Sensory Play

Di group homeschooling term ini, saya kebagian ngajar kelas sensory play untuk anak umur 3 dan 4 tahun. Sebenarnya ada banyak sekali ide-ide yang bisa di lihat di internet, tapi umumnya ide yang ada itu banyak yang settingnya lebih cocok di rumah, karena habis main akan berantakan sekali. Akhirnya setiap minggunya cari ide yang ga terlalu berantakan dan kira-kira ga terlalu lama mempersiapkannya. 

Sesuai namanya, kelas sensory ini intinya bermain-main yang menstimulasi sensori/panca indra anak. Jadi bisa berupa mainan yang menstimulasi indra peraba (telapak tangan dan kaki), indra pengecap (lidah), indra penglihatan (mata) dan indra penciuman (hidung) dan indra pendengaran (kuping). Kalau mau tahu lebih banyak mengenai stimulasi sensory dan permainan untuk sensory ini bisa di google, hasilnya sebenarnya hal-hal yang sering kita mainkan sehari-hari.

Berikut ini beberapa kegiatan yang kami lakukan. Sejauh ini ada 10 kali pertemuan. Tiap pertemuan berlangsung selama 50 menit. Jumlah murid dalam kelas berkisar antara 5 sampai 8 anak. Untungnya saya dibantu oleh 2 orang tua lainnya, jadi kalau ada anak yang ga tertarik dengan kegiatan yang saya persiapkan, mereka tetap bisa diperhatikan dan gak mengganggu kelas.

Mainan dengan squishy bag. Persiapannya malam sebelumnya tepung dicampur air di kasih warna, terus dimasukkan ke dalam ziploc. Selain tepung berwarna ini di masukkan googly eyes atau beads warna warni. Anak-anak senang disuruh mencari-cari googly eyes atau beads dan juga cukup senang menggeser-geser isi dari ziplocnya yang tentunya sudah diamankan dengan lakban di pinggirannya supaya isinya ga keluar. Sayangnya kelas ini saya ga foto sama sekali. Idenya saya dapat dari wesbsite ini.

Salah satu kesempatan, saya minta anak-anak tracing telapak tangannya. Lalu kami bantu memberikan lem dan mereka bisa menempelkan pom pom untuk menghias tangan masing-masing. Saya instruksinya mereka tracing 1 tangan saja, tapi anak-anak itu ada yang minta untuk ditracing 2 tangan.

tracing tangan lalu dihias pom pom
Lanjutkan membaca “Sensory Play”

Pecah(kan) Kacanya

Ceritanya hari ini kami ajak anak-anak ke park yang kecil untuk bermain sebentar. Mau ke Rajapreuk takut kehujanan karena beberapa hari ini Chiang Mai hujan lagi (kirain udah abis musim hujannya). Setelah puas bermain-main di playground, Joshua ingat kalau di situ dia pernah makan ice cream sebelum pulang. Jadilah dia belok ke coffee shop dan saya pikir ya sekalian saya juga belum minum kopi.

Meja tempat kami duduk, meja kayu dengan alas kaca diatasnya. Dari sejak awal kacanya sering bergeser karena ga nempel ke mejanya. Karena Joshua bersandar ke meja, kacanya selalu bergeser dan berkali-kali saya geser kembali. Kami sudah memutuskan akan pulang karena ice cream Joshua sudah habis dan rainbow crepe pilihan Jonathan juga sudah habis. Tiba-tiba “prak”, Joshua menyebabkan kacanya terbentuk ke dinding dan kacanya pun pecah.

Sebenarnya bisa saja kami kabur pulang karena mbak-mbak yang jaga coffeeshopnya ga lihat. Tapi saya tahu, itu ga benar.  Saya panggil mbak-mbaknya dan kasih tau, “Mbak maaf, mejanya kacanya pecah”. Mbaknya kaget, dan nanya: “Siapa yang mecahin?” Saya jawab, “Anak saya yang pecahin. Dia memang agak bersandar dan kacanya geser terus, dan tau-tau kejeduk ke dinding dan pecah. Kalau saya perlu ganti, berapa yang harus saya bayar?” Mbaknya langsung sibuk nelpon pemilih coffeeshopnya. Dia juga wajahnya cemas dan lega campur aduk sepertinya. Cemas kaca pecah, lega karena yang mecahin customernya ga kabur.

