Polusi di Chiang Mai

Sejak beberapa tahun terakhir ini, setiap bulan Februari sampai dengan April, ada tingkat polusi yang cukup tinggi di Chiang Mai. Setiap tahunnya, polusi ini tidak bisa diprediksi walaupun pemerintah Thailand sudah berupaya untuk menguranginya. Asal polusi udara ini awalnya dari para petani yang membakar sisa panen dan mempersiapkan lahannya untuk ditanam kembali.

Biasanya setelah musim hujan berakhir dan memasuki musim dingin, semua sisa panen itu sudah kering. Cara cepat membersihkan sisa panen ya dibakar. Tapi ada juga yang malah membakar hutan untuk membuka lahan baru. Salah satu yang jadi penyebab lagi, ketika membakar untuk membuka lahan baru malah membuat kebakaran hutan yang tidak terkendali.

Status kadar polusi di Chiang Mai hari ini

Dalam kurun waktu 2 bulan, website yang paling sering dikunjungi itu ya website ini. Biasanya kalau tingkat polusinya sudah berwarna merah, orang-orang mulai memakai masker N95 keluar rumah, memilih tinggal di rumah saja, menutup semua pintu dan jendela dan memasang filter udara di rumah. Pemandangan ke arah pegunungan yang biasanya terlihat cerah juga mulai terhalang asap putih. Kalau lagi parah, jarak pandang lagi nyetir juga agak terganggu.

Biasanya, di musim polusi ini akan banyak yang mengalami gangguan pernapasan. Musim polusi di saat suhu udara sedang beralih dari musim dingin ke musim panas juga membuat tubuh rentan sakit. Biasanya dalam 2 bulan ini, kami mempersedikit kegiatan jalan-jalan di luar kecuali tingkat polusinya tidak dalam range merah.

Tahun ini polusinya datang lebih awal, masih akhir Januari angka polusinya sempat agak tinggi. Pendatang baru mulai resah, kalau kami yang sudah lama di sini sudah gak resah lagi karena sudah punya sensor buat ngecek kadar polusi di rumah berapa dan juga filter udara untuk setiap ruangan. Kami udah gak merasa perlu panik seperti masa awal kami mengetahui soal polusi ini. Kalau kadarnya tinggi, ya tinggal tutup semua pintu dan jendela dan nyalakan filter udara. Filter udara juga sudah punya beberapa versi, baik yang DIY maupun yang kami beli sejak Jonathan masih kecil.

Beberapa kali, dalam musim polusi saya batuk parah juga sih, tapi gak musim polusi, kalau saya mulai batuk ya biasanya emang parah hehehe. Paling sering batuk itu kalau harinya lagi ekstrim suhu udaranya. Misalnya pagi dingin 14 derajat, siangnya panas sampai 35 derajat, eh malah drop lagi ke 21 derajat celcius. Hari ini dan 10 hari ke depan harus jaga kesehatan baik-baik nih, soalnya suhunya kira-kira rangenya cukup ekstrim begini.

Prediksi temperatur 10 hari ke depan

Untungnya, waktu oppung datang, udara sejauh ini baik-baik saja dan kami semoga tetap sehat-sehat saja. Hari juga kadarnya masih tidak membahayakan walaupun sudah mulai masuk warna kuning. Biasanya saya cuma ingat warnanya saja, kalau udaranya bersih ya warna hijau, lalu mulai kuning, orange dan merah. Kalau sudah merah berarti kadarnya sudah masuk ke tingkat yang berbahaya.

Biasanya, bulan Februari sampai sebelum Songkran, banyak keluarga yang travelling ke luar dari Thailand atau sekedar ke Bangkok atau ke daerah lebih selatan lagi (Phuket atau sekitar pantai di sana). Keluarga homeschooling yang umumnya jadwalnya fleksible akan memilih tidak tinggal di Chiang Mai daripada harus menghirup udara polusi. Tahun ini tapi entah kenapa Bangkok juga tingkat polusinya malah lebih parah dari Chiang Mai, dan kabarnya ini juga karena sumbangan asap dari kenderaan bermotor dan polusi dari pabrik di sekitar Bangkok.

Kalau ada keluarga yang mau ke Chiang Mai mengunjungi kami di antara Feb – April ini, biasanya kami beri peringatan dulu sebelumnnya dan menyarankan kalau bisa ganti tanggal lain. Tapi sebenarnya, pemerintah Thailand selalu berusaha menanggulangi supaya tingkat polusinya tidak sampai membahayakan warganya. Misalnya mereka mengeluarkan larangan membakar sampah ataupun sisa hasil panen selama sekian puluh hari, dan kalau ada yang ketahuan membakar kita bisa laporkan dan mereka akan di denda cukup besar.

