Gara-gara Drama Korea

Beberapa kali saya baca berita tentang seorang wanita yang merasa kecewa setelah menikah dengan pria Korea dan menyesal karena hidupnya tak seindah drama Korea. Ada lagi berita himbauan para suami untuk melarang istrinya menonton drama Korea karena nanti dibanding-bandingkan dengan lelaki Korea. Pernah juga baca diskusi di media sosial yang menuduh wanita yang sudah menikah dan menonton drama Korea itu tanda tidak bahagia dengan pilihannya.

Saya baca berita-berita seperti itu pingin ketawa. Menertawakan pintarnya wartawan mendramatisir isi berita dengan meminjam ketenaran drama Korea. Ketawa karena kalau ada wanita menikah dan berharap hidup ini seperti dalam dongeng atau dalam drama Korea itu tandanya wanita tersebut belum siap nikah. Ketawa kalau sampai ada suami yang merasa insecure banget kalau istrinya nonton drama Korea dan saya pun jadi semi menuduh dalam hati, “pantas saja istrinya tidak bahagia, segitu gak percaya dirinya jadi lelaki.”

Lupakan semua berita-berita yang kemungkinan ditulis oleh orang yang mungkin saja tidak menonton drama Korea. Terlepas dari pandangan negatif terhadap drama Korea dari yang tidak menonton, masih banyak kok hal yang bisa diambil sebagai manfaat nonton drama Korea. Tentunya manfaat ini tidak jauh berbeda dengan manfaat dari kegiatan hobi lainnya dan hanya bermanfaat kalau memandangnya sebagai manfaat.

Setiap drama ada pelajaran yang bisa diambil atau dibuang

Berikut ini contoh-contoh manfaat yang bisa diambil dari menonton drama Korea. Beberapa manfaat yang sama bisa diambil secara umum dari hobi menonton, dengan catatan ada seleksi sebelum menonton dan tidak semua asal ditonton saja. Makanya walaupun sudah banyak yang saya tonton, masih lebih banyak jenis drama yang tidak saya tonton.

Lanjutkan membaca “Gara-gara Drama Korea”

Menjahit Masker Kain

Di saat orang-orang sudah punya banyak koleksi masker warna warni, kami cuma punya 1 masker kain seorang. Padahal katanya harus diganti setiap beberapa jam supaya maskernya tetap efektif menangkal virus.

Jahitannya masih kurang rapi dan ada yang tidak rapat

Pada dasarnya saya tidak suka memakai masker, bernafas dengan masker itu tidak nyaman. Tapi ya, di era normal baru ini, ada kewajiban untuk memakai masker di tempat-tempat tertentu. Selama ini sih, saya tidak butuh masker karena di rumah saja. Sekarang, sudah berani keluar rumah karena memang sudah cukup aman, tapi akhirnya jadi butuh masker kain sebagai syarat.

Lanjutkan membaca “Menjahit Masker Kain”

Drama Korea yang Sudah Ditonton

Dari dulu berencana bikin daftar drama yang sudah ditonton, biar ingat mana yang sudah direview dan mana yang belum. Nah kali ini mumpung ingat, baiklah saya coba mulai mendaftarkan dramanya.

Berhubung waktu mulai menonton ada yang ditonton agak random (dan waktu itu belum bisa bedakan siapa pemainnya), kemungkinan ada yang terlupakan udah ditonton, bahkan kadang-kadang ingat judulnya sudah ditonton, gak ingat akhir ceritanya gimana. Saya ingatnya cuma berakhir bahagia dengan baik atau akhir yang tidak masuk akal dan mengecewakan dan terburu-buru.

Buat saya, kadang-kadang menentukan memulai nonton Kdrama itu juga tergantung banyak hal, antara lain:

  • tergantung mood pas baca ringkasan ceritanya
  • rekomendasi Netflix berdasarkan yang sudah saya tonton sebelumnya
  • direkomendasikan teman
  • asal milih berdasarkan klip yang dilihat sekilas
  • drama yang sedang ramai dibicarakan dan cukup menarik episode pertamanya
  • rasa penasaran dengan drama yang mendapatkan baeksang award
  • drama yang pemerannya dari drama yang sudah ditonton sebelumnya

Awalnya, seperti kebanyakan orang yang tidak bisa membedakan wajah-wajah aktor dan aktris Korea, saya juga tidak bisa membedakan mereka. Lalu, setelah menonton beberapa judul drama, akhirnya mulai mengenali namanya.

