Hari ini, 16 tahun yang lalu kami melangsungkan pesta pernikahan kami. Sudah banyak hal yang saya tuliskan tentang hubungan kami, jadi kali ini saya hanya ingin menuliskan ungkapan syukur. Dulu saya khawatir membuat posting yang berisi ucapan syukur: nanti gimana kalau keadaan berubah? Tapi justru di saat keadaan sedang baik, kita perlu mengucap syukur, supaya ingat kalau nanti keadaan berubah.
Saya bersyukur kami berdua masih diberi kesehatan, dan anak-anak juga sehat. Kami bersyukur kami masih bersama, rukun, dan merasa bahagia. Kami saat ini hidup berkecukupan, dan tidak memiliki beban cicilan.
Setiap hubungan pasti punya suka dan duka, dan saya merasa sampai saat ini hubungan kami lebih banyak suka dibanding dukanya. Mungkin karena semuanya dihadapi bersama, jadi banyak persoalan hidup terasa lebih ringan. Dihadapi bersama ini artinya dibicarakan, didoakan dan dikerjakan bersama.
Hari ini Jonathan bersia 12 tahun. Tahun depan resmi jadi teenager. Masih seperti tahun-tahun pandemi, kami tidak mengadakan perayaan undang teman tapi hanya merayakan bersama sebagai keluarga saja.
Kebetulan juga hari ini dia mengikuti Tantangan Bebras 2022. Selain itu juga ada kegiatan lain yang harus dilakukan jam 3 – 4. Puji Tuhan, hari ini Jonathan tetap bisa menikmati hari ulang tahunnya, walaupun tidak dirayakan dan tetap banyak kegiatan.
Hari ini Joshua berulang tahun ke-7. Mulai dari tahun lalu, Joshua sudah sangat mengerti tentang ulang tahun. Tapi, buat dia ulang tahun itu bukan berarti harus dirayakan mengundang teman, tapi cukup dengan tiup lilin dan ada kue ulang tahunnya (yang biasanya kue ulang tahun dari bahan es krim).
Oh ya, ada sedikit cerita lucu. Jadi tanggal 5 kemarin, ketika bangun tidur, Joshua langsung bilang: I am 7 now. Ternyata dia sudah tidak sabar, sampai salah tanggal. Tapi, ketika kami beritahu kalau masih ada 1 hari lagi, dia mengerti.
Hari ini tepatnya sudah 15 tahun sejak pernikahan kami, dan sudah ada begitu banyak hal yang kami alami bersama. Selama 15 tahun ini kami punya rencana secara umum, tapi tidak pernah spesifik, dan menjalani hidup ini seperti petualangan.
Sebagian orang punya rencana detail dalam hidupnya: ingin masuk sekolah mana, ingin bekerja di mana, dan dalam berapa tahun harus mendapatkan jabatan apa. Sementara kami punya rencana tapi sekedar “ingin sekolah lagi” (tapi tidak benar-benar aktif mencari), “ingin punya anak” (tapi tidak langsung buru-buru konsultasi ke dokter).
Pasti sudah tidak sabar ingin membaca surat dariku ini. Dari kemarin kamu sudah nanyain tanggal 27 Januari mau nulis apa? Setiap tahun tanggal 27 Januari selain tanggal-tanggal yang dianggap penting lainnya, pasti deh disuruh nulis di blog tentang berbagai hal-hal yang sebenarnya sudah sering diobrolin setiap hari.
Aku ingat, kamu pernah bilang: “Ya gak apa-apa, dituliskan saja, biar kalau suatu hari kita lupa karena satu dan lain hal, kita bisa ingat lagi tentang apa yang pernah kita pikirkan dan rasakan.” Udah kayak status media sosial saja ya. Tapi bedanya, kalau di media sosial statusnya hanya akan bertahan sampai media itu tutup seperti layanan gratisan lainnya, kalau menulis di blog ini, mudah-mudahan kita bisa baca lagi pada tahun-tahun mendatang.
Masalahnya adalah, walapun tiap hari sudah konsisten menulis, rasanya kok aku nggak bisa ya menulis hal-hal apalagi surat yang akan dibaca orang lain selain orang yang ditujukan untuk membacanya. Tapi, berhubung aku diajakin Nulis Kompakan Mamah Gajah Ngeblog, ya udahlah sekalian aku tuliskan surat ini di sini.
