Saya mau mundur sedikit: apa sih pwn2own itu? Ini adalah kompetisi hacking di mana hacker diminta menjebol device dengan software terbaru dengan bug yang belum pernah diketahui orang lain sebelumnya (zero-day). Pemenangnya mendapatkan devicenya dan hadiah puluhan sampai ratusan ribu USD (ratusan juta hingga milyaran rupiah).
Bug
Secara singkat: beberapa bug ini memungkinkan orang mengambil alih ponsel, tablet, dan bahkan mobil (mobil pintar) dari jauh tanpa interaksi dari user. Ini bukan bug kacangan seperti XSS atau SQL injection di website.
Kami baru saja kembali dari liburan singkat (seminggu) ke Medan dan ke Samosir. Polusi udara Chiang Mai sedang buruk dan sangat panas (sampai 40an derajat celcius), jadi di masa libur Songkran, kami memutuskan untuk pulang saja ke Indonesia. Kali ini kami hanya mengunjungi Medan, tidak ke pulau Jawa.
Karena rencananya agak mendadak, kami sudah kehabisan tiket AirAsia, jadi kami mencoba memakai Malindo. Pengalaman terbangnya cukup menyenangkan, ada IFE (in flight entertainment) di perjalanan Chiang Mai – Kuala Lumpur (dan sebaliknya). Makanan di pesawat juga lumayan. Hal yang agak membuat lelah adalah: Joshua mencret sepanjang perjalanan berangkat, dan saya perlu mengganti popoknya di berbagai tempat, termasuk juga di pesawat.
Hari pertama (Sabtu) kami gunakan untuk menukar kartu XL ke 4G dan belanja pakaian di Mall. Karena kami tidak ke Depok, orang tua saya (eyangnya Jonathan dan Joshua) datang untuk ketemu Jonathan dan Joshua walau hanya Minggu sampai Selasa. Ibu saya (yang dipanggil “eyang girl” oleh Jonathan) sempat pergi ke Belawan, karena Dompet yang saya belikan 9 tahun yang lalu hilang entah di mana, padahal masih bagus, jadi ingin dapat lagi yang serupa.
Posting ini sekedar merangkum beberapa posting sebelumnya, sekaligus untuk menceritakan hal-hal kecil di luar posting-posting yang lain. Liburan kali ini cukup lama, dari tanggal 22 Juni (tiba di sana) sampai 10 Juli (tiba di Chiang Mai).
Karena pemesanan tiket sudah mendekati harinya, harga Air Asia ternyata sudah sangat mahal, jadi kami mengambil Singapore Air yang ternyata lebih murah. Ketika berangkat Joshua agak pilek. Terakhir saya ingat (mungkin 5 tahun yang lalu), di Singapore WIFI gratisnya agak ribet. Tapi kali ini ternyata mudah diakses dan bahkan sangat cepat.
Kami mendarat dijemput oleh orang tua saya, dan sekaligus menjemput mamanya Risna yang mendarat dari Medan di waktu yang hampir sama. Di hari pertama, saya bersama bapak berusaha menyelesaikan tujuan utama. Tujuan utama adalah membuatkan Visa untuk Joshua. Joshua perlu keluar dari Thailand untuk bisa mendapatkan Visa (yang adalah ijin untuk masuk ke Thailand). Di hari pertama ini pembuatan Visa gagal karena kurang syarat Company Registration Letter dan Tax Proof.
Di sore hari pertama, saya naik motor bersama Jonathan ke Ceria Mart, dan pulangnya dihadang hujan. Setelah menunggu lama dan mengecek Google Weather akhirnya kami memutuskan pulang gerimis.
Di hari kedua kami memutuskan berangkat lagi untuk mengurus Visa Joshua. Kali ini semua sudah dipersiapkan (dokumen yang diperlukan sudah diemail dan dicetak), jadi tidak ada masalah lagi. Pulangnya kami menyampaikan titipan Kak Wanti, dan karena masih cukup sore kami memutuskan mampir di Monumen Pancasila Sakti (sudah dituliskan ceritanya di posting lain).
Di hari Minggu kami beristirahat karena mempersiapkan diri untuk ke Jawa Tengah esok harinya. Adik Asty (sepupunya Jonathan) datang, dan mereka bisa bermain bersama. Keesokan harinya kami berangkat ke kampung halaman dan ke Yogyakarta.
