Review Buku Space Taxi: Archie Takes Flight

Buku ini salah satu yang saya beli di Big Bad Wolf kemarin. Saya belum pernah membaca tentang seri ini, sekilas dari judulnya sepertinya menarik, Space Taxi. Buku yang saya beli bundle 4 buku jadi 1 seharga 140 baht, tergolong sangat murah mengingat harga buku baru untuk chapter books biasanya sekitar 200-350 baht di toko buku Asiabooks. Judulnya Space Taxi, dibagian belakang bukunya ada klaim menyertakan fakta ilmiah juga. Saya pikir, karena Jonathan cukup suka membaca mengenai hal-hal yang terkait mengenai luar angkasa, buku ini akan menarik minatnya untuk membacanya.  

4 buku jadi 1 seharga 140 baht

Satu hal yang bikin saya suka dengan buku ini adalah: tulisan di dalamnya menggunakan font yang cukup besar. Saya tidak perlu kacamata saya untuk membacanya haha. Di dalamnya juga ada beberapa ilustrasi yang cukup membantu imajinasi untuk menikmati buku ini. Cerita dalam buku ini mengenai seorang anak bernama Archie Morningstar yang berumur 8 tahun 8 bulan 8 hari yang untuk pertama kalinya ikut papanya bekerja di malam hari. Papanya bekerja sebagai supir taxi dan jam kerjanya berbeda dengan jam kerja biasa, jadi ini seperti pengalaman pertamanya juga untuk boleh bergadang di malam hari hahaha.

Lanjutkan membaca “Review Buku Space Taxi: Archie Takes Flight”

DIY Workshop di McDonald’s

Hari ini Jonathan ikutan workshop di Mc Donald’s bareng anak-anak grup homeschooling Thai. Ceritanya beberapa minggu lalu saya kepikiran gimana caranya ya biar Jonathan punya teman berlatih ngobrol Thai, soalnya tetangga rumah kami anaknya sudah agak besar dan jam keluar rumahnya jarang bareng dengan Jonathan.

Hasil dari nanya ke temen yang ikutan co-op tapi orang Thai, saya disarankan gabung ke grup homeschooling orang Thai. Tadinya agak ragu-ragu karena sampai sekarang baca bahasa Thai buat saya itu masih sering malasnya daripada memaksakan diri baca. Tapi ya masa sih anak disuruh belajar, sendirinya ga maju-maju belajar baca Thainya. Akhirnya sayapun masuk FB group yang isinya semua pake bahasa Thai.

Gak berapa lama bergabung, saya baca pengumuman mengenai workshop ini. Ada 3 paket harga yang ditawarkan, dan harganya seperti kita beli paket burger untuk di makan sendiri. Saya penasaran, kira-kira workshopnya ngapain aja ya? karena saya lihat anak-anak yang daftar workshop, rata-rata antara 5 dan 6 tahun. Saya pikir, ga mungkin dong mereka diajak goreng-gorengnya di McD.

Hari ini, sekitar jam 11 siang kami sudah tiba di lokasi workshop. Pertama kami harus daftar, memilih paket mana yang ingin dikerjakan dan bayar di tempat. Sembari menunggu semua yang sudah daftar sebelumnya hadir, anak-anak diberi kertas dan crayon untuk mewarnai. Beberapa anak langsung mewarnai dengan tekun.

Lanjutkan membaca “DIY Workshop di McDonald’s”

Sensory Play

Di group homeschooling term ini, saya kebagian ngajar kelas sensory play untuk anak umur 3 dan 4 tahun. Sebenarnya ada banyak sekali ide-ide yang bisa di lihat di internet, tapi umumnya ide yang ada itu banyak yang settingnya lebih cocok di rumah, karena habis main akan berantakan sekali. Akhirnya setiap minggunya cari ide yang ga terlalu berantakan dan kira-kira ga terlalu lama mempersiapkannya. 

Sesuai namanya, kelas sensory ini intinya bermain-main yang menstimulasi sensori/panca indra anak. Jadi bisa berupa mainan yang menstimulasi indra peraba (telapak tangan dan kaki), indra pengecap (lidah), indra penglihatan (mata) dan indra penciuman (hidung) dan indra pendengaran (kuping). Kalau mau tahu lebih banyak mengenai stimulasi sensory dan permainan untuk sensory ini bisa di google, hasilnya sebenarnya hal-hal yang sering kita mainkan sehari-hari.