Setelah pemiliknya tahu, si mbak penjaga bilang sambil merasa ga enak hati: “Maaf, kalau bayar 500 baht gimana? jadi kita setengah-setengah bayarnya, karena kacanya perlu dipesan dulu untuk ukuran ini”. Mungkin dia ga enak hati karena takut saya menolak bayar, karena 500 baht itu cukup mahal. Saya ga tahu harga kaca meja, sebenernya bisa saja saya googling dulu nyari tahu harga, tapi saya pikir ya sudahlah, memang salah kami juga udah tahu mejanya bergeser mulu kacanya tapi masih duduk disitu juga, padahal banyak meja lain yang kosong. Saya bilang: “Ok mbak, ini 500 bahtnya, saya juga minta maaf anak saya pecahkan kaca mejanya”. Setelah itu saya keluar. Tadi supaya ga rusuh waktu ngasih tau mbaknya, anak-anak dan bapaknya udah duluan saya suruh keluar dari toko, dan mereka saya suruh duluan ke mobil waktu tau mbaknya masih harus laporan dulu ke pemilik coffee shop.

Waktu saya jalan keluar, baru aja mau sampai ke mobil, eh tau-tau si mbak manggil-manggil dari pintu keluar satunya lagi. Saya pikir, apa 500 baht kurang ya? Tapi ternyata saya salah. Mbaknya bilang: “Ternyata ada kaca cadangan untuk meja ukuran itu, jadi duitnya saya kembalikan saja”. Wah, saya jadi speechleess. Padahal bisa saja mbaknya mengantongi duit 500 bahtnya kan, eh dia baik hati malah berusaha mengejar saya. Setelah saya menerima duit saya kembali, saya meminta maaf sekali lagi karena anak saya mecahin kaca meja dan berterimakasih karena saya ga harus ganti kaca yang pecah.

Bertahun-tahun tinggal di Chiang Mai, saya semakin kagum dengan kebaikan dan kejujuran orang-orang di sini. Pegawai di coffee shop yang kemungkinan gajinya ga seberapa, pastilah kalau dapat 500 baht itu bisa buat makan beberapa hari. Tapi dia memilih untuk mengembalikan ke customer, karena kemungkinan itulah yang diperintahkan sama si pemilik toko. Pemilik tokonya juga ga merasa rugi memakai kaca cadangan, padahal kan bisa saja dia bilang oke sekarang pake kaca cadangan, nanti duit yang 500 baht dipakai untuk menyiapkan cadangan berikut siapa tahu pecah lagi tapi ga ketahuan siapa yang mecahin.

Pelajaran hari ini juga kami pakai ke Jonathan untuk mengajarkan kalau kita salah harus mau mengakuinya. Kita perlu minta maaf dan bertanya bagaimana memperbaiki kesalahan kita itu. Kadang mungkin kita harus bayar, tapi bisa jadi setelah kita akui kita ga harus bayar. Jadi ingat dengan lagu Daniel Tiger’s Neighborhood. “Saying I’m sorry is the first step, then how can I help?“.

Sosialisasi Pemilu 2019 di Chiang Mai

Hari ini 10 November 2019, panita pemilihan luar negeri perwakilan Bangkok mengadakan sosialisi pemilu 2019 kepada WNI di Chiang Mai. Acara sosialisasi berlangsung dari jam 11 sampai sekitar jam 2 siang di restoran Takawa Cuisine Chiang Mai Land. Kami datang agak terlambat karena saya paginya ada kegiatan lain sampai jam 12. Walau terlambat, tentunya kami masih dapat point utama dari sosialisasi ini yaitu makan siang! Eh maksudnya mengenai pemutakhiran data pemilih tetap.

Sejak beberapa tahun terakhir, WNI di Chiang Mai sudah semakin banyak dibandingkan 11 tahun lalu. Beberapa WNI dari kota Lampang yang berdekatan dengan Chiang Mai juga hadir. Acara sosialisai pemilu 2019 untuk pemilih di Thailand sebelumnya sudah diadakan di Bangkok tanggal 3 November 2018 lalu. Kami bersyukur sejak WNI di Chiang Mai cukup banyak, walaupun kota ini jauh dari Bangkok tapi KBRI Bangkok memperhatikan kami dan memberikan sosialisasi khusus.