Pemerintah setempat juga mengupayakan membuat hujan buatan. Biasanya, udara akan lebih bersih setelah hujan deras. Beberapa tahun belakangan ini, karena musim hujannya tidak terlalu banyak hujan, kadang-kadang memasuki musim panas akan ada hari di mana tiba-tiba hujan deras. Setiap kali ada hujan deras di tengah musim polusi, rasanya bersyukur banget, karena setidaknya tingkat polusinya akan membaik dan bisa menghirup udara bersih.

Jadi, sekali lagi sebagia informasi, kalau merencanakan liburan ke Chiang Mai ataupun Bangkok, jangan lupa mempertimbangkan faktor polusi udara ini juga. Gak perlu kuatir berlebihan juga sih, tapi kalau memang sensitif terhadap polusi udara, lebih baik datangnya ketika udaranya bersih dan suhu udaranya tidak terlalu panas. Paling ideal emang datangnya bulan Desember atau Januari saja. Kalau mau lihat festival bunga, ya mau tak mau datangnya minggu pertama Februari dan biasanya saat itu polusi udaranya belum parah jadi masih bisa menikmati melihat bunga yang indah.

Dalam setahun, musim polusi ini salah satu musim yang kurang nyaman untuk tinggal di Chiang Mai. Mudah-mudahan, tahun ini polusi udaranya tidak terlalu parah dan di masa yang akan datang ditemukan cara supaya tidak ada polusi udara seperti ini lagi di Chiang Mai dan sekitarnya.

Playground Fun Planet di Central Airport Plaza

Di Mall dekat rumah ada tempat bermain yang baru selesai renovasi. Hari ini saya mengajak anak-anak main di sana. Enaknya homeschooling ya begini, walau hari ini hari Senin, bisa aja main ke mall di pagi hari. Jonathan sudah menyelesaikan tugas hari ini di hari Minggu sore. Padahal kemarin itu saya iseng aja bertanya apakah Jonathan mau mengerjakan pekerjaans sekolah di hari Minggu supaya Senin bisa main-main ke mall, eh ternyata malah bisa selesai dengan cepat loh kemarin.

Biasanya di hari Sabtu, jam 10.30 mall itu sudah buka, tapi ternyata walau kami tiba di mall sudah jam 10.40 eh mall nya masih pada gelap dan pintu yang dibuka baru pintu karyawan saja. Untungnya saya tadi parkirnya di lantai 1, jadi cuma perlu turun 1 lantai dan masuk dari pintu karyawan hehehe. Bagian dalamnya sebagian toko sudah mulai buka (karyawannya sudah rajin datang duluan), tapi kebanyakan toko masih tutup. Saya memutuskan sekalian mau bayar listrik dulu, eh tapi ternyata counter bayar listrik juga bukanya jam 11. Akhirnya kami duduk-duduk dulu deh sambil menunggu counter bayar listrik buka.

kepagian nyampe di mall, mall nya masih gelap

Sambil nunggu, kami sempat juga main Pokemon Go. Untungnya ada tempat duduk yang nyaman di area dekat pembayaran listrik, dan toko dekat situ sudah pada nyala lampunya. Lampu utama mall nya masih mati, jadi kalau toko-tokonya masih gelap semua, kebayang aja ruangan tempat kami duduk pun kemungkinan masih gelap.

Setelah bayar listrik, kami naik ke lantai 4 untuk ke playground baru. Awalnya saya mau anak-anak langsung masuk saja, karena saya lihat harganya cuma ada untuk 2 jam 200 baht dan seharian 500 baht. Eh ternyata lagi ada promosi, 100 baht untuk 45 menit. Karena kami biasa makan jam 12, saya pikir main 45 menit itu paling pas deh, supaya abis main bisa makan dan sehabis makan ya pulang ke rumah.

Lanjutkan membaca “Playground Fun Planet di Central Airport Plaza”

Fly Thru Air Asia

Hari ini mama saya pulang ke Medan setelah menghabiskan waktu bersama kami sejak 1 Januari 2019 di Depok. Jonathan yang selama di Chiang Mai ditemenin oppung tidur, jadi sedih dan malam ini minta ditemenin papanya bobo. Dipikir-pikir, sejak kami liburan di Depok Desember lalu dilanjutkan ada oppung di sini, memang Jonathan selalu ada temennya tidur. Sebelum liburan, Jonathan udah biasa tidur di kamarnya sendiri. Semoga cuma 1 malam ini aja dia butuh ditemenin dan bisa segera kembali ke kebiasaan semula.

