Gara-gara Virus Corona

Tulisan ini sekedar catatan yang saya amati disekitar saya sehubungan dengan wabah baru virus Corona.

Sebelum mengetahui adanya virus ini, di Chiang Mai sudah banyak sekolah yang meliburkan kelasnya karena adanya beberapa murid yang sakit Influenza. Influenza ini bukan batuk pilek biasa dan gejalanya mirip juga dengan virus Corona.

Influenza ini sudah ada vaksinnya, tapi supaya ampuh, kita harus divaksin setiap tahun (yang mana akhirnya kebanyakan orang tidak selalu melakukannya termasuk kami). Apakah dengan banyaknya kasus Influenza di sekolah, semua orang memperhatikan untuk cuci tangan dengan sabun? yang saya lihat, semua seperti biasa, yang rajin cuci tangan ya cuci tangan, yang cuek ya cuek.

Sejak akhir tahun 2019, tingkat polusi di Chiang Mai sudah memburuk. Beberapa orang sudah mulai menggunakan masker ketika keluar rumah (termasuk Joe dan Jonathan). Tapi ya kebanyakan masih cuek. Anak-anak batuk pilek juga ketika dingin menyerang, tapi perasaan ya biasa saja.

Lanjutkan membaca “Gara-gara Virus Corona”

Jeruk Peras

Hari ini mau cerita tentang jeruk. Bukan, bukan karena lagi baca buku Gadis Jeruk nya Jostein Gaarder. Cerita soal bukunya lain kali karena belum selesai baca versi Indonesia-nya. Cerita hari ini mumpung harga jeruk relatif murah di musim dingin daripada biasanya. Kebetulan juga, ada teman yang kasih tahu tempat membeli 10 kg jeruk dengan harga 160 baht saja, padahal di warung depan komplek kemarin saya beli jeruk 50 baht per kg nya.

Karena belum pernah beli 10 kg sekaligus, saya berbagi dengan 3 orang teman-teman saya yang lain. Ada yang mau 2 kg dan ada yang mau cuma 1 kg. Akhirnya saya kebagian 5 kg saja. Nah gimana cara menghabiskan jeruk 5 kg?. Tentu saja dibikin jadi jus jeruk. Kalau saya harus mengupas jeruk 5 kg satu persatu, udah pasti jeruknya gak akan kemakan dan malah kebuang.

Lanjutkan membaca “Jeruk Peras”

Joshua Potong Rambut

Dulu saya pernah menceritakan Jonathan potong rambut. Hari ini giliran cerita Joshua. Sengaja dituliskan di sini, supaya ingat kapan terakhir Joshua potong rambut. Ceritanya sebelum hari ini, terakhir kali potong rambut itu bulan Juli 2019. Waktu itu, mulai dari masuk ke tukang cukur sampai selesai, Joshua nangis dan meronta-ronta. Karena badan Joshua sudah besar, potong rambut yang harusnya bisa 15 menit, jadi hampir 40 menit. Kami sampai gak enak dengan orang yang juga datang ke tempat cukur rambutnya.

Mengingat kejadian dulu, walau sudah mulai panjang, kami menunda-nunda membawa Joshua ke tukang cukur. Kami tidak ingin kejadian nangis sepanjang potong rambut terulang lagi. Salah satu cara memperkenalkan potong rambut kami tunjukkan video waktu Jonathan potong rambut. Bulan Juli lalu sebenarnya juga begitu, tapi tidak berhasil. Kali ini, kami tambahkan dengan mainan aplikasi Toca Hair Salon (kapan-kapan saya tuliskan tentang game ini). Intinya Joshua tahu kalau rambut panjang itu perlu di bawa ke salon untuk di potong.

Sudah sejak bulan Desember, saya dan Joe sering bertanya ke Joshua, apakah dia mau potong rambut. Kami bilang yuk ke Hair Salon kayak di game, terus kita potong rambut Joshua. Dia tidak menjawab dan belakangan malah menjawab nooooo dengan tegas. Kalau bukan karena dia sudah terganggu dengan rambut yang masuk ke mata, rasanya mau saya biarkan saja rambutnya panjang. Apalagi sebenarnya rambutnya bagus hehehe.

