Tips WordPress

Hari ini, seorang teman di group KLIP (Kelas Literasi Ibu Profesional) kehilangan tulisan yang sudah dia simpan di wordpress. Saya juga pernah mengalaminya, dan rasanya aduhai sebel karena udah nulis panjang lebar, loh kok malah hilang. Berhubung hari ini belum kepikiran mau nulis apa, ya sekalian deh nulis beberapa pengalaman memakai wordpress. Semoga saja berguna untuk teman-teman yang lain.

Mengembalikan tulisan yang pernah disimpan

Untuk kasus saya, waktu itu nulisnya di aplikasi wordpress android. Saya yakin udah pernah simpan bebeberapa kali malah draftnya. Nah giliran mau publish loh kok hilang. Untungnya Joe kasih tau saya kalau sekarang wordpress itu menyimpan versi revisi sebelumnya setiap kali kita menyimpan draft kita. Jadi kita bisa bandingkan versi sebelumnya dengan versi terakhir yang kita punya, dan kita bisa kembali ke versi sebelumnya.

Menulis di handphone ataupun komputer, kita bisa tanpa sengaja memencet tombol select all- cut ataupun delete. Makanya sejak itu saya selalu membiasakan diri untuk menyimpan draft tulisan walaupun di wordpress juga sudah ada fitur autosave setiap beberapa menit.

Rasanya lebih baik kehilangan beberapa paragraph daripada kehilangan mood karena tulisan hilang dan harus memulai dari awal lagi. Nah caranya gimana?

  • Langkah pertama: jangan panik hehehe. Buka laptop dan masuk ke situs wordpress.
  • Dari dalam wordpress, buka posting yang hilang dan klik tombol setting dan lihat bagian Document.
  • Berikutnya dari Document bisa dilihat berapa versi Revisions yang ada, dan coba periksa masing-masing revisi itu mana versi yang paling lengkap.
Buka settings – revisions
  • Kita bisa membandingkan 2 versi revisi yang pernah kita simpan, dan pilih mau dikembalikan ke versi yang mana
kembali ke versi revisi yang diinginkan
  • Lanjutkan menulis dan jangan lupa sering-sering menyimpan tulisan kalau memang laptopnya mau ditinggal hehehe.

Menjadwalkan waktu menerbitkan tulisan

Ada hari-hari di mana saya punya lebih dari 1 ide tulisan sehari. Supaya gak lupa, saya sering tulis dulu lalu simpan sebagai draft. Kita bisa set kapan tulisan itu mau diposting, apakah besok atau minggu depan atau tanggal yang sudah lewat sekalipun. Caranya gimana?

ganti tanggal publish dari immediately ke tanggal yang diinginkan

Masih dari setting Document, pilih bagian Status & Visibility, ganti setting publish Immediately (segera), menjadi tanggal dan jam yang baru. Dengan posting terjadwal, besok kita gak harus menulis lagi, tulisannya otomatis terpublish pada waktu yang dijadwalkan.

Mengganti link tulisan (permalink)

Kadang-kadang, kita ingin tulisan kita punya link yang merepresentasikan isi tulisan kita. Sebenarnya wordpress sudah secara otomatis memberikan permalink sesuai judul blog kita, tapi bisa saja judulnya terasa terlalu panjang, jadi kita pengen ganti yang lebih mudah diingat. Nah untuk ini juga bisa dilakukan, caranya dari setting Document – Pilih Permalink dan ganti deh sesuai dengan yang diinginkan.

tuliskan nama url yang diinginkan

Pengaturan permalink di blog kami memang selalu akan ada tahun/bulan/tanggal dan judul, kalau misalnya kita gak mau ada indikasi tanggal tapi langsung judul bisa gak? bisa dong. Caranya?

Menu Pengaturan Permalink

Dari menu pengaturan permalink kita bisa mengubah mau seperti apa url tulisan kita nantinya.

Sepertinya hari ini cukup itu dulu tipsnya, kapan-kapan kalau ada yang nanya lagi bisa ditulis lagi hehehehe. Semoga bisa bikin tambah semangat ngeblog karena tulisan berhasil selamat, terjadwal dan juga bisa nulis dengan url yang menarik 🙂

Buku: Prayer for a Child

Buku Prayer for a Child merupakan buku klasik yang pertama kali terbit tahun 1944 tapi masih menarik untuk dibacakan sampai sekarang. Ditulis oleh Rachel Field dan setiap halamannya berisi ilustrasi gambar oleh Elizabeth Orton Jones.

Kami membeli buku ini dari Amazon waktu Jonathan masih kecil. Buku ini merupakan salah satu buku terpanjang yang dihapal Jonathan sebelum dia bisa membaca dan merupakan salah satu buku rutin yang dibaca sebelum tidur. Saya ingat, waktu kami pulang ke Indonesia buku ini juga kami bawa untuk bacaan sebelum tidur. Setelah Jonathan lancar membaca, dia mulai tertarik membaca buku lain dan buku ini kami simpan untuk adiknya.

