Sekolah dari Rumah VS Homeschooling

Pandemi Covid-19 membuat banyak gedung sekolah ditutup dan murid-murid harus sekolah dari rumah. Sudah hampir 3 bulan orangtua mendadak repot mendampingi anak belajar dari rumah karena sekolah dipindahkan ke rumah. Kerepotan itu tidak terjadi pada kami yang memang memilih jalur homeschooling.

Tahun ajaran sekolah sudah akan berganti, tapi belum ada tanda-tanda kepastian kapan anak-anak kembali bersekolah di gedung sekolah. Mungkin saatnya mempertimbangkan beralih ke homeschooling.

Tulisan saya ini membedakan sekolah dari rumah dengan homeschooling. Walaupun pada dasarnya siswa sama-sama belajar di rumah dan di bawah pengawasan orangtua. Sekolah dari rumah merupakan kegiatan belajar yang diarahkan guru sesuai dengan kurikulum dan jadwal dari sekolah dan didampingi oleh orangtua. Penilaian akhir metode ini ada dari pihak sekolah.

Anak homeschool, belajar tidak harus duduk di meja

Homeschooling yang saya maksud di sini, siswa belajar di rumah di mana orangtua yang menyusun sendiri kurikulum dan target pembelajaran anak dengan jadwal lebih fleksibel dalam satu tahun ajaran akademik. Dalam pelaksanaannya, orangtua bisa menjadi guru atau membayar guru untuk mata pelajaran yang tidak dikuasai orangtua. Penilaian akhir homeschool ada di orangtua.

Lanjutkan membaca “Sekolah dari Rumah VS Homeschooling”

Keseruan Review Film Bareng

Belakangan ini saya lagi agak rajin menulis review film, drama ataupun buku. Manfaat menuliskan review ini biasanya untuk diri sendiri sih, harapannya juga bisa bermanfaat memberikan informasi untuk orang lain yang sedang mempertimbangkan menonton film atau membaca buku. Tulisan kali ini catatan buat saya pengalaman mereview film Korea “Exit” ( 2019) bersama teman-teman sesama pecinta film dan drama Korea.

Menulis review tidak selalu mudah, apalagi kalau kita ingin menjaga jangan sampai menuliskan spoiler. Banyak orang yang tidak mau membaca review karena takut jadi tidak bisa menikmati filmnya kalau ada spoilernya, ada juga yang sengaja mencari review dan bagaimana akhir sebuah cerita supaya bisa menikmati film tanpa banyak bertanya-tanya dan tinggal menikmati visualisasi yang ada.

Kalau buat saya, menulis review ini seperti catatan akan hal-hal yang menarik dari film tersebut. Selain itu tentunya catatan kalau ada pelajaran yang didapatkan dari sebuah film. Sedapat mungkin saya berusaha menuliskan tanpa detail bagaimana akhir dari ceritanya.

Beberapa waktu lalu, saya dan teman-teman sesama penonton drama Korea bikin kegiatan mereview film dan saling menambahkan link. Ternyata, kegiatan mereview bareng seperti itu terasa lebih seru dibandingkan mereview sendirian. Tentunya, saya membaca review teman-teman saya setelah saya menonton dan menuliskan review ala saya.

Lanjutkan membaca “Keseruan Review Film Bareng”

Film “Radius” (2017), Jaga Jarak Aman atau Mati

Bukan, ini bukan film tentang pandemi. Dalam tulisan ini saya mau review film “Radius” (2017), jadi bukan mau bahas pandemi Covid-19. Tapi harap maklum kalau dalam tulisan ini di sana sini akan ada beberapa hal yang dikaitkan dengan situasi saat ini.

Poster film Radius (2017) (Sumber: IMDB.com)

Film produksi Kanada bergenre science-fiction thriller tahun 2017 ini dibintangi oleh Diego Klattenhoff, seorang aktor yang dikenal sebagai agen Ressler dalam TV Seri Amerika, “The Blacklist“. Film berdurasi 87 menit ini dari awal sampai akhir cukup menarik untuk disimak karena ada misteri yang membuat saya menonton sambil bertanya-tanya bagaimana kelanjutannya dan cara mereka menyelesaikan persoalannya.