Hari ini sudah 14 tahun kami menikah. Saya bersyukur kami masih bisa bersama dan tetap rukun, memiliki pandangan hidup yang sama. Sejauh ini tidak ada hal yang membuat kaget dalam hubungan kami. Boleh dibilang kami memiliki titik awal yang baik, jadi perjalanannya terasa ringan.
Kami memilih pasangan sendiri dan bukan karena dijodohkan orang tua, jadi kami tidak merasa terbeban terhadap orang tua. Kami memiliki waktu untuk saling mengenal jadi tidak terburu waktu. Meski kami berbeda suku, tapi tidak ada masalah karena kami berusaha untuk saling mengerti. Kami memiliki banyak kesamaan sehingga banyak topik yang bisa dibicarakan. Kami juga memutuskan menikah setelah cukup yakin dengan situasi ekonomi kami.
Dulu sebelum menikah, kami mengikuti katekisasi pra nikah di gereja. Materinya cukup banyak dari mulai masalah teologi, ekonomi, sampai kesehatan. Kami pernah menuliskan soal katekisasi dulu di sini. Dengan katekisasi itu, kami jadi merenungkan berbagai pertanyaan sebelum ada masalah.
Sebagian orang langsung menikah dan berprinsip: kita lihat nanti lah. Mungkin dari sekedar masalah tinggal di mana, sampai masalah jumlah anak. Sebagian orang bisa hidup seperti ini, sebagian mempertahankan pernikahan walau tak bahagia, dan sebagian akhirnya bercerai. Memang tidak ada jaminan bahwa jika pernikahan dimulai dengan baik akan berakhir dengan baik, tapi bagi yang belum menikah: cobalah memulai dengan baik agar perjalanannya lebih mudah.
Tidak lama setelah kami menikah, kami pindah ke Thailand. Ini menjadi tantangan baru bagi kami. Saya merasa bersyukur tidak langsung dikaruniai anak sehingga ada waktu bersama berdua saja. Ketika sudah dikaruniai anak, semuanya jadi lebih mudah.
Sejak menikah kami membuat tradisi-tradisi kecil keluarga, seperti pergi makan sekeluarga di hari spesial. Sejak dulu kami suka honey toast icecream, tapi hari ini kami memutuskan membuat sendiri saja, mengingat beberapa minggu lalu cukup ada banyak kasus COVID di Chiang Mai, walau saat ini sudah dinyatakan bebas selama 2 minggu.
Saat ini saya merasa bahagia setiap hari bersama Risna, menghadapi hidup dengan rutinitas sederhana yang menyenangkan. Sekarang perjalanan kami berikutnya adalah mempersiapkan masa depan anak-anak sambil mempersiapkan hari tua kami. Kami berharap masa depan kami juga bisa dihadapi bersama penuh cinta.
Hari ini 13 tahun lalu, kami mengucapkan janji pernikahan kami, setelah 3 tahun saling mengenal lebih dekat sambil menyelesaikan kuliah s2.
Ada banyak yang ingin dituliskan, tapi hari ini saya akan menuliskan kenapa saya mau menikah dengan Joe. Latar belakang saya orang Batak dan Joe orang Jawa sebenarnya sempat bikin ragu-ragu menerima Joe, tapi ternyata bukan latar belakang suku yang menentukan 2 orang bisa bersama. Kepribadian 2 orang itu yang lebih menentukan apakah bisa saling menerima dan saling membangun, atau malah saling menghancurkan.
Alasan pertama saya mau menerima Joe adalah karena dia orangnya jujur dan to the point. Jadi, awalnya saya tidak menyadari kalau Joe itu lagi mendekati saya. Oh ya, kami sekelas dan satu kantor, tapi lebih banyak ngobrol setelah sering makan siang bareng di bulan puasa. Kebetulan hanya kami berdua yang tidak puasa, jadi ya otomatis kalau mau makan siang ya berdua aja.
Sambil makan siang, tentunya sambil ngobrol berbagai hal. Mulai dari ngomongin blog, buku, film dan termasuk ngomongin orang. Ngomongin orang di sini gak spesifik, tapi ngomongin orang-orang yang disekitar kami yang duduk di meja-meja lain. Kami bisa mengarang cerita kira-kira mereka lagi membahas apa, kenapa ekspresinya begitu. Kadang-kadang sambil membahas buku, kami juga jadi saling menceritakan pandangan kami tentang berbagai hal.
