Lagu-lagu Badanamu

Pertama kali saya tahu mengenai Badanamu ini, saya hanya tahu lagu-lagu dari YouTubenya saja. Karakter animasi Bada merupakan tokoh seperti bear yang berbulu putih tebal dan ekor yang sangat pendek. Konon setelah baca-baca tokoh Bada ini animasi dari seekor anjing pomeranian. Karakter Bada ini punya banyak teman-teman seperti Mimi, Abby, Punk, Curly, dan Jess.

Gambar dari pinterest: https://www.pinterest.com/badanamu/badanamu-friends/?lp=true

Niat menuliskan mengenai Badanamu ini sudah dari dulu, tapi sudah beberapa kali saya tunda, karena ternyata Badanamu ini bukan cuma lagu saya tapi merupakan sebuah program edukasi lengkap dan bahkan menjual buku juga selain lagu-lagu yang ada di YouTube. Saya kaget juga membaca kalau mereka kantor utamanya ada di Seoul, USA dan China. Saya pikir wah bisa buat belajar bahasa Korea juga, eh tapi ternyata fokus mereka mengajarkan dalam bahasa Inggris saja. Karena saya belum jadi juga mencoba aplikasi ataupun menjadi member dari Badanamu Club, saya tidak bisa bercerita banyak mengenai program lengkap mereka. Sekarang ini saya akan menuliskan kenapa kami menyukai lagu-lagu dari Badanamu (apalagi sekarang bisa dengar di Apple Music juga).

Lanjutkan membaca “Lagu-lagu Badanamu”

Buku: Aku Belajar Tapi Gak Sekolah

Buku karya anak-anak yang belajar di rumah

Beberapa waktu lalu, seorang teman di FB membagikan informasi mengenai buku ini. Sebagai keluarga yang juga memilih jalan sekolah di rumah ini, saya langsung tertarik untuk membacanya, apalagi karena buku ini ditulis bukan oleh orangtuanya, tapi oleh anak yang menjalani kehidupan bersekolah di rumah. Buku ini ditulis oleh 20 anak berusia antara 10 – 17 tahun yang bergabung dalam sebuah komunitas homeschool, dibimbing oleh 3 orang mentor yang menghomeschool anak-anaknya selain juga berkarya di bidangnya. Buku ini juga menjadi salah satu hasil karya belajar menulis yang merupakan kegiatan homeschool mereka di komunitas homeschool Klub Oase.

Komunitas untuk keluarga yang bersekolah di rumah ini sangat dibutuhkan, bukan saja untuk anak bersosialisasi, tapi juga untuk orangtua bertukar ide dan pengalaman. Tahun lalu saya sempat bergabung dengan komunitas lokal di sini, tapi komunitasnya terlalu besar dan akhirnya saya merasa terlalu melelahkan. Tahun ini saya memilih komunitas yang lebih kecil di mana anak-anak bertemu sekali seminggu dengan kegiatan bermain dan belajar bersama.

Buku ini cukup tebal, lebih dari 300 halaman. Tapi karena ceritanya tidak bersambung kita bisa memilih mau baca cerita siapa terlebih dahulu dengan memilih dari daftar isinya.

Tulisannya dikelompokkan menjadi 5 kategori. Mulai cerita awal perjalanan memilih homeschool, bagaimana kegiatan sehari-hari anak homeschool, bagaimana mereka bersosialisasi, apa saja naik turunnya kegiatan homeschoolers dan apa yang menjadi cita-cita mereka.

Sebagai orang yang menghomeschool anaknya, saya bisa mengerti apa yang dirasakan anak-anak itu. Bagian awal mula homeschool itu ada yang menjadi keputusan orangtua, dan tidak sedikit juga menjadi keputusan anak itu sendiri. Tapi siapapun yang memutuskan dan apapun alasan mulainya, dari cerita mereka saya bisa melihat mereka semua merasa bersyukur belajar di rumah. Mereka juga menjadi anak-anak yang bisa belajar mandiri dan belajar bertanggung jawab mulai dari perencanaan kegiatan mingguan, menetapkan target dan sampai pelaksanaanya termasuk aktif dalam kegiatan-kegiatan pameran hasil karya.