Ceritanya

Ceritanya di mulai dengan tokoh pria yang baru tersadar dari kecelakaan mobil dan kehilangan ingatannya. Dalam keadaan masih setengah sadar, dia semakin bingung karena setiap ada orang atau hewan berada di dekatnya, semuanya langsung jatuh dan mati. Bukan cuma orang yang lewat, bahkan burung yang terbang juga kalau kurang dari jarak tertentu, bisa tiba-tiba jatuh ke tanah.

Lanjutkan membaca “Film “Radius” (2017), Jaga Jarak Aman atau Mati”

Dorothy Ingin Pulang dan Singa Pengecut, “The Wonderful Wizard of Oz”

Tulisan ini akan menjadi bagian terakhir membahas karakter yang ada di buku “The Wonderful Wizard of Oz”. Sebelumnya saya sudah menuliskan tentang Tin Woodman yang ingin punya hati dan Scarecrow yang ingin punya otak. tulisan kali ini membahas tokoh utama dari buku ini seorang gadis kecil dari Kansas bernama Dorothy yang ingin Pulang ke Kansas dan usahanya untuk pulang, dan Singa Pengecut yang ingin meminta keberanian supaya hidupnya lebih bahagia.

Dorothy Ingin Pulang

Bagian yang menarik dari tokoh Dorothy buat saya adalah, walaupun tanah Oz merupakan tempat yang lebih indah dari Kansas, tapi dia lebih ingin pulang ke rumahnya untuk bertemu dengan Bibi Em dan Paman Henry. Alasannya ya karena setiap manusia selalu merasa kalau tidak ada tempat yang lebih baik selain rumah sendiri.

The Scarecrow listened carefully, and said, “I cannot understand why you should wish to leave this beautiful country and go back to the dry, gray place you call Kansas.”

“That is because you have no brains” answered the girl. “No matter how dreary and gray our homes are, we people of flesh and blood would rather live there than in any other country, be it ever so beautiful. There is no place like home.”

Alasan Dorothy ingin pulang ke Kansas

Ketika mendengar alasan Dorothy yang sangat sederhana, saya teringat dengan peribahasa “Hujan emas di negeri orang, Hujan batu di negeri sendiri, lebih baik di negeri sendiri.” Sepertinya inilah juga yang dirasakan Dorothy, walaupun tanah Oz indah dibandingkan Kansas, tetap saja dia lebih suka tinggal di Kansas. Dia juga ingin pulang karena tidak ada tempat yang lebih baik daripada rumah sendiri.

Lanjutkan membaca “Dorothy Ingin Pulang dan Singa Pengecut, “The Wonderful Wizard of Oz””

Scarecrow Pemikir, “The Wonderful Wizard of Oz”

Tulisan kali ini masih melanjutkan membahas karakter di dalam buku “The Wonderful Wizard of Oz”, tentang Scarecrow, salah satu tokoh yang menjadi teman Dorothy dalam usahanya mencari cara kembali ke Kansas dari tanah Oz. Scarecrow dikisahkan terbuat dari jerami dan tidak mempunyai otak. Dia ingin meminta otak kepada penyihir Oz yang tinggal di Emerald City.

Seperti halnya Tin Woodman, sebenernya Scarecrow tidak memiliki hati dan otak, karena seluruh bagian tubuhnya terbuat dari jerami. Tetapi, dia lebih ingin memiliki otak, karena beberapa alasan. Berikut ini beberapa alasan dari Scarecrow kenapa dia memilih otak dan bukan hati.

Scarecrow tidak mau disebut bodoh

“I don’t mind my legs and arms and body being stuffed, because I cannot get hurt. If anyone treads on my toes or sticks a pin into me, it doesn’t matter, for I can’t feel it. But I do not want people to call me a fool, and if my head stays stuffed with straw instead of with brains, as yours is, how am I ever to know anything?”

“All the same,” said the Scarecrow, “I shall ask for brains instead of a heart; for a fool would not know what to do with a heart if he had one.”

Scarecrow, “The Wonderful Wizard of Oz”

Menurut scarecrow, karena dia terbuat dari jerami, dia tidak bisa merasakan sakit. Jadi, dia tidak butuh hati untuk merasakan sesuatu. Tapi dia punya keinginan untuk mengetahui banyak hal. Dan untuk mengetahui banyak hal itulah dia merasa otak dibutuhkan.

