Ke Bioskop Lagi

Setelah sekian lama gak ke Bioskop, akhirnya tadi dapat kesempatan nonton berdua doang hehehe. Mumpung anak-anak lagi ikutan kegiatan musim panas dan Joe pulang bisa ijin pulang cepat. Dari kemaren sebenernya udah pengen nonton Captain Marvel, tapi ya Joshua sepertinya belum bisa di ajak nonton ke bioskop. Terakhir itu diajak nonton dia malah pengen keluar dari bioskop melulu, jadi ya gak bisa menonton dengan tenang. Jonathan sebenernya sudah bisa diajak nonton, beberapa kali malah Joe dan Jonathan aja nonton berdua.

Film Captain Marvel ini sesuai judulnya merupakan bagian dari cerita dari Marvel Comic. Tokohnya berbeda dari biasanya, kali ini perempuan. Di posting ini gak akan membahas ceritanya, tapi secara umum filmnya menarik dan adegan berantemnya juga lumayanlah. Oh ya, film ini bukan film anak-anak karena banyak adegan berantemnya. Kapan-kapan bakal nulis soal ceritanya, kalau nggak minta Joe yang nulis review filmnya hehehe.

Di Thailand, sebelum film dimulai ada banyak iklan dan juga memutar 1 lagu penghormatan kepada rajanya. Joe sempat bertanya-tanya, kira-kira gimana ya video yang ditampilkan ketika ada lagu penghormatan kepada rajanya sekarang. Video yang ditampilkan biasanya berganti setelah beberapa waktu, dan kali ini diperlihatkan masa transisi dari raja yang lama ke raja yang baru. Jadi dalam videonya ditunjukkan bagaimana sang ayah mendampingi putranya sejak kecil sampai besar setiap kali ada kegiatan kunjungan ke daerah. Menurut saya, videonya cukup menyentuh, salut untuk yang memikirkan konsep videonya.

Karena acara anak-anak itu dari jam 9 sampai jam 3 sore, kami memilih untuk nonton siang. Untungnya ada yang mulainya jam 12.30, jadi kami sekalian makan siang di mall dan nonton. Tapi karena filmnya saja 2 jam dan iklan sebelumnya 30 menit, kami gak kebagian nonton ekstra ending dari filmnya. Buru-buru jemput anak-anak ke tempat kegiatan mereka.

Beli tiket di sini sejak beberapa waktu lalu sudah langsung pakai e-tiket. Kalau dulu sebelum punya anak, kami beli kartu prabayar supaya tiketnya lebih murah. Terus sejak jarang ke bioskop ya kami gak beli lagi. Tapi sekarang mesinnya bisa nerima kartu kredit, jadi tadi beli tiketnya pakai kartu kredit saja. Sebenarnya tadi rencana beli online pakai aplikasinya, tapi entah kenapa tadi gagal mulu beli onlinenya.

Harga tiket bioskop belum banyak perubahan dari beberapa tahun lalu. Kami beli yang kursinya lebih besar dan lebih belakang, seorang 190 Baht. Kalau 5 baris lebih depannya bedanya sekitar 20 baht per orang. Sebenarnya ada promosi hari tertentu di mana harga tiket cuma 100 baht/orang, tapi ya kami bisanya hari ini, jadi gak apa-apalah bayar lebih.

Dari iklan/trailer film yang ditampilkan, ada beberapa yang sepertinya cukup menarik untuk ditonton di bioskop. Tapi gak tau nih bakal dapat kesempatan lagi gak nonton di bioskop. Buat sebagian orang, punya anak memang tidak jadi halangan buat nonton ke bioskop ber-2, apalagi kalau punya mbak atau kakek nenek yang bisa dititipin anak-anak. Buat kami, ninggalin anak-anak di rumah untuk nonton ke bioskop itu rasanya gak tega. Kalau anak-anak lagi ada acara yang cukup fun buat mereka, ya sah-sah saja kami juga nonton ke bioskop. Jadi kita lihat saja kapan lagi ada acara di mana anak-anak bisa dititipkan hehehe.

Sekian lama gak nonton ke bioskop, saya jadi ingat lagi kenapa beberapa film action itu gak terasa menarik kalau nonton di rumah. Emang beda rasanya nonton dengan layar lebar dan sound system yang bagus, dibanding nonton di rumah dengan gangguan anak-anak hehehe. Tapi kalau di bioskop pakai gangguan anak-anak juga gak lebih baik hehehe. Satu aja sih kekurangannya nonton di bioskop sini, saya belum bisa baca subtitle Thai nya, dan harus mendengarkan percakapannya supaya bisa mengerti mereka lagi ngomong apa. Kalau di rumah biasanya kami nonton pasti ada subtitle bahasa Inggrisnya, jadi walau suaranya kurang jelas, tetap bisa mengikuti ceritanya. Mudah-mudahan dapat kesempatan lagi nonton film-film berikutnya di bioskop tahun ini.