Beberapa minggu belakangan ini, Joshua punya permintaan untuk dibelikan mainan ABC dan angka. Karena Joshua sudah punya banyak sekali mainan sejenis dan dia sudah tau semua huruf dan angka, saya tidak ijinkan untuk dibeli. Tapi namanya anak kecil, walau tidak menangis merengek dalam meminta yaaa tetap saja sering minta lagi minta lagi. Akhirnya kemarin saya kepikiran menawarkan beli mainan dengan syarat Joshua potong rambut dulu.

Ternyata… dia langsung setuju. Mulai dari pagi, dia sudah mengulang-ulang hari ini ke salon, potong rambut terus beli mainan. Mainannya ini harus beli online, karena tidak ada di Chiang Mai. Dia udah ngerti kalau mainan beli online tidak bisa langsung dimainkan. Tapi ya udah bagus dia mau potong rambut tanpa acara nangis waktu melihat salonnya aja.

Nih buktinya, dia disuruh duduk langsung nurut. Disuruh foto dulu, langsung kasih senyum manis. Sambil dipotong rambut, dia masih ngomongin mainan yang akan dibeli papanya. Tukang salon yang udah tau sejarah tangisan Joshua sampai takjub: wah kok bisa hari ini baik begini, katanya.

foto sebelum mulai, masih happy
Lanjutkan membaca “Joshua Potong Rambut”

13 Tahun Menikah

Hari ini 13 tahun lalu, kami mengucapkan janji pernikahan kami, setelah 3 tahun saling mengenal lebih dekat sambil menyelesaikan kuliah s2.

foto di Danau Toba tahun 2008

Ada banyak yang ingin dituliskan, tapi hari ini saya akan menuliskan kenapa saya mau menikah dengan Joe. Latar belakang saya orang Batak dan Joe orang Jawa sebenarnya sempat bikin ragu-ragu menerima Joe, tapi ternyata bukan latar belakang suku yang menentukan 2 orang bisa bersama. Kepribadian 2 orang itu yang lebih menentukan apakah bisa saling menerima dan saling membangun, atau malah saling menghancurkan.

Alasan pertama saya mau menerima Joe adalah karena dia orangnya jujur dan to the point. Jadi, awalnya saya tidak menyadari kalau Joe itu lagi mendekati saya. Oh ya, kami sekelas dan satu kantor, tapi lebih banyak ngobrol setelah sering makan siang bareng di bulan puasa. Kebetulan hanya kami berdua yang tidak puasa, jadi ya otomatis kalau mau makan siang ya berdua aja.

Sambil makan siang, tentunya sambil ngobrol berbagai hal. Mulai dari ngomongin blog, buku, film dan termasuk ngomongin orang. Ngomongin orang di sini gak spesifik, tapi ngomongin orang-orang yang disekitar kami yang duduk di meja-meja lain. Kami bisa mengarang cerita kira-kira mereka lagi membahas apa, kenapa ekspresinya begitu. Kadang-kadang sambil membahas buku, kami juga jadi saling menceritakan pandangan kami tentang berbagai hal.

Terus to the pointnya mana? sabar pemirsa. Berbeda dengan Joe, saya ini orangnya kadang suka muter-muter dulu. Penjelasan dulu, baru kesimpulan. Kalau Joe orangnya kasih tau dulu intinya, kasih penjelasan baru kesimpulan. Loh kesimpulannya sama-sama diakhir? ya iya, mana pernah ada tulisan kesimpulan di awal. Udah penasaran belum? hahaha, maap, ini lagi agak-agak kurang ide menulis jadi ngomong sendiri.