Berikut ini beberapa kegiatan yang kami lakukan. Sejauh ini ada 10 kali pertemuan. Tiap pertemuan berlangsung selama 50 menit. Jumlah murid dalam kelas berkisar antara 5 sampai 8 anak. Untungnya saya dibantu oleh 2 orang tua lainnya, jadi kalau ada anak yang ga tertarik dengan kegiatan yang saya persiapkan, mereka tetap bisa diperhatikan dan gak mengganggu kelas.

Mainan dengan squishy bag. Persiapannya malam sebelumnya tepung dicampur air di kasih warna, terus dimasukkan ke dalam ziploc. Selain tepung berwarna ini di masukkan googly eyes atau beads warna warni. Anak-anak senang disuruh mencari-cari googly eyes atau beads dan juga cukup senang menggeser-geser isi dari ziplocnya yang tentunya sudah diamankan dengan lakban di pinggirannya supaya isinya ga keluar. Sayangnya kelas ini saya ga foto sama sekali. Idenya saya dapat dari wesbsite ini.

Salah satu kesempatan, saya minta anak-anak tracing telapak tangannya. Lalu kami bantu memberikan lem dan mereka bisa menempelkan pom pom untuk menghias tangan masing-masing. Saya instruksinya mereka tracing 1 tangan saja, tapi anak-anak itu ada yang minta untuk ditracing 2 tangan.

tracing tangan lalu dihias pom pom
Lanjutkan membaca “Sensory Play”

Seri Game Professor Layton

Di posting ini saya ingin memperkenalkan seri game Professor Layton yang menurut saya sangat bagus untuk mengajarkan computational thinking. Seri game ini yang awalnya dirilis untuk Nintendo DS ini diinspirasi oleh seri buku puzzle karangan Professor Akira Tago (seri buku karangannya terjual jutaan copy di Jepang sejak 1966). Ada beberapa seri game ini, semuanya adalah puzzle petualangan. Kita bertualang sambil menyelesaikan berbagai puzzle yang ditemui sepanjang perjalanan.

Jenis Puzzle

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai gamenya, seperti apa sih isi puzzle di game ini? Ada lebih dari 100 puzzle di setiap game, dan semuanya sangat bervariasi. Sebagian puzzle dikaitkan dengan cerita yang berjalan, sebagian lagi muncul sebagai “hidden puzzle”, dan sebagian lagi muncul karena mereka teringat sesuatu “melihat benda itu mengingatkanku pada puzzle berikut ini”.

Beberapa puzzle adalah puzzle klasik yang mungkin sudah diketahui banyak orang, tapi sedikit lebih menarik karena interaktif, misalnya bagaimana cara menyebrangkan berbagai binatang dengan konstrain tertentu

Lanjutkan membaca “Seri Game Professor Layton”

Text-to-Speech untuk mainan

Joshua sangat menyukai huruf dan angka. Di usianya sekarang (3 tahun) dia sangat suka alfabet. Dia bisa menyebut nama alfabet dalam bahasa Inggris dan Indonesia, bisa mengingat urutan alfabet  dari depan ke belakang dan sebaliknya, bisa menuliskan semua huruf besar dan kecil. Selain itu Joshua juga suka alfabet Thai, dalam sekitar 2 minggu dia sudah mengingat nama semua 44 konsonan dan cara menuliskannya.

Mainan ini bisa mengucapkan kata-kata tertentu, misalnya APPLE, BALL, dsb

Setelah suka alfabet, Joshua suka belajar membaca dan juga menulis, termasuk juga mengetik di komputer. Dia sangat senang dibelikan mainan tablet alfabet di atas. Mainan di atas disertai beberapa buku, di buku itu ada kata-kata yang bisa “diketikkan”, dan setelah selesai  kata itu akan diucapkan oleh tablet tersebut.

Lanjutkan membaca “Text-to-Speech untuk mainan”

Co-op Homeschool di Chiang Mai

Sejak hari Senin lalu, Jonathan dan Joshua ikutan co-op homeschool di Chiangmai. Co-op ini merupakan cooperative dari beberapa keluarga yang menghomeschool anaknya. Di tiap tempat bisa berbeda-beda, tapi ini cerita untuk kami yang di Chiangmai.