Serba Serbi Belajar Bahasa Thai

Waktu pertama kali tahu akan pindah ke Chiang Mai, saya dan Joe mulai mencari tahu mengenai bahasa Thai. Joe sih yang lebih banyak mencari info dan memberi tahu saya fakta-fakta soal bahasa Thai. Waktu itu saya sih cuma jawab ooo gitu ya doang, karena ga kebayang dan mikirnya ah nanti juga bisalah hehehe. Joe membeli beberapa e-book dan podcast untuk pengenalan bahasa Thai. Sekarang ini udah lupa nama e-book dan podcastnya. Terus dapat buku belajar bahasa Thai titipan dari sepupu terbaik yang waktu itu masih tinggal di Singapura. Katanya sih dia nitip sama temennya yang orang Thai, dibeliin buku Thai for Beginners Benjawan Poomsan Becker, yang waktu itu masih pake cd audio. Buku ini banyak banget menambah vocabulary di awal belajar bahasa Thai.

Walaupun ada waktu beberapa bulan untuk belajar bahasa Thai sebelum berangkat ke Chiang Mai, tapi entah kenapa waktu itu saya gak merasa bersemangat untuk belajar. Baru buka beberapa halaman sambil dengar cd audionya udah berasa kewalahan duluan dan merasa aduh ini tulisan apaan sih kayak cacing semua, terus pas dengar audionya bilang bunyi kata “ma” aja bisa 5 jenis naik turun dan beda arti semua, saya langsung mikir aduh susah bener sih, perasaan kedengarannya sama saja. Terus kami mencoba mencari DVD film Thai, dan ketemunya beberapa film horror dan berasa serem duluan hahaha.

Mungkin waktu itu karena belum bener-bener butuh, saya jadinya ga serius berusaha belajar baca bahasa Thai. Tapi setelah sampai di Chiang Mai, ya mau gak mau harus mulai belajar. Dan ternyata, gak sesusah yang saya bayangkan sebelumnya. Belajar bahasa itu tergantung masing-masing orang gimana model belajarnya. Sepertinya saya buka tipe yang bisa belajar sendiri dengan buku, saya memutuskan ikut kelas percakapan seminggu 3 kali, masing-masing selama 2 jam.

Ternyata keputusan belajar sekali 3 minggu ini ideal buat saya. Dengan adanya jeda hari kosong, saya punya waktu untuk mengingat setiap kosa kata baru yang saya pelajari. Setting kelas dengan isi sekitar 10 orang juga membantu saya mereview kosa kata yang dipelajari hari itu. Oh ya, biasanya kelas percakapan bahasa Thai itu menggunakan transliterasi, jadi saya tidak langsung belajar huruf-huruf cacing yang jumlahnya banyak itu.

Pelajaran pertama yang paling kepakai itu pelajaran angka, selain mengucapkan salam. Pelajaran angka ini berguna waktu belanja ke pasar ataupun belanja oleh-oleh. Kata-kata untuk menawar harga juga penting hehehe. Setelah ikut kursus, saya mulai menguasai perbedaan nada naik turunnya dan mulai bisa membedakan kata-kata yang saya dengarkan.

Setelah beberapa bulan les di tempat yang 3 x seminggu itu, saya mulai merasa butuh percepatan alias gak sabaran untuk belajar lebih banyak lagi. Akhirnya saya pindah kursus Senin – Jumat setiap pagi 2 jam. Dalam waktu sekitar 3 bulan saya selesai kelas conversation. Ada banyak kosa kata yang saya pelajari, tapi banyak juga yang hilang karena gak dipakai. Oh ya waktu itu saya masih kerja part time di kantor Joe, seharusnya ada kesempatan berlatih ngobrol, tapi karena di kantor pakainya bahasa Inggris, ya akhirnya malah gak banyak latihan ngobrol juga.

Setelah selesai kelas percakapan, entah kenapa saya gak kepikiran untuk segera belajar baca tulis. Mungkin karena waktu itu udah berasa cukup, plus karena merasa ah nanti belajar sendiri saja. Tapi lagi-lagi gagal belajar sendiri karena gak sediakan waktu setiap harinya. Akhirnya saya ikut kelas lagi untuk membaca/tulis. Nah kesalahan saya setiap kali belajar baca ini adalah, saya merasa kewalahan duluan sebelum mencoba membacanya pelan-pelan, dan akhirnya menyerah. Di kelas saya selalu bisa mengikuti apa yang dijelaskan, tapi karena gak pernah latihan, ya akhirnya sampai sekarang membacanya masih super lambat dan jalan di tempat.

Waktu Jonathan mulai ikut kelas KUMON bahasa Thai, saya berniat untuk ikutan mengerjakan tugasnya, tapi karena waktu itu merasa terlalu mudah, saya malah gak ikutan ngerjain hehee. Sekarang ini Jonathan masih ikut kelas KUMON dan setiap harinya dia membaca cerita-cerita pendek dari tugas kumonnya. Saya kadang-kadang masih membacanya, tapi lebih sering tidak.