Kami mengantarkan oppung pagi-pagi dari rumah, belum jam 6 kami sudah tiba di airport karena tidak berhasil check in online. Airport Chiang Mai lokasinya sangat dekat dari rumah kami, airportnya tidak terlalu besar, dan hanya 2 lantai. Ruang tunggu untuk domestik dan internasional juga adanya di satu tempat ruangan besar. Jadi tadi kami check in di terminal keberangkatan internasional, tapi sebenarnya oppung terbangnya rute dalam negeri dari Chiang Mai ke Bangkok.

Sebelumnya, oppung udah agak kuatir masalah fly thru Air Asia, oppung gak bisa bahasa Inggris (padahal ngerti juga dan udah makin banyak ngerti karena Jonathan sering ngajarin oppung). Ternyata, semuanya cukup lancar. Tadinya waktu kami tiba, antriannya sangat panjang dan hanya ada 2 counter di buka. Penumpangnya kebanyakan sepertinya tujuan Cina ataupun Macau. Lalu tiba-tiba ada petugas menanyakan apakah ada yang transit via Bangkok.

Ternyata untuk penumpang yang transit di Bangkok di minta untuk ke counter terpisah yang antriannya super pendek hahaha. Langsung deh check in, masukin bagasi, dikasih stiker Fly Thru oleh Air Asia (hal ini tidak ada waktu terbang dari Indonesia). Semuanya selesai dalam waktu singkat. Dari situ, selanjutnya oppung harus naik melewati imigrasi yang berada di terminal keberangkatan internasional. Karena sudah melalui pemeriksaan imigrasi di Chiang Mai, nantinya di Bangkok tidak akan ada lagi pemeriksaan imigrasi. Menurut cerita oppung, tadi sesampainya di Bangkok, semua penumpang yang memakai stiker dikumpulkan dan diarahkan ke ruang tunggu berikutnya. Bagasi yang di masukkan dari Chiang Mai nantinya akan langsung sampai ke Kuala Namu.

Sebenarnya, semua informasi ini sudah dituliskan di tiket yang diberikan Air Asia, tapi kebanyakan sekarang ini kita hanya menyimpan nomor booking saja dan gak terlalu membaca tiket juga. Kemarin saya mencari tahu supaya mama saya bisa lebih tenang. Kami sudah beberapa kali memakai layanan Fly Thru Air Asia, tapi beberapa kali terbangnya bukan lewat Bangkok, dan mulai lupa juga detailnya.

Ada 3 jenis Fly Thru:

  • Domestik – International : Ini misalnya apa yang dijalani mama saya hari ini. Pertama mama saya terbang domestik ke Bangkok, lalu mama saya terbang dengan rute International ke Kuala Namu. Untuk rute ini kita diminta mengurus imigrasi di airport keberangkatan kita, lalu di temat transit kita akan dipandu oleh staf airline darat yang akan menunjukkan gate mana yang harus kita tuju berikutnya
  • International- Domestik: Ini yang kami lakukan waktu berangkat dari Indonesia. Kami berangkat dari Jakarta ke Bangkok, lalu melanjutkan ke Chiang Mai. Penerbangan begini agak membingungkan dengan masalah bagasi. Jadi setelah sampai di Bangkok, tidak ada satupun petugas yang mengarahkan kami harus ke mana, setelah melewati deretan imigrasi untuk penumpang yang memang ingin ke Bangkok, baru ada tulisan transfer. Jadi kami harus jalan lagi agak jauh sampai kemudian menemukan tulisan CIQ dan di sana melaporkan diri untuk penerbangan berikut ke counter air asia yang ada, lalu setelah itu di proses imigrasi kedatangannya. Antrian imigrasi di bagian transfer ini relatif lebih sepi. Pernah sekali waktu datang dari Singapur, cuma saya yang transit Bangkok dan melanjutkan ke Chiang Mai. Nah yang membingungkan, waktu tiba di airport Chiang Mai, kami tiba di bagian kedatangan domestik. Lalu akan ada petugas yang mengumpulkan orang-orang yang transit Bangkok seperti kami dan harus berjalan lumayan jauh ke pengambilan bagasi Internasional. Nah, waktu kami tiba yang bikin agak lelah itu adalah, setelah jalan ke sisi internasional dari bandara, kami harus jalan lagi ke sisi domestik (tempat kami tiba) untuk mendapatkan taksi. Tempat pangkalan taksinya ya adanya di luar di dekat terminal bagian domestik.
  • International – International: Kami pernah juga terbang ke Indonesia transit di Kuala Lumpur atau Singapur. Untuk rute begini, kami terbangnya rute internasional lanjut ke rute international lagi. Kalau beruntung, bisa dapat gate kedatangan dengan gate keberangkatan berikutnya letaknya bersebelahan. Tapi kadang-kadang bisa juga harus naik train dulu untuk pindah gedung terminal walaupun sama-sama rute international. Untuk rute begini, di tempat transit kami tidak perlu ke imigrasi selama kami tidak keluar dari bandara. Proses imigrasi di lakukan di terminal keberangkatan dan nantinya di negara tujuan.