Sepulang dari Yogyakarta sudah tengah malam, jadi kami membiarkan anak-anak beristirahat, sementara Opung duluan datang ke acara adat sayur matua Inang Tua Kom pada dini hari. Kami datang ke Bekasi dengan menggunakan Grab dan kembali menggunakan Uber. Senangnya sekarang rumah Eyang sudah bisa dicari di peta sampai level nomer rumah dan posisinya pas, sehingga mudah memanggil Uber/Grab. Seperti pernah saya ceritakan di posting lain, ketika seseorang mencapai Sayur Matua maka acara adatnya adalah perayaan.
Di hari Minggu kami kembali beristirahat lagi dan saya nyetir ke Hypermart untuk membeli beberapa benda (terutama alat pel yang lebih baik karena pembantu di rumah Eyang sedang mudik). Joshua bisa diajak makan di Solaria. Pulangnya kami mampir ke rumah Yosi. Keesokan harinya kami pergi ke Ancol, ini juga sudah dituliskan di posting terpisah.
Di rumah Eyang saya sempat mengajari Jonathan bermain api dan korek api. Ini sebenarnya sesuatu yang mau saya ajarkan dari dulu, tapi selalu lupa beli koreknya. Terakhir kali ingat pas musim panas di Chiang Mai dan waktu itu banyak kebakaran, jadi saya tunda lagi.
Hari Jumat kami membuat foto keluarga bersama. Terakhir kali foto keluarga, Joshua masih di dalam perut mamanya.
Di hari Sabtu, Risna bertemu dengan teman-teman SMA-nya, sementara saya, Jonathan dan keluarga Yosi menonton film Finding Dory.
Kami kembali ke Chiang Mai hari Minggu pagi, diantar oleh keluarga Yosi. Kami agak khawatir karena di malam Minggu Joshua agak demam dan sempat muntah. Tapi Puji Tuhan Joshua hanya cranky sedikit di awal perjalanan. Sepanjang Jakarta Singapore dia tidur. Ketika transit kami biarkan dia merangkak berkeliaran. Di penerbangan terakhir dia agak bosan, tapi ada anak yang hampir seusianya di kursi dekat kami, jadi dia agak terhibur.
Di sepanjang perjalanan berangkat dan kembali, Jonathan senang sekali karena biasanya pesawat yang dia naiki kecil (single aisle) sedangkan yang ini besar (double aisle). Dia juga senang sekali membaca instruksi keselamatan yang ada di tiap pesawat. Saya selalu diminta untuk memfoto supaya bisa dilihat lagi di rumah.
Liburan kali ini sangat melelahkan, penuh dengan perjalanan panjang, tapi kami bersyukur Joshua dan Jonathan tetap sehat. Kami tadinya sangat khawatir Joshua akan sakit, apalagi dengan perjalanan jauh dengan mobil (beberapa kali), dan juga mengunjungi sangat banyak tempat.
Kami bersyukur bisa tiba kembali di Chiang Mai dengan selamat, dijemput oleh Office Manager kami. Kami juga bersyukur rumah sudah dibersihkan oleh Asisten Rumah Tangga yang sudah dipesankan sebelumnya. Berbagai hal sudah dibereskan juga (tagihan listrik, air), tukang rumput juga sudah dipanggil untuk membereskan rumput. Bahkan dia sudah membelikan telur karena dia tahu kami akan sarapan itu. Kami juga bersyukur karena listrik, air, dan Internet semuanya berjalan lancar ketika tiba di rumah.
Karena rencana ke Bandung sebelumnya dibatalkan, kami mencari hari lain untuk ke Bandung. Setelah mengecek bahwa kebanyakan travel tidak beroperasi di hari lebaran, dan yang beroperasi juga sudah penuh, maka saya memutuskan nekat menyetir ke Bandung.
Meskipun di Chiang Mai kami memiliki mobil dan menyetir sendiri, tapi saya merasa tidak nyaman menyetir di Indonesia plus SIM Indonesia saya sudah expired lama sekali, cuma punya SIM Thailand. Tapi karena tidak ada yang bisa menyetir untuk kami, dan menduga bahwa jalanan akan lancar, maka kami memutuskan untuk berangkat pada Selasa 5 Juli, siang hari jauh sebelum jam takbiran. Katanya SIM Thailand juga bisa dipakai di ASEAN jadi saatnya untuk mencoba itu. Kami juga cukup percaya Google Maps akan mengantar kami melalui jalur akurat dan bebas macet.