Setiap keluarga punya alasan dan inginkan yang terbaik untuk masa depan anaknya. Di dalam buku ini saya lihat banyak anak yang memutuskan/meminta untuk dihomeschool karena merasa beban berat di sekolah, dan juga tidak lepas dari adanya bullying. Saya sendiri tidak pernah dibully waktu sekolah, tapi jangan-jangan tanpa sadar saya yang membully teman saya, karena saya ingat waktu saya SD ada teman yang membagi uang jajannya ke saya tanpa saya minta supaya dia bisa nyontek PR saya (waktu itu saya kelas 1 SD dan ya belum mengerti kalau sebaiknya saya tidak menerima uang dari teman dan tidak memberi contekan PR).

Sedikit hal yang mengganggu dalam buku ini. Saya kadang bingung ketika anak yang sama menulis tentang hal yang berbeda. Di satu bagian dia bercerita sedang persiapan ujian masuk universitas tertentu, di bagian lain dia bercerita kalau dia sudah melupakan target masuk universitas yang itu. Mungkin ada baiknya juga kalau ceritanya dikelompokkan berdasarkan anaknya. Jadi misalnya si A bercerita mulai dari awal dia homeschooling bagaimana, lalu bagaimana kegiatan hariannya, bagaimana dia bersosialisasi, bagaimana roller coaster yang dia hadapi dan apa harapan dia 20 tahun mendatang. Jadi pembaca bisa lebih dapat gambaran misal si A ini hobinya menggambar dan berapa banyak sehari dia menggambar dan apakah 20 tahun ke depan dia berharap berkarya dari gambarnya atau mau kuliah lalu menjadi pengajar gambar.

Sebenarnya, di semua tulisan ada jelas anak mana yang menulis dan di halaman belakang buku ada profil anak tersebut, tapi karena saya bukan tipe yang bisa dengan cepat mengingat nama dan fakta tentang masing-masing anak (dan ada 20 anak), kadang-kadang jadi bingung dan harus baca buku bolak -balik untuk mengingat lagi ini anak yang mana yah.

Menurut saya, buku ini perlu dibaca oleh orang-orang dalam kategori berikut:

  • anak sekolah yang merasa beban sekolah sangat tinggi
  • anak sekolah yang merasa bosan dengan rutinitas sekolahnya
  • anak sekolah yang punya minat untuk pelajaran tertentu
  • orangtua yang selalu merasa stress setiap musim ulangan umum anaknya
  • orangtua yang tertarik dan pingin tahu apa itu homeschool
  • siapa saja yang selalu meragukan kerabatnya yang menghomeschool anak-anaknya

Saya senang sekali membaca buku ini, kami baru melakukan homeschool sekitar 2 tahun, masih banyak pertanyaan dan keraguan setiap tahun ajaran baru, tapi dari membaca pengalaman anak-anak yang sudah dihomeschool baru 2 tahun sampai sudah 8 tahun, semuanya bahagia dengan pilihan homeschool. Mereka juga terlihat menjadi anak yang kreatif dan juga bisa belajar mandiri. Saya gak meragukan kalaupun mereka nantinya memilih kuliah demi mendapat ijasah dengan alasan memperluas pilihan ketika dewasa, mereka tidak akan punya kesulitan untuk bersosialisasi dengan teman kuliah dan tidak ada masalah mengikuti kegiatan belajar di tingkat universitas. Bahkan mereka bisa lulus dengan cepat karena mereka terbiasa belajar mandiri.

Kalau kamu termasuk yang mempertanyakan anak homeschool ngapain aja dan apa bedanya dengan sekolah formal, dan juga mempertanyakan bagaimana nanti ijasahnya, nah coba deh baca buku ini untuk melihat lebih dekat kegiatan anak-anak homeschool. Menurut saya, mereka gak akan kurang kesempatannya di masa depan dari anak-anak yang dikirim ke sekolah biasa, malahan kalau dilakukan dengan benar, anak-anak homeschool ini bisa lebih berhasil karena mereka sudah lebih terlatih untuk fokus dengan apa yang mereka suka dan mencari tahu bagaimana melakukan sesuatu dengan benar.

Saya berharap komunitas homeschool di Indonesia juga semakin banyak. Siapa tahu suatu saat kami harus kembali ke Indonesia, jadi kami bisa bergabung dengan komunitas lokal yang ada.