Jonathan waktu 3 tahun 7 bulan

Sejak Joshua tertarik dibacakan buku, kami juga sudah membacakan buku ini berkali-kali ke Joshua. Lagi-lagi, walaupun dia dalam buku ini cukup panjang, Joshua juga bisa menghapalkannya sejak dia belum terlalu bisa membaca.

Beberapa lama buku ini sempat ditinggalkan dan baru belakangan ini dibaca lagi. Walau sekian lama gak dibaca, Joshua masih ingat dengan isi buku ini. Joshua sekarang sudah agak bisa membaca, tapi walaupun dia selalu membalik halaman seolah membaca, saya yakin sebagian besar berupa hapalan dan bukan benar-benar bisa dibaca.

Buku ini dilengkapi dengan ilustrasi yang cukup menarik dari setiap baris doanya. Kata-kata yang digunakan tidak semua sederhana, tapi cukup berima sehingga mudah diingat. Setelah membacakan beberapa kali, baru melihat gambarnya saja saya bisa ingat kalimatnya.

Joshua 3 tahun 10 bulan

Sekarang, setiap malam Joshua membaca buku ini dan meminta saya mengikuti setiap kalimat yang dia ucapkan. Kadang-kadang dia juga sambil menirukan saya yang pernah memakai buku itu untuk bermain: apa yang kamu lihat, atau mengenali objek-objek yang ada.

Secara isi doa, walaupun doa ini ditujukan penulis untuk anak perempuannya Hannah, tapi doa ini bisa juga diucapkan anak laki-laki. Bahkan bisa untuk orang dewasa sekalipun.

Doanya dimulai dengan bersyukur untuk susu dan roti (makanan), bersyukur untuk tempat tidur yang ada, bersyukur untuk mainan yang dimiliki sampai mendoakan semua anak-anak di seluruh dunia jauh maupun dekat.

Buku ini merupakan buku yang bagus untuk mengajari anak berdoa. Kita bisa mengajari anak berdoa bukan hanya untuk diri sendiri saja, tapi juga untuk semua hal kecil dan besar, mengucap syukur untuk orangtua dan saudara. Tak lupa mendoakan sesama (anak-anak lain).

Walaupun pada saat anak-anak kami membaca buku ini kemungkinan besar mereka belum mengerti sepenuhnya dengan isi doanya, tapi kami senang menemukan buku yang mengajari anak berdoa seperti ini.

Review Buku: The Manga Guide to Microprocessors

The Manga Guide to Microprocessor sebenarnya bukan buku baru (terbit Agustus 2017), tapi karena Jonathan baru menyelesaikan buku ini jadi akan saya review. Dulu saya mendapatkan ebook buku ini dari salah satu sale di HumbleBundle bersama dengan beberapa buku lain. Seri “The Manga Guide to” ini ada banyak semuanya menjelaskan suatu topik dengan style komik jepang (Manga).

Buku yang menjelaskan mengenai microprocessor ini seharusnya belum cocok untuk usia Jonathan tapi karena dia sudah saya ajari bilangan biner dan gerbang logika (lewat game) jadi buku ini sebagian besar bisa dimengerti.

Buku ini mengajarkan dari mulai topik dasar bilangan biner, gerbang logika, sirkuit latch (flip flop), dan sedikit mengenai CPLD dan FPGA. Topik diteruskan dengan arsitektur komputer secara umum (Register, RAM, interrupt dsb). Assembly juga dibahas tapi hanya sekilas saja, dan terakhir ada pembahasan mengenai microcontroller.

Awalnya saya memberi buku ini adalah karena Jonathan ingin membuat kalkulator di Minecraft. Di Minecraft kita bisa membuat redstone circuit, yaitu mekanisme yang memakai blok tertentu. Kita bisa membuat banyak hal, termasuk juga gerbang logika (AND, OR, NOT, dsb).

Lanjutkan membaca “Review Buku: The Manga Guide to Microprocessors”

Serasa hidup seratus tahun

Saya dulu lahir dan menghabiskan masa kecil di tempat yang boleh dibilang agak primitif. Tempatnya tidak ada listrik (memakai lampu dian), tidak ada toilet (buang air di kali), memakai kayu untuk memasak (tidak memakai minyak tanah atau gas), dinding rumahnya dari anyaman bambu.

Dulu saya kadang berpikir: sayang sekali dulu saya nggak punya kesempatan belajar komputer dari kecil (seperti anak-anak di Amerika pada masa itu misalnya). Tapi setelah bertemu banyak orang, terutama orang tua, saya jadi bisa nyambung ketika bercerita dengan mereka (“dulu waktu saya masih kecil, belum pake listrik, bisa kamu bayangkan nggak?”). Saya jadi merasa pernah hidup di awal abad 20 (atau bahkan seperti akhir abad 19 di Eropa).

Komputer pertama saya bukan IBM PC tapi Apple II/e yang dibeli bapak saya karena dapat dengan harga sangat murah (bapak nggak ngerti berbagai jenis komputer). Sekarang waktu saya melihat berbagai video Youtube mengenai komputer lama, saya merasa bisa mengerti yang mereka bicarakan. Saya jadi sempat merasa hidup remaja di tahun 1980an.

