Fan Fiction: The King Eternal Monarch dan Pandemi

Memasuki tantangan menulis kokoriyaan topik 29, kami harus menuliskan fan fiction dari drama yang sudah ditonton. Sebenarnya, saya belum pernah membuat fan fiction dan tidak terlalu bisa menuliskan fiksi. Tapi, karena semboyan kami “tidak ada topik yang tidak bisa dituliskan”, dan “selalu ada waktu pertama untuk mencoba”, maka kali ini saya pun akan mencoba meneruskan salah satu drama yang saya tidak suka jalan ceritanya terutama endingnya. 

Jong Tae-eul, Lee Gon, dan Kapten Jo Yeong

Biasanya, orang akan menuliskan fan fiction dari drama yang dia suka, tapi saya justru nulis yang ini karena merasa drama ini punya potensi untuk disukai dengan pemilihan pemerannya dan juga visual dari drama yang enak dilihat, tapi sayangnya jalan ceritanya banyak yang membingungkan dan endingnya yang sepertinya bahagia tapi sebenarnya tidak ada tujuan.

Lanjutkan membaca “Fan Fiction: The King Eternal Monarch dan Pandemi”

Fiksi: Kisah Bunga dan Sepatu

Bunga memandang walk-in closetnya. Dia sedang memilih-milih mau pakai sepatu yang mana hari ini. Mungkin pakai yang tingginya 5 cm saja. Hari ini dia cuma berencana ke supermarket di belakang gedung apartemennya. Tapi dia sedang mempertimbangkan, mungkin bisa juga pergi agak jauh dari apartemen, hitung-hitung memanaskan mesin mobilnya yang belum dipakai beberapa hari ini.

Selesai berdandan dan mengenakan sepatu 5 cm, Bunga kembali dihadapkan dengan pilihan: mau pakai tas yang mana ya? Tas backpack kayaknya gak aman dan gak matching dong dengan sepatu 5 cm nya. Tas sandang mau warna biru atau merah garis putih?. Aduh bingung deh, tadi memilih baju saja habis 15 menit, milih sepatu 20 menit, sekarang pilih tas butuh berapa menit lagi?

Lanjutkan membaca “Fiksi: Kisah Bunga dan Sepatu”

Fiksi: Wedding in Time of Corona

Catatan: cerita ini fiksi belaka, nama, tempat, peristiwa, kronologi semuanya dari imajinasi saya saja.

Bunga merasa galau segalau-galaunya. Rencana pernikahan termasuk resepsi yang sudah disusun sejak tahun lalu alamat kacau balau. Siapa sangka ada wabah yang tiba-tiba mendunia. Padahal tinggal 3 hari lagi hari H itu tiba. Hari yang untuk merencanakannya saja butuh mencari hari di mana Bunga dan Abang bisa ambil cuti panjang, dan sekarang terancam buyar?

Semua sudah dipesan dan dibayar lunas, gedung pertemuan, katering sesuai jumlah undangan, dekorasi dan baju pengantin juga sudah diambil dari tukang jahitnya. Sengaja dia ambil cuti besar dan dari 3 minggu lalu pulang ke kotanya untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Bunga tidak ingin merepotkan orang tuanya yang sudah berumur di atas 70 tahun, kakak-kakaknya juga tidak mungkin bisa membantu karena mereka sudah lama tidak tinggal di kota ini lagi.

Si Abang, calon suaminya nyaris tidak dapat terbang ke Indonesia, untung saja masih sempat menukar tiket pesawat dan bisa berangkat sebelum kota tempat mereka tinggal lock down dan masuk ke Indonesia tanpa masalah. Bunga dan Abang memang bekerja di luar negeri, dan untungnya bos Bunga lebih fleksibel daripada bos si Abang. Bunga sudah bisa pulang duluan dan ambil cuti besar selama 2 bulan, Abang cuma dapat cuti 1 bulan.