Mungkin konsep otak yang dimaksud Scarecrow di sini seperti prosesor untuk memproses dalam mencari penyelesaian masalah dan harddisk untuk menyimpan pengetahuan kali ya buat dia. Makanya dia merasa perlu banget itu ada bentuk fisik otak.

Menurut Scarecrow, kalau dia punya hati tapi tidak punya otak, akhirnya dia akan menjadi orang bodoh yang tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan hati dan apa yang dia rasakan karena dia tidak punya otak untuk memikirkannya.

Otak itu yang paling berharga di dunia ini

“I felt sad at this, for it showed I was not such a good Scarecrow after all; but the old crow comforted me, saying, ‘If you only had brains in your head you would be as good a man as any of them, and a better man than some of them. Brains are the only things worth having in this world, no matter whether one is a crow or a man.’

Percakapan scarecrow dan burung gagak

Dari percakapan scarecrow dengan burung gagak, dia merasa kalau dia punya otak maka dia akan menjadi orang yang lebih baik. Kalau kata burung gagak memiliki otak adalah hal yang paling berharga di dunia ini. Dan Scarecrow pun menganggap demikian.

Kalau dilihat dari cerita secara keseluruhan, walaupun Scarecrow merasa seperti orang bodoh yang tidak tahu apa-apa karena tidak punya otak, tapi sebenarnya dia yang paling banyak berpikir dan mengusulkan berbagai solusi ketika mereka menghadapi rintangan diperjalanan.

Berikut ini dua contoh bagian dalam petualangan mereka, di saat yang lain sudah kehabisan ide, akhirnya Scarecrow yang punya solusi.

“What shall we do?” asked Dorothy despairingly.

“I haven’t the faintest idea,” said the Tin Woodman, and the Lion shook his shaggy mane and looked thoughtful.

But the Scarecrow said, “We cannot fly, that is certain. Neither can we climb down into this great ditch. Therefore, if we cannot jump over it, we must stop where we are.”

“I think I could jump over it,” said the Cowardly Lion, after measuring the distance carefully in his mind.

“Then we are all right,” answered the Scarecrow, “for you can carry us all over on your back, one at a time.”

===

So they sat down to consider what they should do, and after serious thought the Scarecrow said:

“Here is a great tree, standing close to the ditch. If the Tin Woodman can chop it down, so that it will fall to the other side, we can walk across it easily.”

“That is a first-rate idea,” said the Lion. “One would almost suspect you had brains in your head, instead of straw.”

Ide Scarecrow dalam menghadapi masalah yang dihadapi

Kalau Kamu Pilih Hati atau Otak?

Kalau dipikirkan lagi, alasan Tin Woodman memilih hati cukup masuk akal. Alasan Scarecrow memilih otak juga tidak salah. Tapi kalau kita harus memilih salah satu, sepertinya jawaban setiap orang tidak akan sama.

Saya sendiri tidak bisa memilih antara hati dan otak, rasanya butuh keduanya walaupun dengan memiliki keduanya tidak otomatis membuat saya orang paling bijaksana ataupun paling cerdas sedunia.

Kalau kamu bagaimana?

Penutup

Saya merasa kagum dengan penulis cerita buku ini. Bagaimana penulis bisa menciptakan tokoh yang menginginkan sesuatu yang secara fisik tidak ada, tapi pada jalinan ceritanya ditunjukkan kalau mereka sebenarnya sudah memiliki apa yang mereka inginkan. Mereka hanya perlu merasa memiliki bentuk fisiknya untuk percaya kalau mereka bisa berpikir ataupun bisa memiliki perasaan.

Banyak dari kita secara tidak sadar seperti Tin Woodman dan Scarecrow yang membutuhkan bentuk fisik atau simbolisme dari sesuatu untuk merasakan sesuatu itu sah. Misalnya dulu waktu pertama kali tidak bisa pulang di masa Natal dan tahun baru ke Medan, saya merasa sedih sekali dan seperti Natal tidak sah karena sendiri. Padahal ya Natal dan Tahun Baru nya esensinya jauh lebih luas daripada kumpul dengan keluarga.