Ngeblog Tiap Hari

Sejak bulan Mei tahun 2018 yang lalu, tanpa sengaja saya bergabung dengan grup yang memberikan tantangan untuk menulis setiap hari. Waktu itu, walaupun nama grupnya one day one post (ODOP) alias 1 post 1 hari, tapi kewajiban nulisnya cuma 1 tulisan per minggu. Sebelum gabung di grup itu, saya sudah sangat malas ngeblog. Ada sejuta alasan kenapa gak ngeblog, tapi bisa disimpulkan jadi 1 kata: malas.

Setelah join komunitas ODOP, saya mulai memaksakan diri ngeblog lagi. Kenapa memaksakan diri? ya kalau gak memaksakan diri, pastilah kemalasan menang hehehe, lagian masak sih dalam 7 hari seminggu gak bisa menemukan hal menarik untuk dituliskan? Udah banyak hal dalam hidup ini terlewat begitu saja tidak terdokumentasikan akibat kemalasan bertahun-tahun gak ngeblog. Padahal, dari tulisan yang ada, saya senang bernostalgia membaca kembali cerita-cerita lama.

Dari bulan Mei sampai Oktober, saya cukup sukses mulai rutin ngeblog minimal 1 kali seminggu. Lalu bulan November 2018, grup ODOP memberikan tantangan untuk menulis tiap hari. Saya pun mulai bertanya ke diri sendiri: bisa gak ya nulis tiap hari? apa coba bikin topik perhari?. Berharap setelah menulis 21 hari secara rutin, menulis blog akan menjadi sesuatu yang lebih mudah untuk dilakukan.

Bulan November 2018, saya belum sukses menulis tiap hari, tapi bisa menulis hampir tiap hari. Beberapa hari bolong karena ketiduran akibat menunda menulis sejak pagi. Saya tidak bisa mengikuti topik yang sudah direncanakan, entah kenapa kadang-kadang walau sudah ditentukan topiknya, rasanya ada penolakan dari dalam diri untuk menulis sesuai topik dan sibuk mencari topik lain untuk ditulis hahaha.

Setelah melihat keberhasilan cukup banyak anggota group menulis hampir setiap hari di bulan November, bulan Desember kembali diadakan tantangan menulis tiap hari, dengan minimum 10 tulisan dalam sebulan. Di bulan Desember, saya bisa menulis lebih dari 20 tulisan, tapi ya ada juga hari-hari di mana kalau sudah berhenti, keesokan harinya tergoda untuk tidak menulis lagi, apalagi akhir bulan setelah merasa cukup memenuhi target minimum.

Tahun 2019, grup ODOP berubah nama jadi Kelas Literasi Ibu Profesional (KLIP). Idenya sama, mengajak para wanita untuk aktif kegiatan tulis menulis dan dunia literasi. Tantangannya nerusin menulis tiap hari, dengan aturan minimum 10 tulisan perbulan. Untuk pelaksanaanya dibagi menjadi 3 sesi. Hadiahnya apa? kepuasan pribadi karena bisa konsisten membangun kebiasaan baik menulis setiap hari. (plus piring cantik kalau dapat sponsor hahahahhahaha).

Gak terasa, hari ini merupakan hari terakhir bulan April. Hari ini akhir dari sesi 1 tantangan KLIP untuk menulis tiap hari. Untuk saya sendiri, Januari sampai Maret saya masih ada bolos 1 atau 2 hari karena ketiduran dan lagi gak ada ide menulis. Baru bulan ini saya sukses menulis tiap hari, dan untungnya bulan ini hanya 30 hari. Seminggu terakhir ini, sudah sering tergoda untuk berhenti menulis, karena toh minimumnya sudah tercapai hehehe.

Besok akan dimulai sesi 2 dari kegiatan KLIP. Tantangannya agak berubah sedikit. Intinya sih tetap menulis, tapi diarahkan untuk menulis yang isi tulisannya berguna untuk orang lain. Sepertinya harus mulai berlatih memaksakan diri menulis dengan lebih terencana. Setahun latihan memaksa ngeblog, masa gak bisa memaksa ngeblog pakai topik sih.

Udah kepikiran sih beberapa hal yang akan dituliskan dalam 4 bulan ke depan. Mudah-mudahan tetap bisa konsisten menulis di blog ini, walaupun gak tau siapa yang baca dan kemungkinan banyak fansnya Joe yang kecewa karena tulisannya kurang teknis hehehehe.