Sekarang si Abang masih dalam masa mengkarantina dirinya sendiri, dan hari H itu tepat 2 minggu sejak dia tiba di Indonesia. Bunga bahkan belum bisa bertemu langsung dengan Abang, untungnya ada video call sehingga mereka tetap bisa berkomunikasi tatap muka.

Keluarga Abang dan kerabat Bunga sudah banyak yang mengabari kalau mereka tidak akan bisa datang menghadiri pernikahan Bunga. Mereka semua terkena efek dari semakin ketatnya aturan keluar ataupun masuk dari setiap negara di dunia ini dan juga karena ada himbauan untuk di rumah saja.

Kakak-kakaknya yang tinggal hanya 3 jam dari kota mereka tinggal juga memutuskan untuk tidak datang, kakak pertama memang tenaga kesehatan, jadi dia tidak bisa ijin dan sedang sangat dibutuhkan saat ini. Kakak ke-2 sedang hamil besar anak ke-2, jadi dia tidak mau ambil resiko berperjalanan dengan membawa balita dan perut besar. Keluarga besar dari papa mamanya juga banyakan dari luar pulau, dan hanya sedikit yang berani ambil resiko untuk naik pesawat terbang.

Kemarin dia sempat ribut dengan Abang yang mengusulkan kalau mereka cukup catatan sipil dan minta pengesahan secara agama saja dulu dan menunda resepsinya lain kali. Bunga merasa, si Abang kayak tidak ngerti aja, ini kan hari di mana Bunga ingin merasa jadi ratu sehari. Hari yang harusnya hari paling bahagia.

Bunga ngotot bilang ke Abang, masak sama virus aja takut. Bunga mengusulkan untuk ambil tindakan pencegahan, misalnya desinfeksi ruangan dan sediakan handsanitizer sebagai souvenir – walaupun Bunga tidak tahu di mana harus mencari 2000 hand sanitizer. Tapi namanya Bunga sedang ngotot, dia bahkan terpikir bisalah bikin sendiri mengikuti berbagai video tentang pembuatan hand sanitizer.

Bunga sempat berpikir, apakah ini tandanya dia gak jodoh dengan Abang ya? atau mungkin Bunga yang salah fokus. Kemarin kakak pertamanya bercerita, kalau mereka sudah kewalahan di rumah sakit. Pasien yang harus ditangani hampir melebihi kapasitas rumah sakit dan bahkan harus dialihkan ke rumah sakit lain. Ratusan pasien yang masih menunggu hasil test tapi harus diperlakukan secara hati-hati kalau tidak mau ketularan. Belum lagi ada rekan mereka yang walaupun sudah sangat berhati-hati dengan pakaian dan masker yang selalu terpakai, sekarang juga sedang diisolasi dan menunggu hasil karena sudah mempunyai gejala yang sama.

Bunga mencoba curhat ke sebuah forum wedding organizer. Ternyata, Bunga tidak sendirian, ada banyak mengalami dilema yang sama. Beberapa memutuskan untuk membatalkan, ada juga yang menunda untuk tanggal yang tidak diketahui. Tapi, tunggu dulu, ada satu usulan yang membuat Bunga yang tadinya galau jadi lebih tenang.

Namanya Adinda, dia juga berencana menikah 3 hari lagi, tapi baru kemarin calon suaminya harus swab test karena mengalami gejala yang sama dengan pasien-pasien lainnya. Adinda bahkan menyewa gedung dengan kapasitas 3 kali lebih besar dari undangan Bunga.

Adinda dan calon suaminya memutuskan untuk tetap menikah dengan catatan sipil dan secara agama saja setelah nantinya calon suaminya membaik. Untuk makanan yang sudah dipesan, dia minta kerjasama dari kateringnya supaya makanan prasmanan diganti menjadi nasi kotak saja. Nantinya makanan itu akan dibagi-bagikan untuk tenaga kesehatan yang menangani pasien Covid-19, termasuk juga untuk pasien-pasien yang ada. Selain itu juga akan dibagikan ke perkampungan masyarakat yang semakin sulit mendapatkan penghasilan.

