadi jarang nyetir dan tidak perhatian dengan SIM. Tidak terasa artinya sudah 5 tahun yang lalu terakhir kali kami memperbaharui SIM. Saya langsung periksa punya saya juga akan expired beberapa bulan lagi. Hari ini kami ke kantor transportasi untuk memperbaharui SIM untuk 5 tahun ke depan. Berdasarkan informasi dari situs ini, kalau terlambat memperbaharui tidak sampai 1 tahun, tidak dikenakan denda dan prosesnya hampir sama dengan pembuatan menjelang masa expired.

Berdasarkan pengalaman 5 tahun lalu, Joe bisa memperbaharui SIM dengan menggunakan surat ijin kerja yang di dalamnya ada alamat tempat tinggal, sedangkan saya harus membuat surat keterangan tempat tinggal (residential certificate). Proses pembuatan residential certificate ini bisa di imigrasi dan kabarnya butuh waktu yang tidak sebentar (menunggu wawancara sampai akhirnya keluar suratnya). Nah kali ini, saya nekat datang membawa surat keterangan tempat tinggal yang dikenal dengan buku kuning. Buku kuning ini intinya buku yang dikeluarkan resmi oleh pemerintah Thai untuk orang asing yang tinggal menetap di Thailand sebagai identitas bahwa orang tersebut tinggal di rumah beralamat yang tertera dalam buku kuning tersebut. Buku ini bukan tanda kewarganegaraan, tapi lebih seperti kartu keluarga di Indonesia (family record). Dengan kata lain buku kuning ini fungsinya sama dengan surat keterangan tempat tinggal.

Gedung Land and Transportation Chiang Mai, lantai 2

Tadi pagi kami berangkat ke kantor transportasi dengan membawa dokumen berikut ini:

  • SIM asli yang akan diperbaharui
  • Passport asli
  • Fotokopi passport halaman identitas dan halaman visa tinggal yang masih berlaku
  • Fotokopi buku kuning halaman depan dan halaman di mana ada nama kami
  • Untuk Joe dia juga membawa fotokopi surat ijin kerja di Thailand

Semua lembar fotokopi harus ditandatangani lagi oleh kami.

Langkah pertama: datang ke lantai 2 dari gedung transportasi, ke meja informasi. Di meja informasi akan memeriksa apakah ada dokumen yang kurang. Kami pikir awalnya Joe tidak perlu buku kuning karena sudah ada surat ijin kerja, tapi ternyata diminta juga. Jadi kami perlu memfotokopi lagi buku kuningnya. Di sana untungnya ada tempat fotokopi dengan membayar 2 baht/lembar.

Dari meja informasi, kami diberikan lembaran kontrol untuk diserahkan ke counter 27. Di counter 27 sekali lagi mereka memeriksa kelengkapan dokumen sambil memberikan nomor antrian. Karena kami datang sudah jam 9 lewat, nomor antriannya ternyata sudah hampir habis. Hampir saja kami disuruh kembali datang besok, karena ada kewajiban untuk mendengarkan video penjelasan lalu lintas selama 1 jam dan antrian untuk yang berbahasa Inggris sudah habis. Kali ini jurus saya menjawab pertanyaan dengan bahasa Thai membuat ibu di counter yakin kalau kami bisa ikutan dengarkan video bahasa Thai saja dan bisa menyelesaikan urusan hari ini juga hehehe.

Duduk di kelas begini serasa balik ke jaman kuliah hehehe

Dalam 1 hari hanya ada 2 kali sesi menonton video ini. Kami sudah terlambat untuk ikut sesi pagi. Kami disuruh datang lagi untuk ikut sesi jam 1 siang. Untuk perpanjangan SIM 5 tahun, kami perlu menonton video tentang peraturan lalu lintas di Thailand selama 1 jam, untuk yang terlambat memperbaharui lebih dari 1 tahun wajib menonton video 2 jam dan ikut tes lagi. Untuk yang terlambat memperbaharui lebih dari 3 tahun prosesnya seperti bikin baru yaitu nonton video 2 jam, test tertulis dan tes praktek.

menonton video peraturan lalu lintas di Thailand

Kami pulang dulu ke rumah menunggu jam 1. Sekitar jam 1 tepat kami dipanggil bersama dengan rombongan yang sama-sama mengurus SIM. Setiap orang di test buta warna atau tidak (terutama untuk warna merah, kuning, hijau). Setelah itu masuk ke ruangan untuk menonton video selama 1 jam.

menunggu antrian bayar

Selesai menonton video 1 jam, berkas kami dikembalikan (termasuk passport dan sim asli yang ditinggal sebelumnya) untuk selanjutnya mengambil antrian membayar dan foto. Kami juga diminta untuk memastikan penulisan nama sudah benar. Untuk pembuatan SIM mobil 5 tahun kami membayar 500 baht (setahunnya 100 baht), lalu ada biaya dokumen 55 baht. Total kami membayar 555 baht perorang. Kami tidak punya SIM motor, karena kami gak punya motor (dan saya gak bisa bawa motor hehehe).

hampir selesai…

Antrian membayar sebenarnya cukup cepat, tapi nomor antrian kami memang sudah agak terakhir, jadi kami harus menunggu sampai kami mendapat kesempatan bayar. Selesai bayar, kami duduk lagi menunggu dipanggil untuk foto. Selesai foto, menunggu proses print foto ke SIM dan bawa pulang SIM baru deh.

yay, aman deh sampai 5 tahun ke depan

Sekitar jam 3.30 sore kami sudah kembali ke rumah. Kalau saja kami datang lebih pagi, mungkin kami bisa ikut sesi video yang pagi, tapi kalau kami datang sebelum jam 1, bisa-bisa kami disuruh datang lagi besok hari. Walaupun tadi nonton videonya sampai terkantuk-kantuk, tapi senang rasanya urusan hari ini bisa beres dan gak ada masalah, apalagi merasakan guna buku kuning yang mengurangi kerepotan urusan ke imigrasi. Mungkin peraturan pembuatan SIM di Thailand sudah akan berubah 5 tahun mendatang, tapi saya tuliskan di sini supaya ingat prosesnya.