Untungnya dugaan kami benar, lalu lintas sangat lancar dan kami bisa tiba di Caringin (tempat adik Risna/tulangnya Jonathan) cukup sore. Saya serahkan urusan menyetir di kota Bandung ke Lae untuk check in hotel lalu mencari makan malam. Kami menginap di SHEO hotel di Cimbeluit.
Ketika kami check in di hotel, ada masalah dengan showernya. Walau di malam lebaran, mereka bisa membetulkan masalahnya dalam waktu singkat. WIFI di hotel ini kecepatannya tinggi, sayangnya di dalam kamar signalnya sangat lemah.
Esok harinya kami berenang. Di kolam renangnya ada dua katak. Mungkin karena hari lebaran, tidak ada yang bertanggung jawab membersihkan kolamnya.
Slideshow ini membutuhkan JavaScript.
Siangnya kami bertemu dengan Bu Inge (atau Jonathan memanggilnya Oma Inge). Setelah sulit mencari tempat makan yang buka tapi tidak terlalu padat, kami memutuskan untuk makan di Paskal Hypersquare. Jonathan semangat sekali ingin menceritakan game Human Resource Machine ke Oma Inge. Jonathan juga mendapatkan kado dari Oma Inge.
Kami ingin meneruskan perjalanan ke Farmhouse Lembang, tapi ternyata lalu lintas terlalu ramai. Kami mencoba jalan pintas melewati Farmhouse dan berencana turun dari atas, tapi ternyata ada pembatas jalan yang membuat kami tidak bisa berputar. Akhirnya kami memutuskan ke Tahu Susu Lembang dan di sana ada tempat bermain.
Pertama Jonatan hanya bermain pancing ikan dengan magnet. Abang Gio jadi tertarik juga. Setelah Jonathan bosan, abang Gio tetap bermain itu.
Jonathan ingin sekali naik kereta setiap kali melihat mainan sejenis itu meski sudah puluhan kali naik kereta gratis di Chiang Mai. Keretanya 20 rb per orang.
Setelah bosan, saya bujuk dia untuk naik Flying Fox/zip line. Jonathan tidak takut sama sekali dan bisa menikmatinya. Tarif ini juga 20 rb.
Berikutnya bersama saya, kami masuk ke bola yang mengapung di atas air. Tarifnya juga sama 20 rb/orang (jadi 40 rb berdua). Kami diberi 5 menit naik ini (karena oksigen terbatas), naik bola ini juga rasanya agak aneh (tekanan udaranya berbeda dari di luar).
Terakhir kami masuk ke taman bermain yang berbayar, tapi sangat mengecewakan. Mainannya tidak terawat dan sebagian tidak bisa dipakai.
Di hari kedua lebaran, saya menyetir lagi pulang, tapi sebelumnya mampir dulu ke rumah mbak Cepi di buah batu. Jonathan bisa langsung bermain dengan Fathan.
Lalu mbak Asri dateng.
Lalu diteruskan ke tempat Lae. Ada acara kecil potong rambut seperti dulu yang dilakukan pada Jonathan.
Dan saya meneruskan perjalanan pulang. Lalu lintas mulai memadat, tapi belum macet. Arah sebaliknya (menuju Bandung) sudah macet panjang sampai dibuatkan contraflow.
Kami tiba kembali ke Depok dengan selamat. Selama perjalanan tidak pernah diminta SIM, jadi masih tidak tahu apakah SIM Thailand berlaku atau tidak di Indonesia.
Ini merupakan perjalanan singkat di Jakarta. Kami hanya sekedar mencari tempat outdoor agar Jonathan dan Cathy bisa bermain bersama. Sebenarnya kami berencana ke TMII, tapi karena sudah pernah ke sana, kami memutuskan untuk pergi ke Ancol, sekedar ke pantainya bukan ke Dufan karena anak-anak belum cukup umur (dan belum cukup tinggi) untuk bisa menaiki wahana dufan.
Kami mulai dengan makan di Mc Donalds dan dilanjutkan dengan membeli peralatan untuk bermain pasir (50 rb) plus bola (20 rb).