Sejak adanya layanan Fly Thru di Air Asia, terbang makin nyaman. Kami ingat tahun-tahun sebelum ada fly thru ini, kalau kami mau terbang dengan air asia supaya tiketnya murah, kami tidak punya pilihan lain selain pulang lewat Kuala Lumpur. Di Kuala Lumpur kami harus keluar dulu dari imigrasi, ambil bagasi, masukkan bagasi untuk terbang berikutnya, imigrasi lagi untuk keberangkatan dari Kuala Lumpur dan akhirnya baru bisa masuk ke ruang tunggu. Proses keluar ke imigrasi sampai masuk lagi itu gak bisa diprediksi berapa lama. Dulu bahkan karena tidak ada jam penerbangan yang bagus, kami harus menginap 1 malam di Kuala Lumpur. Kesimpulannya ya semoga air asia bisa semakin baik dan punya banyak inovasi produk layanannya supaya terbang makin nyaman juga, apalagi untuk kita yang gak ada direct flight dari sini ke Indonesia.

Festival Bunga Chiang Mai 2019

Festival Bunga di Chiang Mai di adakan setiap akhir pekan pertama di bulan Februari. Untuk tahun ini, festival bunga diadakan sejak hari Jumat tanggal 1 Feb sampai dengan hari Minggu 3 Feb 2019. Setelah beberapa tahun tidak mengunjungi festival bunga dengan berbagai alasan: terlalu ramai, banyak orang, males sampai gak tau parkir di mana supaya jalan tidak jauh, akhirnya tahun lalu kami menemukan tempat parkir yang ideal dan waktu yang tepat untuk mengikuti acara ini.

Mumpung mama saya juga masih di sini, ya sekalian mengajak mama saya jalan-jalan lagi. Mama saya sudah beberapa kali ke Chiang Mai, tapi baru kali ini waktunya pas dengan acara festival bunga ini.

Lanjutkan membaca “Festival Bunga Chiang Mai 2019”

San Kamphaeng Hot Springs

Pemandangannya menyejukkan walaupun matahari bersinar terik

Hari ini ajakin oppung jalan-jalan ke Hot Springs lagi, sekalian Jonathan main dengan teman barunya. Tempat ini gak jauh dari Chiang Mai, cuma sekitar 45 menit nyetir, jalannya juga bagus dan mulus sampai-sampai jalannya dibatasi maksimum 80 km/jam biar orang-orang gak ngebut. Lokasinya di kaki bukit, jadi tidak ada jalanan menanjak.

Walaupun tempat ini tidak terlalu jauh, kami terakhir ke sini ya beberapa tahun lalu pas oppung ke Chiang Mai juga. Entah kenapa pas eyang datang, kami lupa dengan tempat ini, padahal tempat ini sangat cocok untuk bersantai-santai dan tidak banyak berjalan naik turun seperti Doi Pui. Walaupun sudah pernah ke sana sebelumnya, baru hari ini mengetahui ada banyak hal yang bisa dilakukan selain rendam kaki dan rebus telur.

Beberapa tahun lalu, kami datang agak kesorean. Tukang berjualan makanan sudah mau pada tutup (tukang jualan tutup jam 4.30), waktu itu kami cuma sempat rebus telur (bisa beli di sana, telur puyuh 10 biji 40 baht dan telur ayam 3 biji 20 baht). Tiket masuknya masih sama dengan beberapa tahun lalu. Kami masih dapat harga Thai, walaupun di sana ada tulisan kalau harga Thai itu untuk pemegang ID Thai saja. Harga Thai Dewasa 40 baht, anak-anak 20 baht, mobil kalau mau masuk ke dalam juga bayar 40 baht. Harga orang asing dewasa 100 Baht, anak-anak 50 Baht.