Kami mengikuti co-op berbahasa Inggris. Saya kurang tau apakah ada Co-op berbahasa Thai dan udah jelas ga ada bahasa Indonesia hehehe. Pesertanya tidak dibatasi hanya orang asing tapi wajib bisa berbahasa Inggris. Persyaratan lainnya salah satu dari orangtua wajib berpartisipasi mengajar kelas sesuai dengan perencanaan yang dilakukan sebelumnya.  Jadi co-op ini bukan jenis drop-off anak dan bayar guru.

Berbeda dengan sekolah, pertemuan setiap Senin ini hanya dilakukan 2 term dalam setahun dan masing-masing term dibagi 3 bulan. Hal ini dilakukan karena banyak juga keluarga homeschooling yang pulang ke negeri asalnya berbulan-bulan, jadi ya tidak terikat harus berada di Chiang Mai sepanjang tahun.

Manfaat dari kegiatan ini selain buat sosialisasi anak homescholer juga untuk para orangtua berkumpul berbagi keahlian mengajarkan yang tidak bisa diajarkan ortu yang lain. Kadang-kadang bisa juga untuk pelengkap kurikulum yang dipakai. Dulu saya ikutan co-op waktu Jonathan masih 3 tahun. Waktu itu niatnya untuk belajar soal homeschool. Memang banyak sekali pertanyaan mengenai memulai homeschooling yang akhirnya terjawab sejak gabung di sana, tapi waktu itu kami ga jadi meneruskan homeschool karena menemukan sekolah yang cukup ideal dengan apa yang kami cari. Jonathan juga anaknya sangat social, jadi kami berpikir memberikan kesempatan buat dia merasakan sekolah.

Tahun ini awalnya kami hampir ga kebagian slot untuk ikutan di co-op. Memang ada batasan jumlah murid perkelas dan jumlah keluarga yang bisa bergabung supaya semua bisa berjalan dengan baik. Tapi beberapa bulan sebelum term dimulai, saya diberitahu ada keluarga yang anaknya kira-kira seumuran Jonathan dan Joshua tiba-tiba harus pulang ke negeri asalnya jadi ada slot yang terbuka. Keluarga tersebut awalnya mengusulkan untuk mengajar sensory class untuk nursery-preschool jadi saya ditanyakan apakah bersedia mengajar kelas itu atau malah mau ngajar kelas Kindergarten yang juga ada slot guru kosong. Karena pengalaman dulu Jonathan ga bisa ditinggal di kelas, saya cari aman saja ngajar kelas di mana Joshua akan ditempatkan alias nursery/preschool.

Contoh kegiatan
Lanjutkan membaca “Co-op Homeschool di Chiang Mai”

Belajar Sejarah

Sejak memasuki grade 3, selain memakai CLE kami menambahkan pelajaran sejarah sebagai salah satu materi yang dipelajari oleh Jonathan. Setelah mencari rekomendasi dari group yang diikuti, akhirnya pilihan jatuh ke Story of The World. Sesuai namanya, pelajaran sejarah ini mempelajari sejarah dunia.

Sesuai namanya, Story of The World isinya dalam bentuk cerita

Kemarin, topik yang dipelajari adalah mengenai Shamsi Adad, seorang diktator di kerajaan Assyrian. Pelajaran sebelumnya mengenai Hammurabi yang memerintah di Babylonia. Kedua kerajaan tersebut berada di Mesopotamia. Perbedaan dari Hammurabi dan Shamsi Adad ini dari cara mereka menjadi raja. Pertanyaan yang menarik dari akhir pelajaran adalah: siapakah raja yang lebih baik Hammurabi atau Shamsi Adad?

Ilustrasi dari proyek Undraw

Sebelum bisa menjawab siapa yang lebih baik, saya harus mereview lagi pelajaran mengenai Hammurabi ke Jonathan. Waktu saya sekolah, mungkin pernah dengar nama Hammurabi, tapi saya belum pernah dengar nama Shamsi Adad. Kemungkinan lain, pernah belajar tapi udah lupa hahaha. Salah satu benefit menghomeschool adalah kembali membuka pelajaran supaya bisa mengajar anak, setidaknya kalau belum pernah belajar mengenai ini, saya jadi belajar.

Lanjutkan membaca “Belajar Sejarah”