Jonathan Belajar Berenang (lagi)

Jonathan lagi diajarin gurunya

Setelah sekian lama ditunda, akhirnya Jonathan akan mulai latihan berenang lagi. Sebenarnya Jonathan sudah dikenalkan untuk berenang dari sejak masih kecil banget di bawa ke kolam renang waktu masih di condo. Setelah Jonathan mulai ke daycare juga pernah diikutkan kelas renang untuk pengenalan air. Tapi karena on off dan ganti guru melulu, terakhir itu Jonathan berenti latihan berenang sewaktu dia berumur sekitar 4 tahun.

Sejak Jonathan mulai di homeschool, sudah ada wacana untuk kembali membawa dia ke kelas berenang, tapi guru yang dulu mengajar dia pindah ke Bangkok, dan belum ketemu guru yang bisa berbahasa Inggris. Tahun ini, akhirnya saya menemukan informasi mengenai guru renang yang mengajarkan dengan bahasa Inggris, gurunya tepatnya native Australia, jadi ya mari kita mulai lagi.

Lanjutkan membaca “Jonathan Belajar Berenang (lagi)”

VPN dengan Tinc

Saat ini ada banyak sekali solusi VPN yang tersedia dengan segala kelebihan dan keterbatasannya. Beberapa contoh solusi yang populer dan gratis adalah OpenVPN, strongSwan, WireGuard, berbagai implementasi PPTP, tinc, dan VPN via SSH. Posting ini akan membahas mengenai tinc yang memiliki fitur mesh networking.

Beberapa perbedaan dari berbagai solusi VPN ini adalah:

  • Support platformnya. Contoh: saat ini wireguard tidak memiliki client di Windows, jadi kalau Anda memakai Windows, ini jelas tidak akan dipertimbangkan.
  • Kemudahan instalasinya (contoh: VPN melalui SSH cukup rumit setupnya, terutama di Windows)
  • Kecepatannya (ini biasanya hanya jika Anda memakai link dengan kecepatan tinggi) dan CPU usagenya (jika memiliki komputer dengan spesifikasi rendah)
  • Keamanannya, walau secara praktis serangan terhadap berbagai protokol VPN ini jarang/sulit dilakukan kecuali pada protokol kuno seperti PPTP.

Selain berbagai perbedaan teknis, pertimbangan lain memilih VPN adalah: apakah protokol VPN tertentu atau port tertentu diblok oleh ISP. Contohnya di ISP saya saat ini VPN dengan PPTP diblok, jadi harus menggunakan yang lain.

Lanjutkan membaca “VPN dengan Tinc”

Pohon Buah di Halaman Rumah

Sejak tinggal di Chiang Mai, kami sudah 5 kali pindah rumah. Beberapa tahun pertama kami tinggal di apartemen, lalu sejak Jonathan umur 2,5 tahun kami memutuskan pindah ke rumah biasa. Sejak pindah ke rumah biasa, setiap rumah yang kami tempati di halamannya selalu ada pohon buah. Walau bukan kami yang menanamnya, tapi kami berkesempatan menikmati setiap kali pohonnya berbuah.

Rumah pertama yang kami tempati halamannya cukup luas. Waktu kami baru pindah, kami langsung berkesempatan mencicipi lengkeng yang sedang berbuah di halaman. Rasanya disitu tidak berlaku siapa yang menanam dia yang menuai hehehe. Selain pohon lengkeng, ada pohon pisang juga. Kami juga sempat menikmati buah pisang dari halaman rumah itu.

buahnya bisa dipetik sama Jonathan waktu itu heheh.

Setahun di rumah dengan pohon lengkeng, kami pindah rumah. Di halaman rumah berikutnya ada pohon buah juga. Kali ini pohon Nangka, Jambu biji dan buah Nona. Setiap kali lagi musim berbuah, harum nangka akan semerbak rasanya. Tapi karena kami ga begitu suka makan nangka, seringnya ya kami minta tolong untuk tukang sapu jalan untuk memanennya dan membawanya pergi. Jambu bijinya selalu busuk entah kenapa. Satu-satunya yang bahkan eyang Jona pernah cicipi itu ya buah Nona.

Oh ya, tetangga belakang ada tanam pohon buah naga, dan ada bagian pohon yang masuk ke bagian rumah kami. Bagian yang masuk ini kalau berbuah juga gak diambil sama yang punya rumah, jadinya kami boleh ambil kalau mau hehehe. Pernah beberapa kali mencicipi ketika buah naga nya berbuah.