Terus to the pointnya mana? sabar pemirsa. Berbeda dengan Joe, saya ini orangnya kadang suka muter-muter dulu. Penjelasan dulu, baru kesimpulan. Kalau Joe orangnya kasih tau dulu intinya, kasih penjelasan baru kesimpulan. Loh kesimpulannya sama-sama diakhir? ya iya, mana pernah ada tulisan kesimpulan di awal. Udah penasaran belum? hahaha, maap, ini lagi agak-agak kurang ide menulis jadi ngomong sendiri.
Nah pada suatu hari, waktu ngobrol-ngobrol, saya bilang kalau saya di umur saat itu nggak nyari pacar, tapi nyari calon suami. Terus saya bilang lagi: tapi saya juga ga mau buru-buru nikah, saya mau kenalan dulu paling nggak 1 tahun sebelum menikah. Soalnya siapa tau dalam 12 bulan itu, kelakuan orang berubah tergantung cuaca. Jadi dalam cycle 1 tahun, mudah-mudahan cukuplah untuk tahu apa yang perlu diketahui. Tau-tau Joe bilang dia mau daftar jadi calon suami saya. Lah saya terdiam gak tau meresponnya gimana hahahaha. Terus ya abis itu saya mencari-cari alasan biar tidak harus menjawab dan semi menakut-nakuti Joe.
Saya ini orangnya dikenal cerewet, bawel dan galak. Padahal sebenarnya bawel, cerewet dan galak saya selalu ada alasannya, bukan karena saya hobi marah-marah. Siapa juga yang hobi marah, capek deh marah-marah mulu. Tapi kata Joe saya ini gak pernah tuh marahin dia.
Setelah kejadian itu, saya sebenarnya secara tidak langsung memberi jawaban tidak, tapi ya Joe tidak jadi berubah dan kami tetap makan siang bareng seperti biasa. Saya juga biasa aja, karena secara ga sadar, saya mulai terbiasa dan senang bisa ngobrol sama Joe. Padahal kalau orang-orang lihat, Joe itu pendiam dan gak banyak omong, tapi ternyata sama saya, Joe bisa ngobrolin banyak hal.
Setelah 13 tahun menikah, saya semakin bersyukur kalau Joe waktu itu nggak langsung mundur teratur. Karena akhirnya dia berhasil meyakinkan saya untuk memilih dia jadi suami hahaha. Keputusan untuk mengenal lebih dekat selama lebih dari 1 tahun itu juga sudah benar, tidak ada hal yang mengejutkan dari karakter Joe dalam 13 tahun menikah.
Hal lain yang juga saya suka dari Joe adalah: dia selalu mau mendengarkan saya. Setelah menikah dengan Joe, saya sih merasa jadi berkurang kebawelannya. Kalau ada hal-hal yang bikin emosi, biasanya saya ceritakan ke dia, dan emosinya bisa mereda. Selain mendengarkan keluh kesah dan omelan, sejauh ini cara pandang kami dalam banyak hal yang prinsip juga sama termasuk cara mendidik dan membesarkan anak. Walaupun sibuk kerja, dia masih mau menyediakan waktu untuk main dengan anak-anak dan bahkan urusan mandiin anak juga gak masalah.
Satu hal yang juga bisa bikin kami menikah 13 tahun tanpa banyak drama adalah: kami selalu mengkomunikasikan apa yang kami rasakan. Kalau ada yang bikin sebel, ya dikasih tau. Kalau saya lagi terlalu malas juga bakal ditegur sama Joe hehehe. Kalau ada kekhawatiran yang dihadapi, kami juga saling menceritakan apa yang membuat kami merasa khawatir. Kami berusaha untuk tidak pakai acara tebak-tebak buah manggis. Karena dari dulu saya pernah bilang – jangan pernah ada kata-kata: harusnya kau tau isi hatiku, karena aku gak punya kemampuan telepati (lah ini bahasa drama banget yah).
Ceritanya jadi kemana-mana kan. Cerita ini saya tuliskan di sini untuk Jonathan dan Joshua. Kalau mau cari pasangan, gak usah pakai drama. Kalau memang suka ya bilang suka, kalau ditolak jangan langsung menyerah hahaha. Komunikasikan perasaan, dan jangan main tebak-tebakan. Kalau gak jodoh? ya terimalah, namanya juga nggak jodoh, jangan dipaksakan.
Buat Joe, terimakasih karena mau menjadi suamiku. Semoga kita selalu bahagia selamanya walau apapun yang ada di depan kita (dangdut mode banget ya hahahhaa).
ps. sewaktu saya menulis, Joe menulis juga, dan ya secara gak sengaja intinya sama sih: komunikasi hehehe.