Nah pada suatu hari, waktu ngobrol-ngobrol, saya bilang kalau saya di umur saat itu nggak nyari pacar, tapi nyari calon suami. Terus saya bilang lagi: tapi saya juga ga mau buru-buru nikah, saya mau kenalan dulu paling nggak 1 tahun sebelum menikah. Soalnya siapa tau dalam 12 bulan itu, kelakuan orang berubah tergantung cuaca. Jadi dalam cycle 1 tahun, mudah-mudahan cukuplah untuk tahu apa yang perlu diketahui. Tau-tau Joe bilang dia mau daftar jadi calon suami saya. Lah saya terdiam gak tau meresponnya gimana hahahaha. Terus ya abis itu saya mencari-cari alasan biar tidak harus menjawab dan semi menakut-nakuti Joe.

Saya ini orangnya dikenal cerewet, bawel dan galak. Padahal sebenarnya bawel, cerewet dan galak saya selalu ada alasannya, bukan karena saya hobi marah-marah. Siapa juga yang hobi marah, capek deh marah-marah mulu. Tapi kata Joe saya ini gak pernah tuh marahin dia.

Setelah kejadian itu, saya sebenarnya secara tidak langsung memberi jawaban tidak, tapi ya Joe tidak jadi berubah dan kami tetap makan siang bareng seperti biasa. Saya juga biasa aja, karena secara ga sadar, saya mulai terbiasa dan senang bisa ngobrol sama Joe. Padahal kalau orang-orang lihat, Joe itu pendiam dan gak banyak omong, tapi ternyata sama saya, Joe bisa ngobrolin banyak hal.

Setelah 13 tahun menikah, saya semakin bersyukur kalau Joe waktu itu nggak langsung mundur teratur. Karena akhirnya dia berhasil meyakinkan saya untuk memilih dia jadi suami hahaha. Keputusan untuk mengenal lebih dekat selama lebih dari 1 tahun itu juga sudah benar, tidak ada hal yang mengejutkan dari karakter Joe dalam 13 tahun menikah.

Hal lain yang juga saya suka dari Joe adalah: dia selalu mau mendengarkan saya. Setelah menikah dengan Joe, saya sih merasa jadi berkurang kebawelannya. Kalau ada hal-hal yang bikin emosi, biasanya saya ceritakan ke dia, dan emosinya bisa mereda. Selain mendengarkan keluh kesah dan omelan, sejauh ini cara pandang kami dalam banyak hal yang prinsip juga sama termasuk cara mendidik dan membesarkan anak. Walaupun sibuk kerja, dia masih mau menyediakan waktu untuk main dengan anak-anak dan bahkan urusan mandiin anak juga gak masalah.

Satu hal yang juga bisa bikin kami menikah 13 tahun tanpa banyak drama adalah: kami selalu mengkomunikasikan apa yang kami rasakan. Kalau ada yang bikin sebel, ya dikasih tau. Kalau saya lagi terlalu malas juga bakal ditegur sama Joe hehehe. Kalau ada kekhawatiran yang dihadapi, kami juga saling menceritakan apa yang membuat kami merasa khawatir. Kami berusaha untuk tidak pakai acara tebak-tebak buah manggis. Karena dari dulu saya pernah bilang – jangan pernah ada kata-kata: harusnya kau tau isi hatiku, karena aku gak punya kemampuan telepati (lah ini bahasa drama banget yah).

Ceritanya jadi kemana-mana kan. Cerita ini saya tuliskan di sini untuk Jonathan dan Joshua. Kalau mau cari pasangan, gak usah pakai drama. Kalau memang suka ya bilang suka, kalau ditolak jangan langsung menyerah hahaha. Komunikasikan perasaan, dan jangan main tebak-tebakan. Kalau gak jodoh? ya terimalah, namanya juga nggak jodoh, jangan dipaksakan.

Buat Joe, terimakasih karena mau menjadi suamiku. Semoga kita selalu bahagia selamanya walau apapun yang ada di depan kita (dangdut mode banget ya hahahhaa).

ps. sewaktu saya menulis, Joe menulis juga, dan ya secara gak sengaja intinya sama sih: komunikasi hehehe.