Sejak 2 tahun lalu kami pindah ke rumah ke-3 yang halamannya ada pohon buah. Di rumah yang sekarang ini cuma ada 1 pohon buah yaitu buah Mangga. Tahun lalu merupakan tahun pertama pohon ini berbuah, jadi yang nanam kemungkinan besar belum pernah memetik hasilnya. Nah kalau buah mangga ini kami semua suka terutama Joshua, makanya di musim panas yang terik ini dibela-belain sering siram pohonnya biar buahnya juga nantinya bisa banyak.

Sdahannya sampai rendah karena keberatan buah

Sampai hari ini, begini keliatan pohon mangganya. Buahnya sudah mulai banyak. Rantingnya sudah mulai rendah karena keberatan buah. Ini bahkan Joshua aja harus jongkok kalau mau metik hehehe. Gak sabar rasanya untuk memanennya.

Di Chiang Mai kalau diperhatikan, hampir setiap rumah yang ada halamannya akan ada paling tidak 1 pohon buah. Di komplek sini saja hampir setiap rumah ada pohon mangga atau nangka. Kalau di Indonesia biasanya pohon yang selalu ada itu pohon pisang ya rasanya. Nah kami pernah berusaha menanam pohon pisang di rumah yang sekarang ini, tapi masa itu saya belum rajin siram tanaman, jadi ya pohonnya mati hehehhe.

Jadi ingat dengan rumah masa kecil yang ada pohon Jambunya, dan rumah di Medan yang ada pohon di belakang rumahnya. Sayangnya terakhir pulang sepertinya pohonnya udah ditebang. Kalau nanti punya rumah sendiri, harus diingat untuk menanam pohon buah-buahan di rumah. Sekarang ini sih kami belum menambah pohon buahnya, karena belum tau masih berapa lama lagi akan di rumah yang ini.

Nonton Avengers: End Game

Catatan: ini cerita kesan saya menonton film ini dan tidak akan menuliskan spoiler di dalamnya.

Setelah bulan lalu nonton Captain Marvel, hari ini cari kesempatan lagi nonton ber-2 doang. Sebenarnya nonton ini merupakan hobi lama sejak jaman masih di Bandung dan sebelum punya anak. Setelah punya anak, gak ada yang bisa dititip dan ada perasaan gak tega ninggalin anak kalau masih kecil di rumah dengan pembantu. Lagian hari Sabtu kan biasanya hari bermain bersama papanya.

Udah dari sejak sebelum hari Rabu, hari releasenya film ini, Joe mulai nanyain mau nonton Avengers gak? Sebenernya sejak nonton Captain Marvel juga udah berniat nonton Avengers tapi belum tau bisa ada kesempatan lagi gak ya. Nah kalau saya sebenarnya gak merasa harus sekarang nontonnya, toh saya gak terlalu mengikuti cerita Avengers dan Marvel Series lainnya, tapi memang menonton di bioskop itu lebih rileks dan lebih bisa dinikmati daripada nonton di rumah sambil mikirin cucian piring dan anak yang sebentar-sebentar minta tolong ini itu.

Setelah menimbang-nimbang kapan waktu yang tepat untuk menonton, saya usul ke Joe, tegain aja ninggalin anak di rumah sama pembantu di hari Sabtu. Toh pembantu kami ini bukan pembantu baru dan dia sudah kenal Joshua sejak masih bayi, dan Joshua juga bisa main sendiri supaya pembantu bisa sambil kerja. Awalnya rencananya Jonathan akan diajak, tapi karena Jonathan tidak menyelesaikan tugasnya di pagi hari, kami tidak jadi mengajaknya.

Dari kemarin udah ngintip-ngintip tiket online untuk film ini. Ternyata penonton Avengers di Chiang Mai sudah gak terlalu banyak, pagi ini juga kami lihat di aplikasi onlinenya masih cukup banyak tempat kosong. Awalnya niat nonton siang sehabis makan siang, tapi karena pembantu bersedia mengurus makanan buat anak-anak, ya udah nonton lebih pagi deh. Berdasarkan aplikasi, kami berangkat jam 9.30 dari rumah dan masih akan dapat tiket untuk nonton jam 10.30 pagi.