Untuk biaya dekorasi, dokumentasi, dan sewa gedung, mereka akan mengusulkan supaya 60 persen dari duit yang sudah dibayarkan disumbangkan untuk membantu pengadaan berbagai keperluan melawan virus ini. Jadi pihak wedding organizer bisa tetap mendapatkan 40 persen walaupun mereka tidak bekerja. Tanpa diduga, beberapa pihak bersedia mengembalikan 90 persen, dan tergerak untuk menyumbang.

Bunga langsung mengirim pesan ke Adinda dan bertanya apa yang membuat dia memutuskan seperti itu? Adinda menjelaskan kalau menurut dia esensi dari pernikahan itu bukanlah pesta yang meriahnya. Mau seperti apapun usaha pencegahan, dengan adanya banyak orang berkumpul dari berbagai tempat, pasti ada kemungkinan penularan.

Bahkan sebelum calon suaminya mengalami gejala yang sama, mereka sudah mulai mempertimbangkan untuk membatalkan resepsi besarnya, akan tetapi keluarga besar mendesak karena alasan gengsi keluarga. Mereka merasa, dengan calon Adinda menjadi orang dalam pengawasan, keluarga besarnya yang tadinya anggap enteng dengan virus ini akhirnya tersadar, sebagian bahkan sudah mulai cemas karena beberapa hari sebelumnya masih berinteraksi dengan calon suami Adinda.

Adinda sih sudah pasrah, kalaupun dia juga terinfeksi, ya… setidaknya dia tidak menjadi spreader ke tamu-tamu yang lebih banyak lagi di resepsi pernikahannya. Adinda malah merasa bersyukur sudah ketahuan sebelum resepsi, gimana kalau gejalanya muncul sehari setelah resepsi, lalu gimana kalau 50 persen dari undangannya jadi terinfeksi juga? Pastilah rasanya akan sangat bersalah sekali. Bagaimana mungkin bisa berbahagia sepanjang pernikahan kalau diawali dengan membawa bencana ke banyak orang? Lagipula, apa sih esensi pernikahan itu? apakah lebih penting selebrasinya? atau komitmen menjadi pasangan suami istrinya?

Bunga berterima kasih ke Adinda dan langsung menelpon si Abang. Bunga menceritakan semuanya ke Abang dan akhirnya Bunga merasa lebih tenang. Akhirnya mereka sudah mendapatkan kesepakatan baru. Bunga juga akan meniru Adinda dengan sedikti modifikasi.

Bunga dan Abang akan tetap mengesahkan pernikahan secara agama dan negara 3 hari lagi, tapi tidak lagi di gedung pertemuan besar. Nantinya mereka akan membagikan link live streaming untuk disaksikan para undangan. Bunga juga akan meminta jika para undangan ingin memberi hadiah, bisa berupa uang untuk didonasikan untuk membantu tim tenaga kesehatan dalam memerangi virus ini.

Bunga sudah bisa tersenyum sekarang. Setiap masalah pasti ada jalan keluar, asal kita mau melihat apa sih fokus permasalahannya. Virus ini tidak akan bisa mengalahkan niat 2 orang yang saling mencintai untuk berkomitmen menjadi suami istri. Walaupun tanpa resepsi yang megah, pernikahan mereka tetap sah dengan acara agama dan catatan sipil. Dan yang pasti, mereka tidak perlu menanggung beban mental kalau sampai hari bahagia mereka membawa bencana buat orang lain yang terinfeksi.

— dan mereka hidup bahagia selamanya —

Flash Fiction: Bunga jadi Pengantin

Bunga tersenyum, hari yang dinantikannya tiba si usianya yang ke 27 tahun. Di seberang sana, dia melihat sosok yang juga tersenyum padanya dan berjalan dengan langkah pasti ke arahnya diiringi alunan piano yang dibawakan adik sepupunya.