Point penting dari sosialisasi pemilu tadi, yang mana saya juga baru tau adalah mengenai daftar pemilih tetap. Pertama kita harus cek apakah kita sudah terdaftar di daftar pemilih. Untuk pemilih di Thailand bisa di cek di link berikut: http://www.pplnbangkok2019.org/?page_id=114 apabila ingin memilih di Thailand tapi belum terdaftar, bisa mendaftarkan diri dari link yang tersedia di halaman tersebut.

Untuk WNI yang sudah memiliki NIK dari E-KTP diwajibkan untuk mengajukan permohonan penghapusan data ganda. Jadi ternyata, sistem pemilu 2019 sudah mengotomasi mendaftarkan semua WNI yang memiliki NIK terdaftar dalam DPT di daerah KTP masing-masing. Untuk memastikan, bisa di cek dengan memasukkan nama dan NIK di link berikut ini.

Kalau kita terdaftar di DPT daerah KTP dan di DPT luar negeri, kita perlu untuk mengajukan permohonan penghapusan data ganda. PPLN Bangkok akan membantu WNI di Thailand untuk mengajukan permohonan penghapusan data ganda dengan mengisi form di sini. Selain menghapus data ganda, melalui form itu kita juga bisa mengajukan pindah metoda pemilihan, atau pindah tempat memilih (misalnya kita tiba-tiba pindah ke negara lain atau pulang ke Indonesia).

Pemilu di Thailand untuk TPS  KBRI bangkok diadakan tanggal 10 April 2019 (lebih awal dari pemilu di Indonesia). Pemilih yang dikirim via pos seperti kami yang di Chiang Mai ini kemungkinan akan menerima surat suara lebih awal dari tanggal 10 April 2019. Untuk mencegah kemungkinan WNI yang sudah memilih di Thailand ikut lagi memilih di Indonesia, maka perlu diingatkan untuk menghapus data ganda. Tadi waktu pertemuan sosialisasi, panitia juga aktif menanyakan apakah kami punya NIK dan mengingatkan untuk mengecek dan menghapus data ganda kalau memang terdaftar di 2 tempat. 

Walaupun rasanya hal itu namanya niat banget, tapi ya tetap saja hal ini harus dihindari supaya tidak terjadi kecurangan dalam pemilu. Satu pemilih hanya boleh menggunakan 1 suara. Semoga saja ga ada yang memanfaatkan hal ini untuk mecurangi pemilu. Kalau misalnya kita mengetahui ada yang curang, kita juga bisa segera laporkan ke panitia pemilu.

Untuk penghitungan suara pemilu di Thailand, akan diadakan hari Rabu tanggal 17 April 2019. WNI di Thailand yang ingin menyaksikan penghitungan suara dipersilahkan datang ke KBRI Bangkok. Semoga pemilu Indonesia 2019 berlangsung dengan aman dan damai, dan siapapun yang terpilih bisa membawa Indonesia lebih baik lagi.

Happy Birthday Jonathan

Hari ini, Jonathan berulang tahun ke-8 tahun. Berbeda dengan tahun sebelumnya, tahun ini Jonathan ulang tahunnya ga dirayakan. Katanya dia mau minta dibeliin hadiah aja buat dia. Tadinya dia minta diajak jalan-jalan ke Singapura (karena tahun lalu saya dan papanya gantian ke Singapura tanpa anak-anak), tapi karena bulan September lalu udah ke HongKong dan ada rencana akhir tahun pulang ke Indonesia, kami kasih pengertian kalau libur papanya dan dananya terbatas buat travel. Jonathan dari kecil bisa dikasih pengertian, jadi dia ga akan nangis atau tantrum kalau maunya ga dikasih.

Karena saya ga ahli masak kue dengan hiasan, tadi pagi saya cuma masak oatmeal banana muffin sekalian ngabisin stok pisang di rumah. Kami pasang lilin dulu di atas muffinnya trus nyanyi happy birthday dan udah deh Jonathan tiup lilin. Sebelum tiup lilin, saya tanya dulu, mau pake berapa lilin. Dia malah nanya mau pake lilin binary atau yang biasa. Terus dia sibuk mikir-mikir kalau binary berapa lilin dipakai dan berapa lilin dinyalakan. 

Waktu ulang tahun eyangnya beberapa bulan lalu, kebetulan eyang lagi di Chiang Mai, nah di situ Jonathan juga yang semangat sekali pakai lilin ulang tahun hitungan binary. Dia selalu suka menghitung yang ga biasa. apalagi kalau dia tau hitungan-hitungan itu ada relasinya nantinya dengan pelajaran komputer. 