Ulang tahun pernikahan ke 13

Hari ini sudah 13 tahun pernikahan kami. Seperti tahun-tahun sebelumnya, kami berusaha menuliskannya di blog, sebagai kenangan untuk kami sendiri. Pertama yang ingin saya ungkapkan adalah rasa syukur: kami berdua masih diberi umur panjang dan kami masih bisa menjalani rumah tangga bersama. Kami belum terlalu tua, tapi sudah ada teman yang bercerai dan ada yang pasangannya sudah meninggal dunia. Saya juga bersyukur untuk kedua anak kami. Sedangkan masih ada teman yang belum punya anak dan ada juga yang belum menikah.

Lanjutkan membaca “Ulang tahun pernikahan ke 13”

Ada Berapa Tahun Baru dalam 365 Hari?

Sebelumnya, saya ingin mengucapkan selamat Tahun baru Imlek untuk teman-teman yang merayakan. Selamat memasuki tahun Tikus.

Hari ini masih bulan Januari, tapi kita sudah merayakan tahun baru lagi. Di Thailand, karena hari ini hari Sabtu, ya secara tidak langsung jadi hari libur juga. Ada banyak juga orang Thai yang masih keturunan Cina dan ikut merayakan tahun baru Imlek, tapi biasanya tidak menjadi hari libur khusus seperti halnya di Indonesia. Mall dan tempat berbelanja tentunya banyak dihias dengan hiasan merah, dan juga keperluan untuk sembahyang di tahun baru ini.

Di Chiang Mai, biasanya ada barongsai dan parade dari old city ke China Town yang ada di pasar Warorot. Seingat saya, jalanan di pasar Warorot akan macet menjelang tahun baru Imlek ini, selain persiapan untuk dekorasi, juga karena orang-orang sibuk berbelanja untuk menyambut tahun baru seperti halnya tahun baru 1 Januari kemarin.

Saya belum pernah sih melihat langsung acara tahun baru di Chiang Mai, alasannya? tentu saja karena tidak ingin terjebak macet hehehe. Tahun depan deh direncanakan buat melihatnya hehehe.

Selain Tahun Baru Masehi dan Tahun Baru Imlek, Thailand punya tahun baru sendiri yang dirayakan setiap bulan April yang dikenal dengan sebutan Tahun Baru Songkran. Nah pada Tahun Baru Songkran inilah liburannya lebih lama, biasanya sih 3 – 4 hari kerja, tapi kalau jatuhnya di dekat hari kejepit dan ada akhir pekan, akhirnya libur itu bisa sampai 10 hari hehehe.

Ngomongin tahun baru, biasanya disebut tahun baru karena penanda sebagai hari pertama kalender baru. Sudah tahu belum, kalau di Thailand menggunakan sistem tahun sendiri? Selain mengenal tahun yang sama seperti kita gunakan di kalender gregorian, mereka menggunakan perhitungan berdasarkan era Budha yang bedanya 543 tahun dibanding kalender biasa. Jadi tahun 2020 itu lebih dikenal dengan tahun 2563. Surat-surat akte lahir anak-anak juga menggunakan tahun Thai. Jadi biasanya orang bertanya lahir tahun berapa itu, ekspektasinya mendapat jawaban dalam tahun Thai. Uniknya, walau perayaan Tahun Baru Songkran itu diadakan pertengahan April, kelender tahun Thai sudah berganti tahun sejak 1 Januari.

Penggunaan tahun Thai ini kadang membingungkan saya. Misalnya mau bayar pajak mobil, di stiker yang ditempel itu menggunakan angka belakang dari tahun Thai. Jadi ada tulisan 62 atau 63. Walau sudah lama di Thailand, saya masih belum terbiasa mengingat tahun Thai dan sering harus menghitung lagi, tahun ini tahun berapa ya?

Pernah juga, waktu memeriksa kadaluarsa makanan. Mereka kadang-kadang memakai tahun Thai, jadi saya juga harus ingat-ingat tahun ini tahun berapa untuk tahu apakah makanan sudah kadaluarsa atau belum.