Sekarang ini, setelah 12 tahun tinggal di Chiang mai, saya merasa cukup bisa berkomunikasi dengan orang lokal, asal topiknya bukan topik politik. Saya bisa mengerti kalau ada pembicaraan mengenai pendidikan anak. Saya bisa ngobrol dengan banyak orang Thai ketika belanja ataupun anter jemput Jonathan dengan kegiatan ekstra kurikulernya. Saya bisa membaca tapi masih tidak sesuai harapan. Saya bisa menuliskan semua huruf Thai, tapi saya belum bisa mengeja banyak kata dalam bahasa Thai. Mengeja kata dalam bahasa Thai ini agak rumit, karena untuk bunyi huruf K saja bisa beberapa pilihan huruf. Kalau menurut orang lokal, untuk mengingat ejaan kata-kata tersebut satu-satunya cara ya semua itu harus dihapalkan *gedubrag*.

Oh ya, sekarang ini saya suka menggunakan voice typing di HP untuk mencoba menuliskan kata-kata dalam bahasa Thai juga. Sejauh ini saya cek ke kamus, asalkan pengucapannya benar, hasil voice typingnya juga cukup akurat. Saya juga cukup bisa membaca percakapan di Line Grup Homeschooling Chiang Mai sini. Saya juga mencoba membaca status FB teman-teman Thai saya. Tapi sampai sekarang saya belum terlalu percaya diri untuk menulis status FB dalam bahasa Thai hehehe.

Belajar bahasa ini proses yang panjang. Setiap tahun saya menargetkan untuk bisa lebih lancar lagi membaca bahasa Thai, tapi kalau memang tidak sediakan waktu ya akhirnya masih jalan di tempat. Sepertinya saya harus membuat challenge ke diri sendiri untuk lebih lancar lagi membacanya.

Kalau ada yang punya tips bagaimana cara belajar bahasa yang kalian lakukan, silakan tulis di komen ya.

Miskonsepsi Seputar Chiang Mai

Selama beberapa tahun tinggal di Chiang Mai, kadang-kadang ada teman yang bertanya tentang Chiang Mai. Tapi kadang-kadang pertanyaanya salah karena sepertinya pertanyaan itu muncul karena generalisasi yang mereka dengar atau ya memang begitulah biasanya digambarkan mengenai Thailand. Di sini saya mau mencoba menuliskan beberapa hal yang sering disalahpahami tentang Chiang Mai, Thailand.

Diajak Ketemuan di Bangkok

Sebelum saya tinggal di sini, saya termasuk yang kurang mendengar tentang kota ini, padahal kota ini pernah jadi tuan rumah penyelenggaraan SEA Games tahun 1995. Kota ini merupakan kota terbesar di utara Thailand dan jaraknya sekitar 700 km di utara Bangkok ibukota Thailand.

Chiang Mai itu masih jauh dari Bangkok, naik pesawat 1 jam, naik mobil 9 jam, naik kereta api lebih lama lagi. Kota ini gak jauh dari Cina Daratan (sekitar 700 km ke utara Thailand), bahkan beberapa tahun belakangan ini banyak sekali turis dari Cina daratan berdatangan ke Chiang Mai sejak adanya film Cina yang shootingnya di Chiang Mai : Lost in Thailand. Beberapa turis itu bahkan memilih untuk tinggal menetap di Chiang Mai untuk berbagai alasan.

Walau bukan ibukota negara, sekarang ini ada banyak penerbangan langsung dari berbagai negara ke kota ini, sayangnya belum ada yang langsung dari Indonesia. Penerbangan ke Kuala Lumpur, Penang, Singapore, Hongkong, Shenzen, Macau, Hanoi, Yangon, Taipei, Seoul, Kunming, Beijing, Guangzhao, Doha, Xi An setau saya ada setiap harinya (bahkan ada yang lebih dari 1 x).

Dengan banyaknya penerbangan langsung ke Chiang Mai, biaya hidup yang lebih murah dibandingkan Bangkok, dan juga keindahan alamnya, kota ini jadi tujuan banyak orang baik untuk wisata ataupun untuk tinggal.

Banyak Godaannya

Pernah juga ada teman bertanya begini: “Kamu gak kuatir tinggal di sana, katanya wanita-wanitanya agressif, nanti kalau suami kamu digoda orang lokal gimana?” Waktu saya ditanya begitu, saya gak pernah kepikiran atau melihat ada wanita lokal yang seperti dikhawatirkan teman saya. Saya tahu tujuan orang beda-beda datang ke Chiang Mai, ada yang memang datang untuk melihat kehidupan malamnya, nah karena kami bukan orang yang berkunjung ke tempat hiburan malam, saya gak bisa kasih komentar banyak.

Tapi semua itu menurut saya sih tergantung orangnya yang datang, kalau memang hobi ke tempat hiburan malam, nggak hanya di Chiang Mai, di Indonesia juga saya yakin banyak wanita agressif. Kalau di tempat umum, manalah ada wanita yang tiba-tiba godain cowok-cowok. Mereka bahkan udah biasa dengan kehadiran orang asing di sini.

Banyak Ladyboy dan Tomboy

Pertanyaan lain yang juga gak pernah saya pikirkan akan ditanyakan adalah: “Pernah lihat wanita tapi bukan wanita gak? terus kamu gimana ngelihatnya?” Kenapa saya bilang gak kepikiran ada yang bertanya begini adalah, karena di sini lady boy dan tomboy itu ya biasa aja seperti laki-laki dan perempuan.