Dimasakin oatmeal banana muffin begitu aja Jonathan udah happy banget, dia bilang: ini salah satu makanan favoritku, yum. Hahaha gampang banget ya menyenangkan hati Jonathan. Lumayan ga usah beli kue ulang tahun :D. Lilin yang dipake aja sisa beli lilin waktu ulang tahun Joshua bulan Juni lalu hehehe.

Sesuai permintaan Jonathan, kalau ada yang berulang tahun di rumah, kegiatan homeschooling kami liburkan. Dia ga harus mengerjakan pekerjaan sekolahnya. Kami juga yang biasanya makan siang di rumah, hari ini makan siang di luar sesuai dengan apa yang anak-anak mau. Bagian makan siang di luar sih request mamanya, biar libur masak hahaha. Seperti tahun sebelumnya, hari ini kami makan di pancake house.

Sore ini, katanya dia minta dimasakin nasi telur dan bacon, tapi berhubung stok bacon habis, rencananya akan ke makro dulu untuk belanja sekalian belanja bulanan.

Jadi hadiahnya apa nih buat Jonathan?  Karena hadiahnya belum sampai, jadi belum bisa diceritakan. Kemarin agak telat mesannya, harapan sampai hari ini tapi ternyata estimasi deliverednya hari Senin. Tapi dasar anak baik, dia ga dikasih hadiah ya ga nanya juga atau nagih hadiah. Dia taunya hari ini ulang tahun ga dirayakan, tapi udah tiup lilin dan udah dapat makan siang dan nanti menu makan malam sesuai maunya dia hahaha.

Senang rasanya punya anak yang ga banyak maunya. Nanti kalau hadiahnya datang hari Senin, pasti dia kegirangan deh, soalnya udah ga berharap dapat hadiah dia. Semoga tapi tahun-tahun berikutnya ga jadi ngarap hadiah melulu.

Pengalaman Melahirkan di Chiang Mai

Hari ini 8 tahun yang lalu, saya pertama kalinya merasakan yang namanya proses bersalin. Awalnya kirain masih seminggu lagi karena perkiraanya 15 November, mama saya juga baru akan sampai tanggal 10 November. Tapi karena tanda awal sudah berasa, kami datang ke RS Sripat Chiang Mai untuk daftar dan periksa. Proses pendaftaran cukup cepat, tinggal bawa kartu riwayat kehamilan yang di bawa setiap cek ke dokter, passport trus mengisi beberapa form.

Hari itu dokter yang biasa memeriksa saya sejak awal sedang ke luar kota. Rasanya campur aduk, antara pengen bilang ke baby jangan keluar dulu, tungguin dokter dan oppung, tapi ya udah ga nyaman juga bawa perut besar dan kaki dan tangan yang bengkak.

Hasil periksa awal, ternyata sudah bukaan 4, jadi disarankan langsung stay di RS, padahal saya ga merasakan kontraksi yang berarti. Mulai dag dig dug karena bisa jadi bayinya lahir tanggal 8 itu juga. Hati saya tetap ga siap, harapan saya kalau oppung ga ada, minimal pas melahirkan saya ditangani dokter yang memang saya sudah kenal. Harapannya terkabul, dokternya cukup baik hati, walau dia baru tiba dari luar kota jam 8 malam, dia sempatkan periksa saya di Rumah Sakit.

Saya merasa lega ketemu dokter yang saya kenal dan lebih siap kalaupun melahirkan tanggal 8 itu, tapi ternyata kegelisahan saya bikin bayinya menahan diri ga berusaha keluar hari itu juga. Kontraksi ga teratur dan pembukaan tidak bertambah. Mulai jadi gelisah lagi deh, karena labor nya udah sejak malam sebelumnya, berarti lebih dari 24 jam dong. 

Keesokan harinya tanggal 9 November, pagi hari ibu dokter udah datang lagi memeriksa saya, karena pembukaan ga nambah, dokter sarankan induksi untuk membantu mempercepat pembukaan. Agak menyesal sebenarnya memutuskan induksi, karena kontraksinya jadi berasa sakit luar biasa. Sebelumnya sampai bukaan 4 itu, saya ga merasakan kontraksi apapun, setelah induksi rasanya gak main-main. Dokter yang menangani saya pro normal, jadi dia akan mengusahakan untuk pasien menjalani induksi dulu dan ga boleh langsung memutuskan caesar untuk anak pertama. Tapi ternyata setelah merasakan sakitnya kontraksi, saya siangnya demam dan detak jantung bayi mulai ga normal dan sore harinya akhirnya saya harus emergency caesarian.