Belakangan, setelah mengenal namanya dan aktingnya cukup berkesan di drama sebelumnya, saya akan mencoba mencari dramanya yang lain. Dan sekarang, saya jadi mulai bisa mengelompokkan drama yang sudah saya tonton berdasarkan para pemainnya.

Daftar ini bukan urutan dalam menontonnya, tapi hanya sekedar catatan dan bagaimana akhirnya ketemu dengan drama-drama tersebut. Saya akan memberikan tautan ke tulisan saya kalau drama tersebut sudah pernah saya tulis reviewnya. Tulisan ini kalau ingat akan saya tambahkan tautan kalau suatu saat dramanya saya review.

Review terbanyak itu dari serial Ghost/Phantom (2012), karena Joe ikut nonton dan dia menuliskan tentang sudut pandang hackingnya. Ini satu-satunya drakor yang ditonton Joe dan bukan saya yang ngasih usulan hehe.

Lanjutkan membaca “Drama Korea yang Sudah Ditonton”

Nonton Kdrama, Bayar atau Bajak?

Ngomongin nonton film atau serial TV, dari jaman dulu saya sudah tahu ada banyak cara para pemirsa untuk menyalurkan hobi menontonnya. Sejak jaman DVD sampai jaman internet film dan drama tersedia yang resmi maupun bajakan.

Ada yg memilih membeli DVD resmi tapi artinya harus menunggu lama sampai sebuah drama selesai tayang seluruh episode dalam 1 season di TV baru diproduksi DVD nya. Tapi ada juga yang memilih untuk menonton versi bajakannya walaupun kualitasnya kurang memuaskan.

Sekarang ini sudah bukan jaman DVD, teknologi para pembajak juga makin canggih. Tapi yang banyak tidak diketahui oleh pemirsa, kalau memang suka menonton, lebih baik cari versi berbayar daripada versi bajakan.

Beberapa alasan kenapa sebaiknya tidak mencari dari sumber ilegal (selain masalah etika dalam menghargai hasil karya orang lain):

  • Kualitas gambar tidak selalu bagus untuk dilihat.
  • Ada film yang tidak sinkron antara suara dan gambar, hal ini mengganggu kenyamanan menonton.
  • Subtitle film bajakan juga sering memberi makna yang salah atau tidak enak dibacanya.
  • Ada kemungkinan file bajakan yang didownload disusupi virus atau malware.
  • Menonton streaming dari website ilegal juga banyak jebakan iklan yang mengarah ke situs-situs porno.

Ada banyak cara menonton Kdrama yang legal. Bisa gratis atau membayar dengan jumlah yang sebenarnya tidak terlalu mahal dibandingkan mahalnya membayar kuota internet. Sebelum memutuskan mau menonton dari web streaming yang mana, pastikan Anda punya kuota internet yang lebih dari cukup.

Lanjutkan membaca “Nonton Kdrama, Bayar atau Bajak?”

Ngobrolin Kdrama: Mulanya Biasa Saja

Tulisan hari ini mau cerita kenapa sih nonton drakor, dan mulai kapan jadi drakorian alias suka nonton drama korea.

Jawaban singkatnya sih, mulanya biasa saja, drama Korea itu awalnya sama saja dengan semua film yang saya suka tonton. Saya dan Joe dari dulu memang suka menonton film dan serial TV, makanya kami memutuskan untuk berlangganan Netflix. Nah karena ada Netflix, mulailah saya melihat-lihat ada apa saja di sana. Tidak terpikir untuk menonton drama Korea, karena saya tahu kalau drama Korea itu bisa bikin ketagihan.

Lalu, tidak sengaja saya membaca berita kalau drama Taiwan “Meteor Garden”, akan dibuat remakenya. Teringat masa Meteor Garden(2001) yang juga ditayangkan di TV Indonesia. Waktu itu, saya dan teman-teman di kos menonton bareng setiap minggunya. Ah masa-masa itu, bikin kangen dengan teman-teman kos jadinya.

Serial Meteor Garden itu tidak ada di Netflix, tapi saya jadi ingat kalau cerita Meteor Garden ini ada versi Jepang dan Korea juga. Nah kebetulan sekali, di Netflix ada Boys Over Flowers (2009), versi Korea dari Meteor Garden.

Lanjutkan membaca “Ngobrolin Kdrama: Mulanya Biasa Saja”

KMovie: “Time to Hunt” (2020) – Penjahat Amatir Mimpi Pensiun di Pantai

Hari ini, saya akan menulis review film Korea lagi. Ini merupakan topik pertama dari tantangan 30 Topik Kokoriyaan bareng teman-teman di group Drama Korea dan Literasi. Film “Time to Hunt” ini baru release April 2020 di Netflix, jadi masih relatif baru.