Bunga tak ingin melepaskan pandangan matanya dari mata kekasihnya, tapi aduh maskara yang terlalu tebal membuat matanya terasa gatal. Mau tak mau Bunga mengedipkan matanya sepersekian detik. Ketika Bunga membuka matanya lagi, dia hampir berteriak histeris.

Arghhhh kemana lelaki yang tadi berjalan ke arahnya. Kemana hadirin yang terlihat ramai dan kemana alunan denting piano.

Bunga menutup matanya lagi dan berharap kembali ke scene sebelumnya. Dia memandang ke baju yang dia kenakan. Alamak, baju tidur, jadi tadi itu cuma mimpi. Huh seballll.

Baca buku: Resign!

Gara-gara baca buku jadi bolos nulis, ini sih jelas alasan yang dicari-cari, padahal penyakit malas nulis datang lagi karena keseringan bolos. Harus mulai rutin lagi nulis biar gak kebawa malasnya. Hari ini saya akan menuliskan tentang buku yang sebenarnya saya baca sebelum buku Kupilih Jalan Terindah Hidupku.

Buku Resign! di aplikasi ipusnas

Terakhir kali baca buku kategori MetroPop itu rasanya sebelum ke Chiang Mai, baca buku karya teman kuliah, udah lama banget ya. Nah beberapa hari lalu baca review buku ini dari salah satu anggota grup KLIP dan jadi teringat mencari di aplikasi ipusnas dan ketemu. Langsung deh pinjam dan baca 1 hari selesai.

Daftar isinya agak salah nih di aplikasinya

Buat yang mencari bacaan untuk berhenti dari nonton kdrama, buku ini boleh dicoba dibaca. Kisahnya mengambil tempat di sebuah kantor konsultan di Jakarta. Jangan bayangkan akan ada pembahasan detail tentang apa yang mereka kerjakan, yang ditunjukkan lebih ke tingkat tekanan batin dari para anak buah menghadapi tuntunan deadline pekerjaan plus bos yang sering meminta review berkali-kali sampai sempurna.

Kelakuan bos yang bikin anak buah tertekan batin ini sebenarnya membuat anak buah pengen resign saja. Tapi urusan resign ini gak mudah, karena si bos punya radar kalau ada anak buah minta ijin dengan berbagai alasan apapun pasti bos tau dan menggagalkan proses interview mereka. Merekapun bikin kompetisi berlomba untuk duluan resign.

Ceritanya dibumbui dengan kisah cinta ala-ala kdrama. Kenapa saya bilang ala kdrama? karena seperti di kdrama ada klise di mana dari 2 tokoh yang seperti kucing dan anjing ternyata malah jadian. Prosesnya lebih cepet sih dari drama, gak nunggu 16 episode haha.

Oke daripada jadi spoiler, lebih baik berhenti memberitahu resensi ceritanya. Buku dengan 288 halaman ini dituliskan awalnya di media wattpad. Wattpad itu apalagi? Ini kapan-kapan deh dituliskannya ya. Kalau mau tau bisa langsung klik aja buat baca penjelasannya.

Kalau melihat dari jumlah pembaca di aplikasi ipusnas saja sudah lebih dari 1000 orang, saya yakin yang beli buku ini juga cukup banyak. Buku ini mungkin ceritanya terlalu spesifik dengan masa ini, tapi ya genre metropop umumnya seperti itu, berbeda dengan genre fantasi seperti Harry Potter, Narnia ataupun kisah detektif Agatha Christie yang ceritanya masih tetap menarik dibaca walau sudah lama terbitnya. Eh mau ngomong apa sih saya sebenarnya? Maksudnya ya kalau mau bacaan hiburan lumayanlah buku ini. Tapi kalau dibacanya 20 tahun mendatang, saya gak yakin masih bakal ada taxi online nggak hehe.