Masa pandemi ini kita butuh menggunakan hati dan pikiran kita lebih lagi. Jangan mau kalah dengan Tin Woodman dan Scarecrow yang merasa tidak bisa mengasihi karena tidak punya hati ataupun merasa bodoh karena tidak punya otak. Padahal mereka tetap bisa mengasihi dan berperasaan selain memikirkan solusi tanpa mereka sadari.

“The Wonderful Wizard of Oz”, Belajar dari Tin Woodman

Buku “The Wonderful Wizard of Oz” merupakan salah satu buku klasik yang terbit tahun 1900 karya L. Frank Baum. Saya sudah sering mendengar judulnya, tapi saya belum pernah benar-benar tahu apa sih cerita dari buku ini. Waktu melihat buku ini ada di Audible Stories, saya memutuskan untuk mendengarkannya sambil membacanya. Setelah menyelesaikan mendengarkannya saya jadi memahami kenapa buku ini sangat populer dan menjadi salah satu buku yang perlu dibaca oleh anak-anak. Ada banyak yang bisa dipelajari dari tokoh-tokohnya, tulisan hari ini saya ingin menceritakan tentang Tin Woodman yang memilih ingin memiliki hati daripada otak.

Sampul buku The Wonderful Wizard of Oz (Sumber: Wikipedia)

Awalnya saya hanya mendengarkan saja bukunya di Audible Stories, tapi ketika ada bagian yang menarik dan ingin saya kutip, saya jadi ingat kalau buku ini sudah gratis dan bisa dicari di Project Gutenberg karena sudah masuk dalam domain publik. Ada berbagai format digital yang tersedia untuk buku ini di Project Gutenberg, dan saya memilih untuk mendownload versi Kindle-nya.

Buku ini merupakan novel fantasi untuk anak-anak yang oleh Audible Stories dikategorikan untuk anak level elementary (sekolah dasar). Dari segi cerita ada beberapa hal yang menurut saya anak-anak perlu didampingi untuk membacanya. Selain ceritanya mengandung cerita sihir, ada beberapa bagian di mana ada cerita kekerasan. Tapi adapun kekerasan yang terjadi merupakan bagian dari petualangan tokohnya mendapatkan apa yang mereka harapkan.

Land of Oz By L. Frank Baum (illustrated by John R. Neill) – Tik-Tok of Oz, first published in the United States in 1914., Public Domain, Link

Ringkasan ceritanya bisa dibaca sendiri di Wikipedia, singkatnya buku ini bercerita tentang seorang gadis kecil dari Kansas bernama Dorothy dan anjing nya Toto, yang terbawa oleh topan dan mendarat di negeri Munchkin, tanah Oz. Dalam usahanya untuk kembali ke Kansas, dia bertemu dengan tiga tokoh lainnya yang akan menjadi temannya selama dia mengembara di tanah Oz.

Lanjutkan membaca ““The Wonderful Wizard of Oz”, Belajar dari Tin Woodman”

Review Coursera: The Truth About Cats and Dogs dan Dino 101: Dinosaur Paleobiology

Risna sudah menuliskan tentang sertifikat Coursera gratis yang tersedia untuk puluhan course di masa pandemi ini. Risna sudah menyelesaikan dan mendapatkan sertifikat course Bahasa Korea. Karena saya sudah terlalu banyak belajar teknis yang berhubungan dengan IT, saya memutuskan mengambil course yang non IT. Dua pertama yang saya selesaikan adalah:

Di posting ini saya ingin memberikan review singkat dan membagikan pelajaran yang saya petik dari dua course ini. Sebagai catatan: saat ini saya juga sedang mengambil Mountains 101, jadi akan saya sebut juga sesekali.

The Truth About Cats and Dogs

Saya belum pernah melihat film romantis dengan judul yang sama dengan nama course ini (film tahun 1996), tapi sepertinya judul coursenya memang diilhami film tersebut. Course ini hanya 5 minggu, dan materinya sangat ringan, tentang berbagai hal yang berhubungan dengan kucing dan anjing.

Lanjutkan membaca “Review Coursera: The Truth About Cats and Dogs dan Dino 101: Dinosaur Paleobiology”