Mereka bisa bekerja di minimarket ataupun menjadi penari di tempat wisata. Tapi mereka bukan orang jahat, bukan orang yang harus di cela-cela dan bukan orang yang harus dipandang sebelah mata. Mereka juga bukan orang sakit menular yang harus dihindari.

Waktu pertama kali melihat, saya memang agak takjub, kok bisa ya wanita secantik itu ternyata bukan wanita, pastinya mereka melakukan usaha untuk bisa tampil seperti itu, tapi ya lama-lama biasa melihatnya. Jumlah ladyboy dan tomboy gak sebanyak itu juga sih di Chiang Mai sini.

Pedesaan Sepi

Ada lagi nih salah satu teman saya bertanya begini: “Chiang Mai itu pedesaan ya? katanya masih banyak sawah dan ladang kayak di pelosok Indonesia?” Nah mungkin di bandingkan kota Bangkok atau Jakarta, kota Chiang Mai ini emang kota kecil, tapi ya gak pedesaan banget.

Banyak fasilitas yang tersedia seperti halnya di kota besar, mall aja sekarang ada 3, tapi memang daerah sekitar Chiang Mai masih banyak hutan dan masih alami, jadi bisa juga kalau mau melihat alam pedesaan datang ke Chiang Mai. Menyetir sektiar 1 atau 2 jam, tahu-tahu kita sudah ada di kaki gunung yang penduduk sekitarnya hidup dari bercocok tanam.

Salah satu daya tarik Chiang Mai itu justru karena fasilitas lengkap seperti kota besar, tapi kalau mau refreshing ke alam terbuka gak perlu jauh-jauh.

Menjadi Digital Nomad

Di kota ini ada banyak digital nomad, ada banyak orang yang bekerja remote atau commuting dari Chiang Mai. Tapi ya untuk tinggal di sini, tetap harus mengurus visa masing-masing.

Ada yang bertanya ke kami begini: “Saya tertarik tinggal di Chiang Mai, gimana caranya?” ya caranya:

  • Kalau punya kemampuan, carilah pekerjaan di sini untuk dapat visa kerja.
  • Kalau punya duit untuk buka bisnis, bisa juga cari tau gimana caranya membuka bisnis di Thailand.
  • Kalau punya anak usia sekolah dan punya penghasilan tetap tanpa bekerja, ya anaknya bisa disekolahkan supaya bisa dapat guardian visa.
  • Bisa juga mencari tau menjadi volunteer untuk mendapat visa volunteer.
  • Beberapa yang banyak dilakukan juga adalah mengambil kelas belajar bahasa Thai selama setahun di tempat yang juga menawarkan visa Edukasi.

Kalau ada pertanyaan lain seputar Chiang Mai, silakan tinggalkan komentar atau kirim pesan ke halaman Facebook kami ya.

Buat yang Ingin Tinggal di Chiang Mai

Banyak orang yang setelah jalan-jalan ke Chiang Mai, jadi tertarik tinggal di Chiang Mai. Setiap tahunnya juga ada mahasiswa dari Indonesia yang mengikuti program perkuliahan di Chiang Mai University. Nah kali ini saya mencoba menuliskan hal-hal yang sering ditanyakan untuk yang berencana tinggal di Chiang Mai.

Pastikan punya Ijin Tinggal

Namanya jadi tamu di negeri orang, kita harus punya ijin tinggal yang legal. Kalau berencana tinggal karena urusan sekolah, biasanya sebelum datang ke Chiang Mai harus urus visa belajar dari Indonesia yang nantinya di konversi di Chiang Mai sesuai dengan lamanya waktu belajar. Sebagai orang Indonesia, kita bisa datang ke Thailand tanpa visa untuk tinggal selama 30 hari, tapi lebih dari situ, kita harus keluar dulu untuk bisa masuk lagi dan dapat ekstra hari. Kalau kita datang tanpa visa, kita tidak akan bisa urus ijin tinggal dari dalam negeri Thailand, jadi mendingan biar ga habis ongkos mundar-mandir, pastikan cari tahu mengenai visa yang sesuai untuk kebutuhan kita yang selanjutnya nanti dikonversi menjadi visa yang lebih lama ijin tinggalnya.

Untuk tinggal menetap di Thailand, kita harus urus Visa setiap tahun dan lapor diri setiap 90 hari ke imigrasi terdekat. Untuk pertama kalinya, jika kita datang ke Thailand sudah jelas akan bekerja di mana atau sekolah di mana, kita bisa urus visa di kedutaan Thailand di Indonesia atau negara lain selain Thailand untuk mendapat ijin tinggal 3 bulan pertama. Setelah kita tiba di Thailand, kita bisa urus supaya bisa mendapatkan ijin tinggal selama 1 tahun. Nah untuk tahun berikutnya, kita bisa urus untuk mendapatkan ijin tinggal 1 tahun dari imigrasi dalam Thailand (tentunya dengan surat-surat yang dilengkapi dari tempat kita bekerja/sekolah).