Tadinya memulai posting ini mau cerita tentang rumah sakit, dokter, suster dan pelayanan secara umumnya. Eh udah panjang begini belum sampai ke tujuan semula haha. Kebiasaan ya kalau udah cerita ke mana-mana dulu.

Pengalaman melahirkan 2 kali di Chiang Mai, di RS yang sama, dengan dokter yang sama. Rumah sakitnya oke banget. Kamarnya kayak hotel, ada tv, kulkas, microwave, bed untuk yang nungguin dan bahkan ada 1 kursi sofa lagi kalau misalnya yang nungguin 2 juga cukuplah. Kamarnya besar, tentunya dengan kamar mandi di dalam. Saya terkagum-kagum hahaha, padahal harga paketnya ga lebih mahal waktu banding-bandingkan harga teman saya juga melahirkan di Bandung.

Dokternya pro normal dan pro asi, suster-susternya sangat membantu di hari-hari awal pemberian asi. Pas melahirkan pertama bahasa Thai saya masih sangat terbatas, mereka masih berusaha berbahasa Inggris ke saya. Pas melahirkan ke-2 tahun 2015, bahasa Thai saya semakin lancar, begitu tahu saya bisa berbahasa Thai, mereka langsung pake bahasa Thai. Akibatnya, saya yang pusing sendiri jadi pasien harus berpikir keras tiap mereka ngomong hahahaha.

Karena melahirkan pertama emergency caesarian, waktu melahirkan ke-2 saya langsung putuskan caesar terjadwal. Saya pikir akan lebih sedikit sakitnya, ternyata saya salah, karena jadwal operasi caesarnya pagi, otomatis puasanya jadi lebih panjang. Total puasa itu dari malam sebelum operasi jam 10, sampai keesokan hari setelah caesar jam 7 pagi. Itu rasanya mau pingsan, bukan cuma ga boleh makan tapi juga ga boleh minum. Totalnya hampir 36 jam kali ya saya puasa. Padahal waktu melahirkan pertama, keesokan hari setelah operasi saya sudah boleh makan. Jadi puasanya paling cuma 18 jam. Melahirkan pertama Joe boleh ikut masuk ke ruang operasi, eh melahirkan yang terjadwal suami ga boleh masuk (katanya sih ada peraturan baru dari rumah sakitnya).

Paket melahirkan di RS Sripat Chiang Mai ada 3 jenis, melahirkan normal, natural dan caesarian. Emergency caesarian disamakan dengan caesar. Paketnya termasuk biaya dokter, ruangan, perawatan bayi dan vaksin untuk anak. Biaya tambahan biasanya kalau ada komplikasi dan anaknya butuh obat ekstra. Melahirkan pertama, karena saya demam tinggi, Jonathan sempat diberi antibiotik dan diobservasi 1 malam, tapi tambahannya juga ga banyak kok. Pulang dari RS, akte kelahiran dalam bahasa Thai juga sudah selesai dan akte itu sudah termasuk dalam biaya melahirkan. Bersyukur banget ada paket yang super lengkap begini, jadi ga pusing-pusing lagi untuk urusan administrasi begini.

Oh ya, karena di sini akte lahir itu semua harus dalam aksara Thai, nama anak-anak kami di dalam akte juga dituliskan dalam bahasa Thai. Kami sengaja cari nama yang bisa dituliskan dalam aksara Thai juga. Walaupun banyak juga yang bilang, nanti waktu bikin translasinya bisa saja agak berbeda penulisannya.

Satu hal yang diluar dugaan, karena Joe membayar pajak ke pemerintah Thailand, biaya melahirkan kami bisa direimburse sebesar 13000 Baht. Jadi setelah keluar sekian baht, kembali duit 13000 baht. Kalau ga salah ingat dengan kurs tahun 2010, biaya melahirkan caesar pertama gak sampai 15 juta rupiah. Kurs tahun 2015, biaya melahirkannya sudah lebih mahal karena harga paket rumah sakitnya naik dan kurs rupiah melemah terus, tapi masih di bawah 18 juta rupiah. Biaya tersebut belum dikurangi 13000 baht yang dikembalikan pemerintah Thailand.