Selain telur rebus, biasanya di sana kita bisa membeli makanan khas Thai seperti Somtam dengan nasi ketan, ayam goreng, mie instan, nasi ketan dalam bambu dan tentu saja ada kopi selain minuman bersoda lainnya. Kalau mau piknik di sana juga bisa saja kita bawa makanan sendiri. Saya perhatikan ada banyak yang bawa tikar dan keluarin makanan sendiri. Seperti umumnya di tempat wisata di Chiang Mai, harga makanan di dalam tempat wisata gak berbeda dengan di luar lokasi. Tapi memang makanannya buat makanan kualitas istimewa, tapi lebih ke makanan selera lokal.

Untuk merebus telur, kita bisa merebusnya langsung di dalam air panas belerang yang panasnya sekitar 105 derajat Celcius. Waktu yang dibutuhkan untuk merebusnya tergantung selera kita apakah mau setengah matang atau matang banget. Semakin lama direbus di air panas, ya tentunya semakin matang. Paling lama sekitar 10 menit, kita sudah mendapatkan telur yang cukup matang. Selama menunggu, kita tidak perlu kuatir keranjang telur kita akan diambil orang, karena di sana orang-orangnya cukup tertib mengambil yang memang punyanya saja. Jadi selama menunggu, kita bisa saja rendam kaki. Air untuk merendam kakinya suhunya berkisar 45 – 55 derajat celcius, harus hati-hati sebelum memutuskan merendam kaki, karena sepertinya ketika suhu di atas 50 derajat, airnya lumayan panas banget.

playground

Selain makan, untuk anak-anak tersedia juga playground. Beberapa mainan kadang-kadang mulai rusak, tapi secara keseluruhan masih cukup fun buat bermain apalagi kalau ada temannya, pasti bisa bermain lebih lama. Kalau bosan main di playground, anak-anak bisa eksplorasi sekitar tempat itu. Lokasinya sangat luas, di sana tersedia juga tempat untuk camping, pijat, kolam renang, privat room untuk rendam badan, ataupun kalau mau menginap tersedia juga kamar penginapan untuk di sewa. Kami belum pernah menginap di sana, tapi sepertinya kalau mau outing bareng teman-teman beberapa keluarga, tempat ini cukup menarik untuk dikunjungi bersama-sama dan menginap 1 malam.

Kami berangkat dari rumah sekitar jam 12.15 dan kembali lagi ke rumah sekitar jam 6.30 malam. Awalnya, kami sudah rencana pulang sektiar jam 4.30 sore, tapi karena saya baru tahu ada kolam renang dan Jonathan tadi pagi gak jadi berenang dengan oppung, jadilah kami memutuskan Jonathan dan oppung berenang dulu. Kolam renangnya air belerang juga, tapi suhunya dijaga sekitar 40 – 41 derajat celcius.

Jona berenang dengan oppung

Untuk berenang dikenakan biaya tambahan, harganya seperti harga masuk juga, orang lokal Dewasa 50 Baht, anak-anak 20 Baht, orang asing Dewasa 100 Baht dan anak-anak 50 Baht. Kolam renangnya tidak ramai, kamar mandi untuk membersihkan badan sehabis berenang juga cukup bersih, malahan di kamar mandi perempuan tersedia hair dryer segala.

Secara keseluruhan, tempat ini cukup bersih. Banyak tempat duduk untuk bersantai dan menikmati makanan. Banyak pohon dan tempat rindang sehingga tidak terganggu dengan terik matahari. Banyak tempat sampah yang bahkan dikategorikan untuk sampah bekas makanan, plastik dan keranjang bekas telur. Banyak tempat penampungan botol atau kaleng yang siap untuk didaurulang. Banyak tempat pijet dan tersedia banyak petunjuk arah dan peta lokasi di mana kita berada, sehingga tidak akan tersesat dan petunjuknya juga ada dalam bahasa Inggris.

Pemandangannya yang indah kombinasi pepohonan, bunga dan langit biru sungguh membuat kami merasa betah berlama-lama di sana. Lain kali semoga bisa mencari informasti mengenai biaya menginap atau camping di sana, supaya bisa bermain lebih puas lagi.

Doi Pui Hmong Tribal Village

Ini lanjutan cerita jalan-jalan hari Sabtu lalu. Karena lokasinya relatif dekat, pulang dari melihat bunga Sakura di Ban Khun Chang Khian, kami mampir ke Doi Pui untuk makan siang dan melihat taman bunga yang ada di Hmong Village di Doi Pui.