Kalau misalnya pengen tinggal di Thailand, tapi sudah masuk usia pensiun, ada juga pilihan untuk mendapatkan ijin tinggal yang namanya retirement visa. Atau misalnya kita ke Thailand karena ingin menyekolahkan anak dan sambil santai-santai saja tinggal di Chiang Mai, kita bisa mengurus visa edukasi untuk anak (dari sekolah di mana anak terdaftar), lalu kita orangtua jadi dependen terhadap visa anak. Masalahnya dengan visa edukasi anak ini, 1 anak hanya bisa memberikan ijin tinggal kepada 1 orangtua. Jadi kalau punya anak cuma 1, salah satu orangtuanya ga bisa dapat visa dependen deh. Tapi kalau punya 2 anak, masalah jadi beres hehehe.

Masalah visa ini gak bisa saya jelaskan detail karena peraturannya bisa berubah-ubah. Tapi secara umum ya kalau mau tinggal lama di Thailand, caritau dulu bagaimana persyaratan untuk urusan visa, supaya gak mondar-mandir juga harus keluar dari Thailand mengurus visanya.

Tinggal di Apartemen vs Rumah

Di Chiang Mai banyak apartemen studio ataupun 1 atau 2 kamar. Waktu awal kami datang ke Chiang Mai, karena cuma berdua saja, kami cukup dengan tinggal di apartemen studio, tapi lama-lama ya dengan adanya anak, tinggal di rumah lebih enak. Biaya tinggal di apartemen juga relatif lebih mahal. Dengan harga sewa yang sama, kita bisa dapatkan kontrakan rumah yang lebih lega ukurannya dan bahkan kadang plus halaman. Tapi semuanya kembali kebutuhan kita, kalau misalnya tinggal sendiri dan masih single, ada juga banyak kamar kontrakan seperti kost-kostan dengan harga mulai 2000 baht/bulan. Di sekitar kampus Chiang Mai University selain banyak kontrakan kost-kostan juga ada banyak berjualan makanan yang harga mahasiswa.

Tinggal di apartemen itu kita merasa aman, tapi umumnya di apartemen kita tidak bisa memakai kompor gas, harus pakai kompor listrik/induksi. Selain itu, apartemen di Chiang Mai juga tidak mengijinkan memelihara hewan peliharaan apapun. Biaya listrik dan air juga hitungannya lebih mahal daripada tagihan listrik dan air di rumah.

Biasanya, menentukan lokasi tinggal berdasarkan apa kebutuhan kita juga. Misalnya untuk anak sekolah di lokasi tertentu, bisa cari rumah atau apartemen di daerah sana. Di sini, kontrak rumah itu bisa bikin perjanjian untuk setahun tapi dibayar bulanan. Bisa juga bikin kontrak untuk 3 bulan. Semakin singkat masa perjanjiannya biasanya akan semakin mahal harganya. Kalau masih single, ada banyak hotel backpacker yang biayanya mulai dari 150 baht/hari.

Untuk yang berencana tinggal lama di Chiang mai, pastikan memiliki kendaraan seperti motor atau mobil. Di Chiang Mai sistem transportasinya belum bagus, jadi untuk mempermudah kemana-mana sebaiknya punya kendaraan sendiri (dan pastikan punya surat ijin mengemudi yang masih berlaku). SIM dari Indonesia bisa dipakai di awal, tapi kalau mau tinggal lama, ada baiknya segera urus SIM lokal Thailand dengan cara mengikuti ujian di sini. Ujiannnya bahasa Inggris kok, jadi gak usah kuatir, dan waktu yang dibutuhkan gak lebih dari 1 hari. Kalau gak mau ikut ujian, kita bisa urus SIM Internasional dari Indonesia, lalu di Chiang Mai nantinya tinggal di konversi saja menjadi SIM lokal.

Biaya Hidup

Selain biaya kontrakan rumah/kamar, dan setelah punya kendaraan yang biayanya lebih murah daripada naik taksi ke mana-mana, biaya yang perlu dipikirkan tinggal masalah makan. Untuk biaya makan, orang lokal umumnya lebih sering beli daripada masak sendiri.

Biaya makanan 1 porsi mulai dari 30 baht. Kalau mode hemat berarti 1 hari 100 baht, tapi ya masa sih makannya ga variasi hehehe. Kalau mau lebih hemat lagi, ya selalu bisa belanja ke pasar dan masak sendiri. Harga bahan makanan di sini masih lebih murah daripada di Jakarta. Bisa juga masak nasi doang di rumah dan belanja lauk yang sudah di masak di pasar hehehe.

Gimana untuk biaya rekreasi? tergantung rekreasi apa, kalau mau ke taman kota ya gratis buat olahraga, hangout sama temen atau anter anak main-main. Kalau mau duduk-duduk ngopi, di Chiang Mai ada banyak coffee shop yang harganya bervariasi mulai dari 35 baht/cup sampai di atas ratusan. Starbuck juga ada beberapa di Chiang Mai, tapi kami lebih memilih membeli kopi produksi lokal. Harga nonton bioskop relatif lebih mahal dibanding harga di Indonesia, tapi kalau gak salah kalau hari Rabu bisa nonton cuma 100 baht saja. Sudah lama gak ke bioskop, perlu cek lagi buat memastikan masih ada gak promosi 100 baht itu. Semua bioskop di Chiang Mai setau saja bisa dipesan online, jadi ya ga ada alasan kehabisan tiket.