Ada istilah di buku ini yang baru buat saya, seperti halnya kacung kampret yang disingkat dengan cungpret, atau singkatan MT untuk Makan Teman. Dulunya saya tau istilah kacung ataupun makan teman, tapi ya gak disingkat begitu. Dialog dalam buku ini juga banyak menggunakan bahasa Inggris, dan memang jaman sekarang sudah biasa dalam percakapan sehari-hari bercampur memakai bahasa asing. Penggunaan taxi online dan memesan makanan juga menunjukkan ceritanya berlangsung di masa setelah ada taxi online.

Daya tarik buku ini buat saya sih dialog-dialognya yang lucu. Gaya bahasa anak buah yang pengen melawan bos tapi harus menahan diri, ataupun gaya bahasa gossip dengan teman kantor di saat makan siang ataupun menggunakan media online chat.

Saya pernah kerja di kantor, tapi kantor saya tekanannya gak kayak di buku ini, bos nya juga baik-baik hehehe. Tapi ya gaya bercerita penulis bisa diikuti dan cukup membuat saya menyelesaikan bukunya dengan cepat. Untuk pekerja kantoran yang sering lembur mungkin bisa lebih membayangkan situasinya dan akan ikut-ikutan sebel dengan tokoh bos nya.

Jadi kesimpulannya, bukunya direkomendasikan gak nih untuk dibaca? ya kalau mencari bacaan ringan untuk dibaca sambil nunggu atau di perjalanan di tengah kemacetan, daripada bengong lumayanlah buku ini bisa dicoba baca. Kalau mau lihat apakah bakal suka atau nggak, bisa baca dari aplikasi ipusnas.

Oh ya, sekedar pemberitahuan, aplikasi ipusnas ini isinya banyak sekali. Buku-buku dari jaman Lupus, Olga Sepatu Roda, Lima Sekawan, Agatha Christie juga ada. Tapi sayangnya, aplikasi ini masih agak bermasalah dan sering ketutup sendiri. Tips nya sih cuma sabar aja dan coba instal ulang aplikasinya hahaha. Kemarin malah pernah servernya yang bermasalah dan saya ga bisa download buku sama sekali. Ya namanya juga gratisan ya, jadi sabar aja dan semoga aplikasinya diperbaiki oleh ipusnas untuk meningkatkan minat baca masyarakat.

Kolaborasi Belajar Bikin Fiksi

“Kriiing…..kriiiing….”

Suara telepon di ruang tengah berbunyi. “Ah paling buat si dedek yang baru jadian, kayaknya skarang ini ga ada harapan nerima telpon dari si dia, telepon kost diakuisisi sama si dedek sejak sore sampai pagi. andai saja HP-ku kemaren tidak kecemplung ke kolam ikan lele depan kost *sigh*.

Baru saja aku menarik selimut, tiba2 namaku dipanggil sama kak Leni: “Dewiiii, ada yang nelpon tuh, katanya abang kamu!”. “Deg, ngapain si abang nelp jam segini, ini kan jam tidurnya dia di Amerika sana”. Dengan malas-malasan aku keluar kamar karena kupikir abang kandungku yang menelpon mau curhat lagi soal cewe yang dia lagi suka.

“halo….” kata ku dengan suara terbantal yang pernah ada
“hei…. udah tidur? masih juga jam sgini… “
ternyata dari dia- abang sayang – yang sebulan ini mengusik hatiku dengan kegalauan

“hei… blm tidur kok.. cuman males2an aja… ada apa?”

“widiihh… nelpon kamu itu musti ada apanya ya… hehehe.. tapi gak apapa.. aku emang ada apa nya kok ke kamu… “

Ttiba2 baru aja mood membaik karena telpon yang ada, Merry, teman kos yang baru pulang banting pintu kamarnya. Hmm, jarang-jarang Merry pulang dengan mood jelek gitu, apa dia berantem lagi sama Toni? Sambil melanjutkan obrolan sama si “abang” aku berusaha menepis pikiran buruk soal Merry.