Jalan ke daerah perkampungan ini sedikit lebih baik daripada jalan ke lokasi Sakura, tapi ya, lumayan curam juga dan beberapa bagian jalan ada yang rusak tergerus air di musim hujan. Setelah jalan berbelok-belok ditengah hutan, tiba juga di perkampungan yang kalau di lihat dari atas, hanya sedikit sekali perumahan yang ada di sana.

Hmong VIllage di lihat dari view point Doi Pui

Penduduk sekitar sini sepertinya hidup dari menerima turis di desanya sambil menjual berbagai produksi hasil tenunan atau kerajinan tangan dari kain tenun dan juga dari perak, kopi dan buah-buahan yang dikeringkan. Di sana banyak sekali yang berjualan berbagai hal yang sebenarnya bisa ditemukan juga di pasar warorot Chiang Mai, dengan harga yang lebih murah. Awalnya saya juga kaget, loh kok bisa lebih murah? kan tempat wisata? biasanya kan tempat wisata lebih mahal daripada pasar? Ya jelas saja lebih murah, karena merekalah produsen dari benda-benda yang dijual di Chiang Mai.

Berbagai kain tenun sudah jadi baju, rok dan jaket

Buat beberapa orang, tujuan ke tempat ini selain untuk makan siang setelah melihat sakura atau mungkin melihat Doi Suthep, tentunya untuk membeli oleh-oleh. Berbagai kain tenun di jual dengan cukup murah dibandingkan harga di Warorot. Motifnya juga banyak yang lebih cantik. Selain berbagai produk dari kain, mereka juga menjual kacang almond, kacang macadamia, buah-buahan yang sudah dikeringkan, bermacam perhiasan dari silver, obat-obatan tradisional dan permainan tradisional dari kayu.

Eh hampir kelupaan, mereka juga menjual berbagai biji kopi. Salah satu hasil pertanian di Doi Pui ya kopi. Saya gak beli kopinya, karena stok kopi yang di bawa dari Indonesia masih banyak banget, sedangkan kalau kopi dibiarkan berlama-lama, rasanya jadi tidak enak. Jadi ya, toh gampanglah kalau mau nyari kopi Thailand kapan saja.

Silakan pilih, mau tas, kacang almond atau buah lengkeng dikeringkan
berbagai herbal/obat tradisional juga ada

Setelah melewati banyak sekali tukang jualan dengan jalanan yang naik turun, akhirnya sampai juga di pintu masuk untuk melihat taman bunga Doi Pui. Taman bunganya ini sekalian disebut sebagai Hill Tribe Village Museum. Selain bunga, mereka juga berusaha mengenalkan pakaian adat dan rumah tradisional suku Hill Tribe. Tiket masuknya cukup murah, per orang hanya 10 baht saja.

Tiket masuk ke taman, cuma 10 baht

Tepat dipintu masuk ke taman, ada yang menawaran jasa menyewa baju Hill Tribe untuk foto-foto. Tapi karena mama saya tidak mau (dan saya juga gak pernah kepengen), kami gak bikin foto dengan baju tradisional Hill Tribe. Untuk lokasi yang sangat luas, walaupun relatif banyak pengunjung, tempat ini terasa sepi. Walau demikian saya perhatikan ada beberapa yang datang ke sana emang sengaja untuk foto dengan pakaian tradisional Hill Tribe.

Kami pernah ke Doi Pui ini sekitar 11 tahun yang lalu. Tapi selain bunga-bunganya, banyak hal terasa berbeda dari ingatan. Entah kenapa rasanya sekarang ini tukang jualannya tambah banyak, dan sepertinya kita sengaja diputerin melewati tukang jualan sebelum masuk ke taman bunganya. Jadi teringat dulu di borobodur juga untuk keluar dari sana, harus melewati banyaaaak sekali tukang jualan.

Setelah jalan cukup banyak naik turun tangga, sampai di taman bunganya, tadaaaa masih banyak lagi dong tangganya, untungnya anak-anak semangat tinggi karena tempatnya luas dan bisa puas naik turun tangga dan lihat bunga-bunga. Joshua yang di jalan sudah istirahat tidur, langsung semangat 45 mengeksplorasi kebun bunganya.