Lain-lain

Saat ini komunitas orang Indonesia di Chiang Mai masih sedikit dan tidak sampai 100 orang, karena banyak yang silih berganti datang dan pergi. Kalau ingin bertemu dengan teman-teman dari Indonesia lainnya, bisa tinggalkan komen di sini atau kontak kami di facebook page kami.

Buat yang Mau Berkunjung ke Chiang Mai

Sebenarnya sudah banyak menulis mengenai Chiang Mai, tapi ini saya mau mencoba menuiskan hal-hal mengenai Chiang Mai siapa tahu ada yang lagi bingung mau ke mana dan kepikiran mengunjungi Chiang Mai.

Chiang Mai itu di Mana?

Chiang Mai ini kota di utara Thailand, letaknya di kelilingi oleh perbukitan, dan jauh dari pantai. Jadi kalau mau liburan ke pantai, pastinya jangan cari di Chiang Mai hehehe. Kota ini merupakan kota terbesar di Utara Thailand, tapi sangat berbeda di bandingkan Bangkok.

Chiang Mai masih sekitar 3 jam perjalanan lagi untuk ke daerah perbatasan Thailand dengan negara Laos dan Myanmar. Selain bahasa Thailand, penduduk di sini kebanyakan berbahasa daerah juga (ya samalah kalau ke Bandung banyak yang bahasa Sunda bukan bahasa Indonesia doang). Tapi karena banyaknya orang asing tinggal di kota ini, gak usah kuatir kalau gak bisa bahasa Thailand, modal bahasa Inggris juga cukup kok untuk ke sini, kalau beruntung bisa ketemu orang asing yang sudah bisa berbahasa Thai, jadi bisa gampang nanya-nanya nya hehe.

Dari Indonesia sekarang ini belum ada direct flight langsung ke Chiang Mai, tapi ada banyak cara ke sini. Setelah sampai ke Bangkok, bisa naik pesawat sekitar 1 jam lagi atau naik bis malam (10 – 12 jam) atau kereta api (12 – 15jam). Alternatif lain, selain dari Bangkok, bisa juga dari Kuala Lumpur atau Singapur (ada pesawat yang transit di hari yang sama dan langsung ke Chiang Mai).

Kapan Waktu Terbaik ke Chiang Mai

Sepanjang tahun ada macam-macam festival yang menarik untuk dilihat dan menjadi alasan mengunjungi Chiang Mai, tapi tentunya tergantung juga dapat jatah liburnya kapan dan mau berapa lama di Chiang Mai. Chiang Mai memiliki musim panas (Maret – Agustus), musim hujan (September – November) dan musim dingin (Desember – Februari). Selama 12 tahun ini, musimnya kadang agak bergeser sedikit, November kadang sudah dingin kadang belum, Desember kadang masih hujan, dan Maret pagi-pagi masih dingin. tapi yang pasti April pasti panas banget dan Januari udaranya dingin. Musim dingin di sini itu gak ada salju dan ga ada hujan, jadi ya cuacanya menyenangkan buat jalan-jalan tanpa gangguan.

Biasanya turis paling banyak datang ke Chiang Mai itu di bulan Desember atau Januari awal. Tidak disarankan datang sekitar Februari sampai awal April karena di masa itu tingkat polusi udara sedang tinggi dari pembakaran ladang sisa panen di daerah utara Thailand dan juga dari negara tetangga. Biasanya polusi ini akan berakhir menjelang festival air Songkran / Tahun baru Thailand sekitar tanggal 14 dan 15 April. Tapi ya kalau datang bukan untuk festival air, lebih baik datang di awal Januari, saat udara sedang adem.

Apa yang bisa di lihat di bulan Januari? kalau beruntung bisa lihat bunga sakura sedang mekar. Kalau datangnya di minggu ke – 2 Januari bisa melihat perayaan hari anak di Thailand, di mana hari itu banyak tempat memberi gratisan untuk anak-anak. Bisa jalan-jalan ke kuil-kuil sekitar Chiang Mai sambil menikmati udara sejuk. Dan kalau datangnya minggu pertama Februari, bisa melihat festival bunga yang diadakan akhir pekan pertama di bulan Februari setiap tahunnya.

Kalau datang Maret gimana?gak ada apa-apa kecuali polusi udara hehehe, tapi pernah juga sih sepupu kami datang ke sini akhir Maret, dan beruntung ada hujan sebelum mereka tiba, jadi polusi udaranya minggir dan mereka bisa jalan-jalan melihat Chiang Mai. Tapi ya jangan ambil resikolah, kecuali udah beli tiket hahaha.

April seperti saya sebutkan sebelumnya ada festival air Songkran. Biasanya hari siram-siraman ini berlangsung beberapa hari, puncaknya biasanya sekitar tanggal 14 dan 15 April. Kalau mau main-main air ya jadwalkan datangnya sekitar hari Songkran.