Argggh, tapi kok ya sulit sekali membagi pikiran begini. Akhirnya dengan berat hati, aku akhiri percakapan dengan si Abang dengan alasan besok harus bangun pagi dan ada tugas yang belum selesai kukerjakan. Tugas ini sesungguhnya bukan alasan, memang harusya aku dari tadi mengerjakan tugas ini, tapi ya biasalah, seribu alasan untuk malas selalu ada.

Dengan masih menyimpan penasaran tentang si Merry, aku pun masuk ke kamar. Dengan malas mengaktifkan laptopku. Dosen yang satu ini kalo ngasih tugas selalu gak pake perasaan. Waktunya singkat, bahannya banyak. harus nyari jurnal internasional pula!

laptop sudah terhubung dengan dunia maya.

“hmm… mampir ke Facebook ah… masih download iniii…”

dan demi apa, begitu akun Fb ku terbuka, postingan si abang berada di timeline teratas.

Baru aja mau nulis komen dan mengalihkan prioritas dari tugas ke abang, pintu kamarku diketuk dan langsung dibuka oleh Merry sebelum aku sempat bilang apa-apa. Pintu ku memang jarang terkunci, dan Merry ini sudah jadi teman dekat dari jaman putih biru, dia tau semua rahasiaku walau dia masih saja tertutup dan selektif kalau curhat ke aku. Begitu buka pintu, Merry langsung memelukku dan nangis tanpa menjelaskan apa2. argggh, kayaknya tugas dan abang emang harus menunggu.

Seperti biasa, kubiarkan Merry nangis sepuasnya, selesai dia nangis kutawarkan dia mau Indomie telur? Biasanya cerita akan menyusul setelah tangis selesai dan perut tenang.

Ketika indomie telur sudah matang dan siap di santap, Merry pun sudah lebih tenang. Untungnya Merry mau menerima tawaranku.
Wajahnya masih mendung, namun berusaha menyuapkan sesendok demi sesendok. Sambil menyantap bagianku, kutunggu Merry menceritakan kisahnya.

“tadi aku ke BIP….”tiba-tiba Merry bersuara
“tau gak aku ketemu siapa?? aku lihat si David sama si Maya….” dan wajahnya mulai mewek lagi.
aku mengunyah dalam bingung… “emang kenapa ya klo si David lagi sama si Maya… kenapa ini anak musti meratap begini….”

kusimpan kebingunganku, karena aku rasa sungguh tidak tepat timingnya kalau kutanyakan sekarang pada Merry.

Aku tunggu saja ceritanya keluar dari Merry. Semakin aku bertanya-tanya biasanya ceritanya malah akan berhenti. Ya aku mengenal Merry dan bagaimana untuk membuatnya bercerita, tapi tetap saja, kalau aku salah merespon bisa jadi malam ini tak ada yang selesai, tidak tugasku, tidak perasaan galauku baca status Facebook si abang dan tidak juga bisa menghibur Merry.

===== bersambung =====

Ceritanya, paragraph demi paragraph di atas tulis bergantian bareng temen kost saya dulu. Gara-garanya dia juga mentok mau cerita apa dalam tantangan 30 hari bercerita, dan saya juga sering kurang ide mau nulis apa seperti hari ini. Walau tanpa sadar kami menuliskan situasinya di tempat kos kami dulu, tapi cerita ini fiksi belaka. Gimana kelanjutan kisahnya? sepertinya harus ada kesepakatan dulu mau berapa banyak tokoh lagi dimunculkan dalam cerita ini, kalau nggak bisa-bisa jadi cerita seperti kdrama yang open ending yang cuma bikin penasaran.

nemu dari internet buat menambah kesan dramatis hehehhe…

Kapan lanjutannya ditulis? hmm…blum bisa dijanjikan. Ini cuma mencoba iseng, kira-kira kalau bikin fiksi bergantian bisa seperti apa. Sejauh ini saya sudah punya beberapa alternatif bagaimana mengakhiri cerita ini, tapi biar diendapkan dulu sebelum dilanjutkan ya hehehe.