Berbeda dengan dua film yang pernah kami review bareng sebelumnya yang bertema komedi, film ini genrenya mirip-mirip film Amerika. Netflix memberi rating 18+ untuk film bergenre crime, gangster, heist and gritty movie karena ada banyak adegan kekerasan dan bahasa yang tidak sesuai dengan anak-anak.

Poster Time To Hunt (Source: wikipedia)

Film ini pertama kali ditayangkan tanggal 22 Februari 2020, di acara 70th Berlin International Festival. Film ini juga merupakan film Korea pertama yang masuk seleksi Berlinale Special section. Akhir April 2020, film ini release di seluruh dunia melalui Netflix.

Ceritanya

Cerita di mulai ketika 3 sekawan bertemu dengan temannya yang baru keluar setelah 3 tahun di penjara. Teman yang baru keluar dari penjara ini ternyata seperti pemimpin mereka dalam melakukan kejahatan seperti pencurian. Dia mengorbankan dirinya tertangkap ketika mereka ber-4 mencuri bersama.

Si pemimpin yang baru keluar dari penjara ini bercerita tentang mimpinya untuk pensiun dari dunia kejahatan. Dia ingin memiliki resort di Kenting Beach, Taiwan yang memiliki pantai berwarna hijau seperti di Hawaii. Tapi untuk itu tentunya dia butuh modal, katanya dengan modal 200 ribu USD, dia bisa mendapatkan 8 ribu USD perbulan (atau perhari ya), intinya sih gak perlu kerja repot-repot lagi tinggal menikmati hasil deh.

Lanjutkan membaca “KMovie: “Time to Hunt” (2020) – Penjahat Amatir Mimpi Pensiun di Pantai”

Delapan tahun memakai Raspberry Pi

Raspberry Pi adalah komputer mini, atau istilah resminya: Single Board Computer (SBC). Raspberry Pi ukurannya kecil, bisa dihubungkan dengan keyboard dan monitor untuk menggantikan PC, atau bisa juga digunakan untuk mengendalikan robot serta otomasi lain. Harganya relatif murah, mulai dari 5 USD untuk Raspberry Pi Zero, 35 USD untuk Raspberry Pi standard terbaru, dan 70 USD untuk Raspberry Pi 4 versi 8 GB.

Beberapa hari lalu Raspberry Pi 4 dengan RAM 8GB dirilis, saya jadi ingat bahwa saya sudah memakai Raspberry Pi sejak sekitar 8 tahun yang lalu. Di posting ini saya ingin menuliskan berbagai oprekan yang pernah saya lakukan dengan Raspberry Pi dari dulu sampai sekarang.

Pertengahan tahun 2015 saya pernah menuliskan berbagai hal yang saya lakukan dengan Raspberry Pi saya. Posting ini adalah rangkuman pemakaian sejak Raspberry Pi pertama, dan sekaligus update untuk posting lama tersebut (dulu hanya sampai Raspberry Pi 2).

Raspberry Pi 1 (2012)

Saya membeli Raspbery Pi pertama saya Desember 2012, waktu itu modelnya Raspberry Pi 1B. Raspberry Pi ini sangat menarik karena saya bisa dengan mudah bereksperimen, baik itu software (Linux dan berbagai OS lain) dan juga hardware (dengan General Purpose Input Output/GPIO). Karena sangat puas, pada April 2013 saya membeli dua lagi Raspberry Pi 1B. Inilah awal saya memiliki banyak Raspberry Pi.

Raspberry Pi pertama yang saya terima

Tidak seperti Linux yang dikeroyok banyak orang pengerjaannya, Banyak OS alternatif tidak punya cukup sumberdaya orang untuk membuat driver, sehingga jumlah driver yang ada untuk OS tersebut terbatas. Hasilnya: berbagai OS alternatif ini jadi sulit dijalankan di berbagai PC karena hardware PC sangat beraneka ragam, jadinya kebanyakan OS alternatif hanya jalan di emulator. Karena Raspberry Pi ini cukup populer dan hardwarenya sudah pasti sama, jadi banyak OS alternatif yang diport ke Raspberry Pi dan bisa dinikmati di hardware beneran, bukan hanya sekedar di emulator.

Lanjutkan membaca “Delapan tahun memakai Raspberry Pi”