Sebenarnya kita bisa meminjam tikar gratis dengan jaminan KTP, tapi karena hanya Risna, Joshua dan Opung yang menunggu, mereka mendapat tempat di tenda jadi tidak perlu menyewa tikar.
Ternyata ada WIFI gratis di Ancol dan kecepatannya cukup bagus, signalnya juga kuat. Tidak perlu login/password untuk bisa menikmati WIFI-nya.
Permainan yang dilakukan anak-anak mulanya hanya bermain pasir, tapi akhirnya mereka menceburkan diri di pantai dan bermain air.
Setelah selesai bermain, kami meneruskan perjalanan ke rumah adik saya, Aris. Di jalan kami ingin membawakan Mpek-mpek, tapi ternyata di bulan puasa ini kami hanya bisa membeli yang belum digoreng (hanya setelah jam 6 sore mereka melayani yang sudah digoreng).
Menurut KBBI kampung halaman adalah daerah atau desa tempat kelahiran;. Dengan definisi itu, karena sudah ke Jakarta berarti kami sudah ke kampung halaman Risna. Berikutnya kami menuju kampung halaman saya, di Sukoharjo.
Perjalanan dilakukan dengan mobil Fortuner yang dikendarai adik saya (Yosi), dan kami pergi bersama keluarga Yosi plus opungnya Jonathan. Kami berangkat tanggal 27 Juni 2016 pukul 4.17 pagi. Karena ingin jalan-jalan di Yogya, kami memutuskan memesan hotel di Yogya saja. Perjalanan lancar, dan kami sempat berhenti di rest area serta di Rumah Makan Tiga Putri. Rumah makannya cukup cocok karena menyediakan area main untuk anak-anak.
Di sepanjang perjalanan, kami sering memutar Mother Goose Club agar anak-anak senang, tapi membuat saya jadi tertidur.
Perjalanan seharusnya bisa lebih cepat, tapi ada sedikit masalah di mobil: indikator bahan bakar menyala, jadi kami mampir ke bengkel untuk memastikan. Ternyata filter Solar perlu diganti. Di tempat itu ada pojok bermain anak.
Kami tiba di Yogyakarta pukul 5 Sore dan langsung check in lalu tidur (kami makan McDonalds di hotel).
Esok harinya seharian kami mengunjungi kampung halaman saya (dan juga Yosi). Saya cukup senang bahwa anak-anak tidak rewel menghadapi suasana kampung. Di rumah pakde pertama, anak-anak malah bermain gabah. Di tempat lain mereka main dengan kambing.
Walau di bulan puasa, ada juga warung makan yang buka dan makanannya cukup cocok.
Suasana kampung ternyata sudah banyak berubah, bahkan Indomaret sudah ada di sana. Setelah mengunjungi saudara di desa, kami pergi ke Solo untuk mengunjungi juga saudara-saudara di sana.
Sebagai keturunan orang Jawa (tengah), ini kali pertama Jonathan dan Joshua pergi ke Jawa tengah, terakhir kali hanya saya sendiri yang pulang ke kampung halaman.
Posting ini singkat saja karena dua hal: pertama kami tidak merencanakan pergi ke tempat ini, dan kedua: tempat ini masih kurang cocok untuk usia Jonathan/Joshua. Sulit menjelaskan kekejaman manusia terhadap sesama karena perbedaan ideologi.
Kami pergi ke Monumen Pancasila Sakti karena dua hal: kami belum pernah ke sini (atau mungkin pernah waktu masih kecil, sudah lupa), dan kedua adalah karena kami baru lewat rumah Kak Wanti (kakaknya Risna). Kami pergi ke tempat ini bersama dengan keluarga Yosi.
Waktu membeli tiket, kami diberi booklet dan stiker
Ada teks Pancasila (sesuatu yang nanti perlu diajarkan ke Jonathan jika ingin kembali ke Indonesia)
Kami melewati lubang buaya dengan penjelasan singkat ke Jonathan dan Celine (adik sepupu Jonathan). Celine mengulang-ulang cerita soal “seven people that died” yang membuat kami jadi rada khawatir.
Karena masih terlalu singkat perjalanannya, kami masuk ke Museum Penghianatan PKI. Di dalamnya isinya berbagai diorama, banyak yang kejam