Setiap anak sampai umur 6 tahun juga mendapat tunjangan dari pemerintah Thai sebesar 400 baht sebulan. Nantinya kalau masuk sekolah di Thailand, dengan menunjukkan akte lahir, anak itu berhak mendapatkan harga Thai untuk uang sekolahnya. Tapi karena pada akhirnya kami memilih homeschooling, kami belum pernah nerima bagian potongan harga uang sekolah hehehe.

Pengalaman 2 kali melahirkan di Chiang Mai, semua rasanya baik-baik saja. Walau jauh dari keluarga, untungnya mama saya masih cukup sehat untuk datang ke Chiang Mai. Waktu melahirkan pertama, mama saya kami bikinkan visa turis supaya bisa tinggal di sini sampai 2 bulan, tapi waktu anak ke-2 lahir, mama saya di Chiang Mai cukup sebulan saja. 

Melahirkan di negeri orang, tentu ada urusan tambahannya. Untuk membuat passport anak-anak, kami harus urus translasi akte kelahiran dari bahasa Thai ke bahasa Inggris. Lalu translasi yang sudah disahkan itu di bawa ke KBRI di Bangkok untuk dibikin surat keterangan lahir. Surat keterangan lahir ini dilengkapi dengan surat menikah orangtua dan foto anak menjadi dasar untuk pembuatan Passport.

Masalah berikut adalah ijin tinggal anak di Thailand. Kebijakan pemerintah Thailand, untuk anak yang lahir di Thailand, tidak butuh ijin tinggal selama anak tersebut gak keluar dari Thailand sampai berumur 16 tahun, jadi kami cukup santai dan ga harus bawa bayi kami ke Bangkok untuk pembuatan passport dan visa, selama kami memang belum rencana ke luar dari Thailand. Untuk penerbangan dalam negeri Thailand, kami harus membawa fotokopi akte lahir bayi sebagai tanda pengenalnya.

Sekitar anak kami berumur setahun, kami baru urus passportnya. Jadi selama hampir setahun, kami ga pulang ke Indonesia. Waktu pulang pertama kali ke Indonesia setelah anak lahir, kami harus mengurus visa untuk anak kami yang berlaku 3 bulan, dan nantinya setelah tiba di sini akan diubah menjadi visa 1 tahun. 

Rencana menuliskan pengalaman melahirkan di RS di Chiang Mai saja, tapi jadi kepikiran menyampaikan informasi ekstra soal pembuatan dokumen untuk anak yang lahir di sini. Siapa tahu ada yang berencana tinggal di Chiang Mai dan butuh informasinya hehehe.

CentralPlaza Chiang Mai Airport

Sekarang ini di Chiang Mai ada beberapa mall, tapi mall favorit kami tetap Central Airport Plaza (atau Airport Plaza aja singkatnya). Dulu, kantor Joe lokasinya persis diseberang mall ini, dan dulu mall ini satu-satunya mall di kota ini. Waktu baru datang ke Chiang Mai, di masa belum punya anak, kami cukup sering ke sana untuk sekedar makan siang, atau makan malam dilanjutkan nonton bioskop.

Tulisan di luarnya “Central Airport Plaza” walau katanya nama resminya adalah “CentralPlaza Chiang Mai Airport”

Teringat dulu di Bandung, sebelum pindah ke Chiang Mai, kami juga cukup sering ke BIP dan BEC. Dulu ke mall itu bisa dari siang buat ke salon creambath, refleksi, makan sore dan nonton. Apalagi di masa hotspot untuk online belum banyak dan paket data di HP masih mahal, kadang-kadang ke mall itu buat dapat koneksi internet juga haha.

Sekarang ke mall di sini, lebih sering buat anter Jonathan taekwondo sekalian biar Joshua bisa main di play areanya. dan ya sekalian makan siang/malam. Walau ada banyak restoran untuk dipilih di mall, tapi akhirnya kami seringnya makan di restoran yang itu lagi itu lagi. Mall ini ada 2 foodcourt, dan harga food court ga jauh beda dengan harga di luar mall (berbeda dengan di Indonesia). Di food court lantai 4, belakangan ini di bagian tengahnya ada tempat bermain untuk anak-anak. Joshua senang main di sana walaupun tempatnya kecil.