Siapkan tenaga, naik turun tangga sambil lihat bunga
lupa menghitung berapa banyak anak tangga

Setelah sampai agak atas, sampailah di sebuah rumah sample yang isinya kurang lebih sama saja dengan rumah tradisional jaman dulu di Indonesia. Saya ingat, pernah ke rumah tradisional Batak, dalamnya kira-kira sama peralatan masaknya, bedanya kalau di Indonesia rumahnya berupa rumah panggung. Di sini, mungkin karena pada dasarnya mereka suku yang hidup di pegunungan, mereka ga takut banjir, jadi rumahnya ya gak bentuk rumah panggung.

contoh dalamnya rumah tradisional suku Hmong, mirip juga dengan kampung kita di Indonesia
contoh dapur dari rumah suku Hmong

Walaupun lelah naik turun tangga, tapi rasanya hati puas melihat keindahan alam ciptaan Tuhan. Mata ini rasanya refreshing banget lihat langit biru, gunung yang hijau dan bunga berwarna-warni. Aih jadi puitis deh karena seharian mata di manja dengan bunga-bunga.

Pemandangan dari atas taman bunga
seger ya lihat bunga warna warni bermekaran

Jonathan yang biasanya diajak jalan sering mengeluh capai, hari itu tidak mengeluh sama sekali. Dia cukup menikmati perjalanan dan juga ikutan mengamati bunga-bunga yang ada. Melihat orang-orang antri foto di papan nama Doi Pui, Jonathan juga gak mau kalah dan minta di fotoin. Jarang-jarang dia minta di foto dan duduk bagus. Biasanya juga diajak foto gak mau diem gerak mulu.

banyak yang ngantri buat foto di sini, jadi Jonathan ikutan minta di foto

Setelah puas melihat Doi Pui, kami pulang langsung ke Chiang Mai. Perjalanan cukup lancar walaupun masih banyak mobil dari arah Chiang Mai yang baru akan naik ke gunung dan mungkin saja mau melihat Sakura juga.

Sebenarnya, ada sedikit terpikir mampir lagi ke tempat lain (Doi Suthep atau Bu Bhing Palace, tapi melihat anak-anak udah pada teler di mobil, ya sudah kami pun memutuskan untuk langsung pulang ke rumah. Entah kapan lagi akan melihat Doi Pui Village, kalau ga ada yang minta dianter ke sana, kemungkinan sih gak akan ke sana. Apa sekalian jadi guide Chiang Mai untuk orang Indonesia ya, biar bisa sering-sering jalan-jalan ke sini hehehehe.

Queen Sirikit Botanical Garden Chiang Mai

Hari ini 12 tahun yang lalu, kami menikah dan mengikat janji. Bersyukur kalau selama 12 tahun kami bisa semakin kenal dan saling mendukung satu sama lain. Setelah punya anak, Joe juga jadi suami siaga dan mau bekerja sama urus anak walaupun dia sibuk dengan pekerjaanya. Juga hampir setiap akhir minggu, Joe menyempatkan juga menghabiskan waktu bersama saya dan anak-anak.

Karena hari ini hari yang istimewa, kami pergi ke tempat yang agak jauh dikit biar melihat tempat yang berbeda dari biasa, sekalian milih tempat yang menarik untuk dilihat oleh mama saya yang lagi di Chiang Mai. Pilihan jatuh ke Queen Sirikit Botanical Garden Chiang Mai. Kami baru sekali ke tempat ini sekitar 7 tahun yang lalu waktu Jonathan masih kecil banget, jadi kami sudah lupa sama sekali dengan tempat ini.

Sebelum berangkat, saya menelpon dulu memastikan kalau di sana ada food court. Kami berangkat sekitar jam 11 siang, dan target pertama tentunya makan siang dulu sebelum jalan-jalan melihat-lihatnya. Lokasinya sekitar 35 km dari rumah kami, karena perjalanannya sedikit agak naik ke gunung, waktu yang butuhkan untuk tiba di sana kurang lebih 1 jam.

peta QSBG

Taman ini sangat luas sekali, alamnya masih asli bagian dari hutan. Tiket masuknya sangat murah apalagi karena kami bisa dapat harga lokal. Harga masuk mobil (plus orang yang mengendarainya 100 baht), dewasa 40 baht , anak-anak di bawah 12 tahun dan dewasa di atas 60 tahun gratis. Jadi kami tadi hanya membayar 140 baht saja untuk 5 orang. Untuk anak diatas 12 tahun harga lokal 20 baht dan orang asing 50 baht. Untuk harga orang asing dewasa juga relatif murah, 100 baht saja. Kalau misalnya masuk ke dalam tidak membawa mobil, di dalam ada layanan tram keliling dengan biaya tambahan dewasa 30 baht dan anak-anak 10 baht.