Saya ingat, di Indonesia juga ada tahun baru Hijriyah, tapi biasanya tidak digunakan di dokumen resmi ataupun penanda kadaluarsa makanan.

Sebelum menuliskan tulisan ini, saya iseng mencari tahu, apakah Korea juga mempunyai tahun baru sendiri? ternyata mereka juga merayakan hari ini sebagai Tahun Baru yang disebut Seollal. Sekilas sih mirip dengan Imlek, tapi pernah juga dirayakan berbeda sedikit dengan Imlek, dan tentunya dengan tradisinya sendiri.

Dan sepertinya di banyak negara di Asia punya sistem penanggalan yang tidak sama dengan kalender gregorian. Masing-masing tahun baru mempunya tradisinya masing-masing, tapi ada kesamaannya: kumpul dengan keluarga atau teman, dan mengucap syukur memasuki tahun yang baru dengan menikmati hidangan yang enak.

makasih ya tante angpau nya hehehe…

Hari ini, walau kami tidak merayakan Imlek, Jonathan dan Joshua mendapat angpao dari teman kami yang merayakannya hehehe. Kami juga dapat traktiran makan enak hasil order dari restoran Korea dekat rumah. Anggap saja merayakan tahun baru Imlek dan Seollal sekaligus ya, yang penting makan enak hahaha.

mewakili 3 tahun baru nih, ada nastar selain makanan korea dan nasi goreng hahaha

Ada yang bisa menambahkan ada tahun baru apa lagi yang dirayakan dalam waktu 365 hari?

Jalan-jalan ke arah Chiang Rai

Hari Sabtu kemarin, untuk memenuhi undangan menikmati makanan Nusantara dari seorang teman yang tinggal di antara Chiang Mai dan Chiang Rai, kami jalan-jalan dengan beberapa teman Indonesia lainnya. Berangkat dari rumah masing-masing dengan target makan siang di sana.

Dengan berbekal Google Map, kami mengetahui kalau perjalan sekitar 80 km itu akan ditempuh sekitar 1,30 jam. Kami belum pernah menyetir sendiri ke Chiang Rai. Kami pernah ke Chiang Rai bertahun-tahun lalu ikut mobil tour dan belum ada Joshua. Jadi bisa dibayangkan sudah berapa tahun yang lalu hehehe.

Sebenarnya, untuk yang biasa tinggal di kota besar, perjalanan 90 menit tentunya tidak ada apa-apanya. Tapi buat kami yang biasanya cuma jalan-jalan dalam kota, perjalanan ini lumayan terasa. Perjalanan kali ini terlaksana karena kami tidak mencari tahu lebih banyak informasi mengenai jalan ke arah sana dan berasumsi: ah cuma 80 km, harusnya sebentar juga sampai hehehe.

Siap berangkat

Kami berangkat setelah selesai sarapan dan mandi. Tidak buru-buru, karena tujuannya tidak terlalu jauh, dan jalanan sudah tidak terlalu ramai karena sudah bukan libur tahun baru lagi. Kami tidak membawa cemilan dan hanya sedia air minum saja di mobil, asumsi bisa berhenti kapan saja kalau lihat mini market hehehe. Ada beberapa tempat berhenti untuk ngopi ataupun membeli/memetik stroberi, tapi kami tidak berhenti karena tidak mau sampai terlalu siang.

Jalan lintas provinsi yang bagus dan lebar

Perjalanan 45 menit pertama terasa lancar dan jalanannya juga bagus. Oh ya, kota tujuan kami sudah berbeda provinsi dengan kota tempat tinggal kami. Jadi kami melewati jalanan antar lintas provinsi ke arah utara Thailand. Jalanannya lebar, pemandangannya juga hijau. Ada beberapa jalan yang berbelok dan agak naik gunung. Secara umum jalannya juga lebar.