Airport plaza ini memiliki kamar mandi untuk family, ada 2 ruang menyusui (fitur ini dulu berguna sekali pas jaman masih menyusui, karena saya ga tipe yang menyusui di muka umum dan anak-anak ga ada yang betah menyusui ditutupi dengan kain). Ruang ganti popoknya juga ada hampir di setiap kamar mandi di setiap lantai dan belakangan kami baru tau ada penyewaan stoller dan atau mobil-mobilan yang bisa kita dorong untuk membawa anak dari bayi atau toddler. Baru-baru ini ada kamar mandi khusus untuk anak-anak yang ukurannya disesuaikan untuk anak-anak dan ortu bisa lihat dan bantu (ada pintunya tapi ortu bisa lihat). Jonathan senang ke kamar mandi yang itu, saya senang karena bisa mengawasi dan Jonathan ga perlu ikut ke kamar mandi wanita lagi kalau misalnya papanya ga ikutan bareng-bareng.

Beberapa tahun terakhir, ada Happy train gratis dan setahun terakhir ada soft play area untuk toddler yang gratis. Minggu lalu soft play areanya nambah lagi 1 tempat. Joshua yang dari kecil udah sering diajak ke sana karena anter Jonathan taekwondo 2 x seminggu, udah punya rutin sendiri dan hapal titik bermain yang dia mau. Untungnya semua tersedia di lantai 4. Lantai yang sama dengan tempat Jonathan latihan taekwondo.

Sebenarnya dulu ada soft play area yang berbayar juga di sana, tapi karena Joshua masih terlalu kecil, kami ga masukin dia ke sana, walaupun tempatnya tentunya lebih luas lagi. Lagipula kalau ada yang gratis ngapain bayar ya hehehehe. Anak-anak itu gampang bosan bermain, kalau kita bayar buat 3 jam, tau-tau dia bosan 30 menit, kan rugi rasanya hahaha. Tempat ini sekarang lagi di renovasi, udah beberapa bulan ini direnovasi dan entah kapan selesainya. Selain soft play area, di dalam Robinson juga ada meja Lego yang memperbolehkan anak-anak main gratis. Dulunya cuma ada 2 meja kecil. Sekarang mejanya jadi besar dan yang main bisa tambah banyak. Jadi nambah titik berhenti buat anak bermain di mall.

Yang paling menyenangkan dari kota ini adalah, di mall itu kita bisa parkir dengan gratis. Tempat parkirnya juga cukup luas, ada yang indoor dan outdoor. Dulu jaman masih berdua doang, kami lebih sering memilih parkir outdoor. Setelah punya anak dan ribet bawa-bawa stroller dan takut hujan, kami lebih sering dapat parkir indoor hehhee.

Kadang-kadang, di hari Sabtu sore, kalau ga tau mau ke mana dan cuaca mendung, kami memutuskan ke mall. Ke mall itu buat makan, naik Happy train gratis, main di area bermain gratis, mainan lego gratis dan ya udah pulang. Buat hal-hal gratisan begitu aja bisa beberapa jam di mall. Sebenarnya kalau Joshua udah bisa diajak nonton bioskop, kemungkinan kami bakal lebih lama lagi di mall hahaha. Tapi untuk nonton bioskop kami lebih suka ke mall yang lain sih.

Airport plaza ini di memory saya seperti Bandung Indah Plaza. Mungkin karena sama-sama sering kami kunjungi. Lokasinya juga ga jauh dari rumah (dulu dari rumah kost). Pernah sekali saya salah sebut mau ke Airport Plaza bilangnya mau ke BIP, dan jalan menuju ke sana dalam bayangan saya jalan Dago hahaha.

Kalau sering ke mall tapi bukan buat belanja, bisa disebut anak mall ga ya? hehehe.

Makanan Thai Favorit Kami

Kalau di Indonesia, kita pergi ke manapun selalu ada Rumah Makan Padang. Kalau kita pergi ke negara manapun, restoran Thai juga selalu ada seperti halnya RM Padang di Indonesia. Setidaknya, walau saya belum pernah ke Eropa, tapi dari cerita Joe, waktu dia ke Belanda atau Jerman salah satu restoran yang ada menu nasinya ya restoran Thai ini. Waktu kami ke HongKong, makanan yang cocok buat anak-anak juga akhirnya beli di restoran Thai. Nasi gorengnya Thai dengan nasi goreng versi Indonesia juga beda. Di Indonesia, nasi goreng biasanya agak pedas, di sini nasi goreng gak pedas sama sekali.