Dari sekian banyak tempat yang bisa dikunjungi di dalam QSBG, kami hanya ke 3 tempat: Food court/coffee shop, glass house complex dan canopy walk. Oh ya sempat nyasar juga masuk ke hutan di dalam QSBG gara-gara salah belok, jalannya rada kecil dan searah dan sempat kecut kalau-kalau ada pohon tumbang, jalannya juga cukup menanjak. Sempat khawatir mobilnya ga kuat naik, tapi untungnya bisa juga hehehe.

tempat parkir food court QSBG

Tujuan pertama: tempat makan. Ada restoran dengan menu makanan Thai, ada coffee shop dan memiliki tempat parkir cukup luas. Restorannya tergolong restoran biasa saja, rasa makanannya ya standar makanan Thai dengan menu somtam, telur dadar, nasi putih, ayam panggang, atau mie kuah ala Thai. Harga makanannya sedikit lebih mahal daripada di luar, tapi masih sangat murah mengingat ini berada di dalam tempat wisata.

Dari dekat tempat makan, ada jalan menuju glass house complex. Glass house complex ini sebenarnya intinya kumpulan berbagai tumbuhan di dalam rumah kaca, masing-masing rumah kaca menyimpan 1 kategori tanaman. Ada tanaman kaktus, berbagai tanaman air, tanaman yang berfungsi sebagai obat, dan berbagai kategori yang saya sejauh ini tetap ga ngerti maksudnya apa hehehe. Sebelum masuk ke dalam glass house complex, ada kebun bunga mawar yang punya koleksi bunga warna aneka warna. Beberapa bunga mawar sangat besar dari biasanya.

melewati rose garden

Sesungguhnya melihat QSBG ini saya kagum dengan banyaknya aneka jenis tanaman, dan sejauh ini saya hanya mengenal sangat sedikit jenis tanaman. Salut dengan para botanist yang mengenal beda satu tanaman dengan yang lain dengan memperhatikan kelopak daunnya misalnya. Walaupun sering melihat berbagai jenis bunga/tanaman yang dilengkapi dengan petunjuk nama tanamannya, tapi sangat sedikit yang berhasil saya ingat hehehe.

Setelah puas melihat-lihat di glass house complex, kami kembali ke mobil dan melanjutkan menuju ke canopy walk. Karena canopy walk ini lokasinya lebih dekat ke pintu masuk, kami harus memutari QSBG menuju arah keluar terlebih dahulu. Nah pas nyari jalan keluarnya ini kami sempat nyasar, masuk ke daerah yang sepertinya memang masih hutan banget. Untung ga ada pohon tumbang yang menghalangi jalan. Kami nyasarnya ada sekitar 15 menit, tapi 15 menit yang menegangkan dan membuat kami agak cemas dan bingung mau mundur ga bisa mutar, mau maju bakal sampai ke mana hehehe.

Singkat cerita, sampai juga di canopy walk. Untuk jalan di canopy walk ini perlu menunjukkan tiket masuk yang di beli di pintu masuk. Awalnya saya pikir canopy walk ini jalan di atas kaca, tapi ternyata, hanya sebagian kecil jembatan saja yang ada kaca tembus pandangnya sehingga bisa melihat ke bawah hutan.

Awalnya agak ngeri juga jalan menyeberang, apalagi kalau sambil melihat ke bawah. Gak kebayang gimana mereka dulu membangun jembatan ini. Jembatan ini sekitar 20 meter di atas tamannya. Panjangnya juga sekitar 400 meter dan ada beberapa bagian yang agak menanjak ke arah view pointnya. Untungnya beberapa bagian cukup teduh, jadi walaupun jalan di siang hari, gak terlalu panas untuk melewati jembatani ini.

jalan di canopy walk

Ini foto di view point, dindingnya kaca bening, jadi view nya bisa kelihatan di belakang kita. Sayangnya gunungnya keliatan agak berkabut karena kadar polusi di Chiang Mai sudah mulai naik dari biasanya.

foto di view point canopy walk

Selesai dari canopy walk, tak terasa sudah jam 3 lewat. Kami mampir sebentar di souvenir shop dan istirahat di flying draco coffee shop. Setelah rasa lelah berkurang, kami pulang dan sampai di rumah sekitar jam 4.40 sore.

Sepertinya Queen Sirikit Botanical Garden bisa dimasukkan dalam daftar tujuan wisata kalau lagi bosan dengan tujuan yang dekat-dekat. Ada banyak tempat wisata ke arah QSBG ini, tapi ya karena di sana saja menghabiskan waktu banyak, lain kali harus berangkat lebih pagi biar gak kepanasan juga.