Antara Mei sampai Oktober, biasanya sepi turis. Tidak disarankan juga ke Chiang Mai karena sering ada hujan dadakan. Gak seru kalau jalan-jalan terus kehujanan tiba-tiba, dan kemudian tiba-tiba panas terik lagi. Udaranya juga masih cukup panas walaupun hujan. Kami tiba pertama kali di Chiang mai sekitar bulan Mei, waktu itu masih banyak sekolah libur dan kami pikir kota ini sepi sekali, ternyata tak lama kemudian kotanya ramai lagi. Libur akhir tahun ajaran untuk sekolah di sini untuk sekolah Thai antara Maret sampai pertengahan Mei, sedangkan untuk sekolah Internasional liburan itu awal Juni sampai akhir Juli, jadi memang antara Mei sampai Agustus banyak yang liburan dan mengurangi isi kota Chiang Mai. September dan Oktober banyak hujan, jadi tetap gak seru deh liburan ke Chiang Mai di bulan-bulan itu.

Di bulan November ada festival Loy Kratong dan Yi Peng. Nah ini juga menarik untuk di lihat. Tiap tahun tanggalnya bisa berubah, tergantung kapan bulan purnamanya. Kalau berenacana ke Chiang mai untuk melihat festival ini, bisa cek dulu kapan festival ini akan diadakan tepatnya. Kadang-kadang bulan November udaranya udah cukup dingin, kadang-kadang masih agak panas, tapi karena festival Loy Kratong dan Yi Peng ini biasanya dirayakan malam hari, lebih baik bawa baju hangat yang tidak terlalu tebal untuk persiapan.

Hal-hal lain yang perlu diperhatikan

Penduduk Thailand mayoritasnya beragama Budha. Makanan Halal agak sulit ditemukan, tapi ada beberapa restoran Halal di Chiang Mai, jadi gak usah kuatir juga. Ada banyak pilihan makanan vegetarian juga dan seafood dan semua bisa dibeli dengan harga yang terjangkau. Makanan di Chiang Mai ini cukup standar harganya baik di food court mall maupun di luar mall.

Di Chiang Mai belum banyak angkutan umum, untungnya sekarang sudah ada taksi Grab. Untuk rute tertentu sudah ada bis trayek tapi karena saya belum pernah naik jadi belum bisa cerita banyak. Kalau rencana mengunjungi Chiang Mai sekitar seminggu, bisa mempertimbangkan menyewa motor atau mobil. Surat Ijin Mengemudi kita dari Indonesia bisa dipakai kok di Thailand sini, tapi jangan lupa untuk selalu pakai helm kalau naik motor dan taati rambu yang ada biar gak berurusan sama polisi.

Mata uang rupiah biasanya tidak laku untuk ditukarkan di money changer di Thailand. Sebaiknya bawa dollar, atau tarik tunai dari mesin ATM sini juga bisa. Dari hasil mencoba beberapa bank, nilai tukar yang paling baik kalau menarik dana dari ATM Bangkok Bank. Setiap penarikan dari atm akan dikenakan biaya sekitar 220 baht, dan jumlah lembaran maksimal yang bisa ditarik itu tergantung limit harian dan isi rekening kamu hehehe.

Udah segitu dulu, besok-besok kalau ada yang ketinggalan akan ditambahkan lagi.

Super Full Moon 2019

Dari beberapa hari lalu, sudah dapat link mengenai super full moon yang akan terjadi hari ini 19 Februari 2019. Tapi karena banyak kesibukan hari ini jadi terlewat informasi kalau badan astronomi Thailand yang ada di Chiang Mai ternyata mengadakan acara mengintip super moon pakai teleskop mereka. Untungnya sekarang ini semua ada di facebook ya, jadi walau ga bisa datang ke sana, bisa juga melihat hasil jepretan yang datang ke sana.

Foto super full moon dari FB page: อุทยานดาราศาสตร์สิรินธร Princess Sirindhorn Astropark

Tadi akhirnya cuma liat keluar dengan mata biasa, sekaligus memberi tahu Jonathan beberapa informasi mengenai super full moon ini. Seperti biasa, cara termudah mengajarkannya setelah melihat langsung adalah memberikan video mengenai apa itu super full moon. Fakta-fakta mengenai super full moon bisa di baca lengkap di sini.

Lanjutkan membaca “Super Full Moon 2019”

Tips Menghadapi Musim Polusi di Chiang Mai

Seperti pernah saya tuliskan sebelumnya, setiap tahun di Chiang Mai ada namanya musim polusi. Jadi bukan cuma musim panas, musim hujan, dan musim dingin yang ada di sini. Setiap musim polusi tiba, timeline FB lokal saya pasti ada beberapa post mengenai kualitas udara. Banyak group lokal juga akan membahas dan membuat banyak pendatang baru menjadi resah. Baru sekali saya ketemu dengan seorang yang pernah tinggal di Beijing berkata dengan bahagia: polusi di sini mah gak ada apa-apanya dibandingkan di Beijing hehehe.