Makanan Thai terkenal di mana-mana, dan sebenarnya menurut saya mirip dengan makanan Indonesia. Bumbu dasar yang digunakan juga mirip-mirip. Ada beberapa makanan Thai yang unik karena walaupun bahannya mungkin ada di Indonesia, tapi cara masak dan makannya ga sama dengan di Indonesia. Misalnya ayam bakar di Indonesia di makan dengan nasi bungkus daun pisang dan lalapan, di sini bisa jadi di makan dengan nasi ketan doang. 

Makanan Thai favorit anak-anak di sini Nasi Ketan pakai mangga.  Rasanya tentu saja manis. Ketannya di masak dicampur santan, lalu ketika disajikan diberi topping santan kental yang sudah dimasak dengan gula dan taburan kacang hijau kupas (yellow mung bean). Biasanya mung bean nya sih ga dimakan sama anak-anak karena keras. Nasi ketannya jadi berasa manis karena santan kental yang dicampurkan manis, mangga Thai yang berbeda dengan yang ada di Indonesia juga bikin rasanya tambah nikmat. Ada banyak jenis mangga di Indonesia, dan tidak ada yang sama rasanya dengan mangga di sini. Mangga Thailand itu rasanya lebih soft dan manis.

Sebelum tinggal di Chiang Mai, rasanya makan nasi ketan itu kayak makan cemilan doang dan bukan makan beneran, tapi setelah melihat di sini, nasi ketan itu diperlakukan seperti nasi juga. Jadi di sini orang suka makan somtam (papaya salad) dengan nasi ketan, atau makan ayam bakar  (gai yaang) dengan nasi ketan, atau makan sate babi (muu ping) dengan nasi ketan. Makan pake nasi ketan ini tergolong praktis, karena misalnya kalau lagi piknik, nasi ketan yang dibungkus dalam plastik bisa dipegang seperti megang kue. Jadi nasi ketan di tangan kiri, lauknya di tangan kanan (ayam bakar atau sate babi). Makannya ga butuh piring deh. Awalnya saya merasa aneh, lama-lama berasa praktisnya, apalagi anak-anak juga bisa makan dengan cara begitu.

Waktu tinggal di Condo (jaman belum punya anak), makanan favorit kami Pad Thai Kung. Pad Thai ini sebenarnya mirip mie goreng, disajikan dengan udang, toge dan kacang tumbuk halus. Biasanya pesan pad thai pake hoy thoot (omelette isi mussel/oyster). Dulu punya langganan yang bertahun-tahun harganya ga naik. Beli 2 porsi Pad Thai dan 2 porsi Hoy Thoot cuma 100 Baht.

Menu favorit anak-anak yang juga sebenernya biasa saja adalah nasi dengan telur dadar yang diberi daging giling babi di dalamnya (khaw khai jiaw muu sap). Kadang-kadang di dalam telur dadarnya ditambahkan juga berbagai sayur seperti wortel, daun bawang dan bawang bombay iris. Oh ya, sebagai informasi, karena Thailand ini penduduk mayoritasnya beragama Budha, kebanyakan menu mengandung babi. Daging sapi merupakan makanan yang ga selalu tersedia di restoran di sini

Menu lain yang sempat jadi favorit anak-anak yaitu Thai style braised pork leg on rice (khao kha muu) yang dimasak sampai lembut dengan kuah kecap. Mungkin ini kayak semur babi ala Thailand ya. Saya ga tahu sebutan namanya dalam bahasa Indonesia. Biasanya makanan ini di sajikan dengan telur rebus juga. Rasanya agak manis tapi masih gurihlah.

Salah satu menu yang sering disajikan restoran halal di sini (walau ga selalu) nasi briyani ayam atau nasi briyani daging. Sayangnya karena rasa bumbunya kadang terlalu banyak kunyit, sampai sekarang anak-anak ga mau makannya. Saya ga tahu aslinya ini makanan Thailand atau makanan Malaysia ya? 

Menu lainnya Khao Man Gai (mirip nasi lemak ayam/nasi hainan). Nah menu ini saya juga ga tau apakah asli Thailand atau dari Malaysia/Singapura. Nasinya di masak dengan kaldu ayam. Ayamnya ada 2 versi, ayam rebus atau ayam goreng. Untuk ayam goreng, sepertinya basically ayam yang udah dikukus di goreng tepung lagi. 

Gimana dengan Tom Yum Kung, dan makanan Thai yang pedas lainnya? ini kayaknya akan ditulis dalam posting terpisah saja. Sekarang fokusnya makanan Thai yang sering kami makan dulu hehe.