Perjalanan 45 menit berikutnya (yang sebenarnya sudah hampir mendekati tujuan), ternyata ada beberapa titik perbaikan jalan. Perbaikan jalannya dibagi beberapa ruas. Jadi akan ada beberapa titik di mana jalannya masih diperlebar, atau masih belum diaspal, jembatannya masih diperbaiki, ataupun memakai jalan di sisi yang sama dengan arah ke Chiang Mai. Di kiri kanan jalan ada banyak mesin-mesin berat. Terlihat beberapa tempat tanah merah yang dikeruk, maupun batu-batuan yang dipecahkan.

Perjalanan selanjutnya akan diceritakan melalui foto-foto yang saya ambil sepanjang jalan.

Ada banyak peringatan memasuki area konstruksi dalam 2 bahasa
kelihatan gak, nantinya jalan ini ada banyak jalur
bagian jalan yang masih diratakan dan belum diaspal
jalan yang lama rusak karena terendam air
Jalannya masih dikerjakan tapi bisa dilalui dengan lancar
ada beberapa kilometer di mana jalannya masih kurang bagus, tapi semua petunjuk jelas
Melewati bangunan Mesjid di dekat hotspring Mae Kachan
Berhenti sebentar di hotspring buat mampir ke minimarketnya
Ada temple di sebelah hotspring.

Sekitar jam 12 kurang, kami sampai ditujuan. Bahagia banget melihat makanan yang sudah disiapkan oleh teman kami. Berasa pulang ke kampng halaman. Apalagi makannya duduk bersila pakai tikar. Menunya macam-macam. Menu utama Soto Ayam lengkap dengan empingnya, Sayur urap, kering tempe, bakwan, tempe goreng, ayam bumbu bali, ikan sambal pete, dan acar timun. Makanan cemilan juga ada kue kering dan bolu coklat untuk anak-anak. Aduh salut untuk teman kami yang memasak semuanya seorang diri. Kalau mbak itu tinggal di Chiang Mai, saya mau katering deh tiap hari hehehe.

Udah pasti lupakan diet untuk hari ini. Tidak pakai lama, semua asik menyantap makanan yang terhidang.

Selesai makan, ngobrol-ngobrol sambil mengawasi anak-anak main. Mereka senang karena rumah yang kami datangi ini bentuknya berbeda dengan rumah yang ada di Chiang Mai. Rumahnya berbentuk rumah panggung. Agak khawatir sih liat anak-anak main di balkon sambil melihat ke bawah, tapi untungnya tidak ada insiden yang mengkhawatirkan hehe.

Setelah makan banyak, ternyata kami masih dimasakin mpek-mpek. Yang masak asli dari palembang dan lampung. Walau kenyang, tentu saja masih ada tempat untuk makan mpek-mpek. Makanan ini tidak setiap hari tersedia di Thailand hehehe.

Foto bersama sebelum pulang – nasib tukang foto, gak ada dalam kamera

Sekitar jam 4, karena anak-anak sudah capek main (orang dewasa sudah kenyang makan), kami pun pamit pulang. Sebelum pulang tentunya bungkusin makanan bawa pulang hahahaha (aduh gak tau malu ya). Dan foto bersama. Anak-anak tidur di mobil dalam perjalanan pulang. Padahal waktu pergi mereka tidak tidur sedikitpun.

Tidur setelah capek main

Senang rasanya perjalanan hari itu. Mungkin kalau tau akan ketemu jalanan yang lagi banyak perbaikan, kami akan duluan menyerah sebelum berangkat. Tapi ternyata jalanan cukup lancar. Sebelum jam 6 sore kami sudah sampai di rumah.

Mungkin kalau jalanan sudah selesai perbaikannya, akan lebih lancar lagi dan jarak antara Chiang Mai dan Chiang Rai akan semakin dekat. Lain kali rencananya mau mampir di coffee shop, beli stroberi, main-main di hot spring Mae Kachan, atau sekalian mancing di kolam ikan dekat rumah teman kami itu. Bisalah dijadwalkan untuk lebih sering jalan-jalan kalau jalanan sudah bagus hehehe.