Karena udah beberapa tahun mengalami musim polusi, kami sudah tidak terlalu cemas dan cenderung biasa saja hahaha. Tapi ya tentunya, biasa karena udah punya persiapan menghadapi musim ini. Kebanyakan expat di sini memilih mengungsi dari Chiang Mai ke Thailand Selatan atau mudik ke negerinya masing-masing. Tapi kami ga seleluasa itu juga untuk pergi dari Chiang Mai berbulan-bulan. Sebenarnya bisa juga saya dan anak-anak saja yang ngungsi, tapi ah, enakan juga bareng-bareng di sini. Secara keseluruhan, polusinya gak konstan selama 2 bulan kok.

Tips 1. Modal utama adalah alat ukur kadar polusi dan filter udara.

Tulisan ini lengkapnya udah pernah di posting Joe di sini. Kedua alat itu penting, supaya lebih tenang. Kalau dulu cuma melihat angka polusi di website, berarti itu kadar polusi di daerah sensor itu berada. Daerah rumah kami ini banyak tanamannya dan angin cukup banyak, jadi ya walaupun di website dinyatakan kadar polusinya tinggi, daerah sekitar rumah kami seringnya masih baik-baik saja.

Kalau angka sensor di rumah mulai di atas 60, kami akan mulai menutup semua pintu dan jendela dan menyalakan filter udara. Kami punya 2 filter besar dan 4 filter DIY, cukup untuk seluruh ruangan yang ada. Sekitar 2 hari kemarin sampai kemarin pagi, sensor udara mulai menunjukkan angka di atas 100. Sepanjang pagi sampai sore, filter udara bekerja penuh. Sore hari, ternyata angin berhembus cukup banyak dan udara mulai bersih. Jadi sore dan malam harinya filter bisa di matikan saja. Hari ini angka polusinya juga tidak setinggi 2 hari lalu, jadi kami santai aja gak nyalain filter, tapi malam ini kami nyalakan filter karena angkanya merambat naik lagi. Kalau liat angka tingkat polusi hanya dari website, dari kemarin masih cukup tinggi dikisaran di atas 100, masih kadar berbahaya, tapi karena punya sensor sendiri, kami cukup tenang terutama untuk kegiatan sekitar rumah.

Tips 2. Kurangi merencanakan aktivitas di luar rumah

Di musim polusi, kami mengurangi pergi ke taman. Di tengah musim polusi, biasanya akan ada hari cerah karena sehabis hujan. Nah kalau memang yakin sudah cerah (biasanya cukup berasa dari jarak pandang mata pas nyetir), boleh deh jalan-jalan dadakan ke taman.

Kalau misalnya kita ga punya pilihan dan harus beraktivitas di luar, kita bisa memakai masker untuk memfilter udara yang kita hirup. Masker yang digunakan bukan masker buat kulit wajah ya, tapi masker udara. Masker udara yang dianjurkan kategori masker N95, untuk menyaring partikel yang sangat kecil. Kalau pakai masker biasa, ya sama saja boong. Nah saya sejauh ini gak pernah pakai masker, anak-anak juga ga suka pake masker, tapi saya sedia masker siapa tau butuh suatu saat.

Tips 3. Jaga Kesehatan

Ini sebenarnya udara buruk atau baik harusnya tetap dilakukan ya. Tapi di udara buruk ini, kalau kita ga hati-hati bisa drop banget kena batuk dan teman-temannya. Jaga kesehatan tentunya dengan minum vitamin, makan yang sehat dan minum air putih yang cukup. Beberapa orang yang mengerti juga memakai essential oil.

Berolahraga di udara buruk tidak dianjurkan, kalau mau olahraga lebih baik olahraga di rumah atau di tempat olahraga indoor yang punya filter udaranya. Kalau melakukan aktivitas fisik dan menghirup partikel berbahaya, katanya malah bisa bikin berbagai masalah dengan sistem pernapasan kita.

Dengan tips di atas, mudah-mudahan waktu 2 bulan berlalu tanpa terasa. Pada dasarnya pemerintah Thailand bekerja dengan baik berusaha menanggulangi polusi ini dengan mengeluarkan larangan membakar sisa ladang sejak 1 Maret sampai 30 April, apa daya kadang-kadang polusi terjadi karena kebakaran hutan ataupun kiriman dari negeri tetangga. Bagusnya, kalaupun hal-hal ini tak terelakkan, di tengah musim polusi ini biasanya ada 1 atau 2 badai lewat membawa angin kencang dan hujan selama beberapa hari, jadilah udaranya segar lagi. Selain itu kalau kadar polusinya mengkhawatirkan, pemerintah Thailand juga mengusahakan membuat hujan buatan.

Saya baca berita, di berbagai daerah di Thailand utara sudah mulai diadakan pelarangan bakar-bakaran sejak Februari ini sampai akhir Maret. Sekarang ini ya tetap berharap polusinya gak memburuk, ada hujan dan tetap sehat. Gak mau panik tapi ya tetap harus liat situasi dan kondisi. Sekali lagi saya ingatkan kalau ada yang berniat jalan-jalan ke Chiang Mai, sekarang ini bukan waktu yang tepat. Lebih baik ganti tiket sampai polusi berakhir atau rencanakan akhir tahun atau awal tahun depan saja.