Mall di Chiang Mai itu biasanya buka jam 10.30 di hari Sabtu, tapi sepertinya khusus hari ini sudah buka lebih pagi. Film Avengers ini paling pagi mulai jam 9 pagi, lalu ada juga jam 9.30. Tempat parkir tentunya masih banyak yang kosong kalau pagi begini, tapi waktu masuk ke lokasi bioskopnya sudah banyak orang dong hehhehe. Beli tiket dari mesin seperti bulan lalu dan kami masih punya waktu untuk duduk-duduk menunggu film di mulai.

Film ini berdurasi 3 jam, jadi ya kemungkinan akan lapar karena selesainya sudah akan lewat jam makan siang. Kebanyakan orang membeli pop corn dan makanan untuk ganjal perut. Kami sarapan agak siang, jadi optimis gak akan kelaparan hahaha, tapi bakal butuh buru-buru pulang biar bisa nemenin Joshua tidur siang.

Sebagai yang tadinya gak mengikuti semua seri Avengers, saya pikir saya akan sulit mengerti jalan ceritanya. Ternyata, penyajian ceritanya cukup menjelaskan semuanya. Proporsi cerita film ini menurut saya banyak dramanya, tapi bukan drama seperti di kdrama, lebih ke drama kehidupan. Ada bagian di mana kami juga tertawa karena memang ada bagian komedinya. Porsi actionnya tentunya cukup banyak dan cukup seru. Ceritanya berkaitan dengan film Avengers/Marvel sebelumnya

Suasana di studio yang kami tonton juga cukup baik, ada satu bagian di mana kami mendengar seorang anak menangis tersedu-sedu terbawa cerita film, di bagian ini saya masih belum ikutan sedih tapi dalam hati bersyukur gak jadi bawa Jonathan, karena di rumah aja dia sering nangis kalau ada scene sedih, kalau dibawa jangan-jangan dia juga bakal menangis tersedu-sedu. Ada juga bagian di mana semua penonton diam, hening, sepertinya larut dengan jalan ceritanya. Saya bukan orang yang gampang nangis nonton film drama, tapi adalah bagian dimana ada yang gak terasa netes di pipi. Tenang, saya gak akan spoilers apa yang terjadi.

Sebelumnya, saya pernah baca peringatan dari yang udah nonton untuk siap-siap bawa tissue waktu nonton film ini, tapi saya gak percaya. Saya pikir: ah emang apaan sih, ini kan cerita action, film superhero, masa pake tissue segala. Tapi ya ternyata sedia tissue lebih baik daripada nantinya kacamata jadi buram seperti yang terjadi dengan saya hahaha.

Ada banyak hal yang bisa direnungkan dari film ini, mengenai memilih, merenungkan kegagalan masa lalu move on, mengenai pengorbanan, mengenai menjadi diri sendiri, mengenai teamwork dan mengenai percaya pada ilmu pengetahuan.

Setelah menonton film ini, saya kagum dengan para penulis cerita superheroes ini, mereka bisa aja membuat jalinan cerita dari sekian banyak film yang tersebar sekian tahun dan diakhiri dengan 3 jam saja. Para pemainnya juga untungnya masih pada hidup ya, kalau nggak kan aneh misalnya tiba-tiba yang jadi iron man nya bukan yang dulu lagi. Saya juga jadi ngerti, kenapa penting banget buat Joe kemarin nonton Captain Marvel, karena memang ada hubungannya dengan End Game ini.

Nah setelah semua cerita diselesaikan di film ini, sekarang waktunya mencari film-film Marvel sebelumnya dengan urutan yang benar untuk mereview kembali jalan ceritanya dan mengingat kembali nama-nama tokohnya. Karena seperti halnya di film itu ada bagian yang bertanya: kamu siapa? dan dijawab kamu akan tahu nanti, naaah saya juga lupa tokoh itu siapa hehehee, tapi ya gak mengganggu sih, tetap bisa menikmati sampai selesai.

Oh ya, kalau anaknya masih kecil dan bisa dititip sebaiknya anak gak usah dibawa nonton supaya lebih bisa menikmati filmnya selain gak mengganggu penonton lain Film ini walaupun saya sebut banyak drama, akan jauh lebih menarik ditonton di bioskop, karena bagian berantemnya tentunya lebih enak dilihat di layar lebar. Kalau misalnya masih ragu-ragu mau nonton atau nggak, misalnya diajakin pasangan buat nonton jangan ragu lagi deh, ini kesempatan baik untuk date nonton berdua doang hehehe.