Sekarang saya jadi lebih bisa menikmati cerita sejarah, tapi biasanya sampai sekitar 1900an atau kahir 1800an saja, karena sebelum itu tidak banyak yang bisa dilakukan oleh orang biasa (bukan dari keluarga ningrat atau kaya). Sebelum itu banyak penemuan dasar seperti toilet juga belum umum. Baru pertengahan abad 19 toilet dengan flush banyak dipakai. Kertas tisu toilet baru diterima di Eropa tahun 1930an setelah teknologinya cukup matang.

Saya tidak tahu berapa lama lagi akan hidup, tapi dengan pernah mengalami masa kecil di kampung, pernah memiliki komputer lama, dan dengan membaca banyak sejarah, saya merasa telah hidup lama sekali. Meski begitu tentunya saya berharap ingin punya umur panjang untuk melihat berbagai hal di masa depan.

Pertemanan dan Interaksi di Media Sosial

Sejak internet semakin menjangkau semua orang, ada banyak orang terhubung di media sosial (medsos). Teman-teman lama maupun baru, sekarang ini lebih banyak terhubung melalui medsos. Sejak telepon genggam semakin pintar, kita semakin jarang menghapalkan nomor telepon orang lain. Jangankan nomor telepon orang lain, nomor telepon kita sendiri saja kadang-kadang kita tidak hapal. Setelah menambahkan teman ke medsos, atau ke aplikasi chat seperti WA, Line, Telegram, setelah itu kalau ada perlu kita lebih sering kontak lewat aplikasi chat daripada telepon biasa.

Menerima pertemanan di medsos ini kadang agak dilematis. Misalnya, waktu saya pakai nama belakang saya dengan marga saya, ada banyak sekali orang batak yang berusaha menambahkan saya padahal tidak kenal dengan saya. Atau, ada juga saudara-saudara yang saya gak terlalu kenal, tapi karena ada mutual friends maka mereka berusaha menambahkan saya. Kadang-kadang saya terima pertemanan, kadang-kadang saya biarkan saja begitu. Atau kadang saya terima, lalu kalau tidak ada interaksi saya unfriend lagi hehehee.

Contoh lain yang juga bikin saya ragu-ragu menerima pertemananya adalah teman sesama alumni di SMA ataupun ITB. Biarpun sama-sama satu angkatan atau sama-sama satu jurusan beda angkatan, tapi kalau pada dasarnya gak pernah ngobrol sebelumnya, biasanya gak langsung saya terima. Temen-temen Joe juga kadang menambahkan saya jadi teman karena kami satu almamater, tapi ya kalau misalnya saya merasa gak benar-benar kenal, akhirnya saya diamkan saja. Toh kalau saya posting di FB hampir selalu Joe juga saya tag.

Ada beberapa alasan kenapa saya ragu-ragu menerima pertemanan di medsos, antara lain:

  1. Saya ga merasa benar-benar kenal, biasanya dengan yang seperti ini, walaupun saya terima pertemanan akhirnya gak ada tegur sapa sama sekali. Jadi ya tetap aja gak kenal dong judulnya. Fakta kalau kami bersaudara (jauh) atau sesama alumni tidak akan berubah walaupun gak temanan di medsos kan.
  2. Kalau yang meminta pertemanan itu timelinenya banyak jualan, sudah pasti tidak akan saya terima. Kalau saya butuh beli sesuatu, saya cari sendiri ke online shop.
  3. Timeline banyak share link soal politik dan banyak debat kusir. Saya gak suka membacanya jadi lebih baik gak usah dijadikan teman.
  4. Kalau banyak ikutan quiz atau main game juga biasanya tidak akan saya terima langsung jadi teman di medsos. Capek scroll timeline kalau cuma dapat hasil quiz atau notifikasi game doang.
  5. Timeline yang mengajak temenan kosong, jadi dia join medsos untuk kepo tapi gak mau berbagi berita. Nah untuk model begini biasaya kalaupun saya terlanjur terima gak lama akan saya unfriend.

Buat saya, media sosial ini bukan lagi dunia maya di mana saya hanyalah sebuah user id. Karena kami jauh dari tanah air, pertemanan di medsos ini menjadi jalan untuk mengetahui kabar berita teman-teman dan keluarga, serta berbagi kabar berita. Jadi kalau berteman di medsos tapi tidak ada interaksi, ya sepertinya tidak perlu juga jadi teman.

Masa menjelang pemilu, banyak yang bilang timeline medsosnya terasa panas dengan berbagai berita. Buat saya hal ini tidak terjadi, karena dari masa pemilu 5 tahun lalu dan masa pilkada DKI tahun lalu, saya sudah memfilter banyak berita dari timeline saya. Untuk kategori teman dan saudara yang memang tidak ada interaksi biasanya saya unfriend (karena toh mereka gak merasa butuh tahu kabar saya), untuk teman dan saudara yang memang masih ada interaksi tapi terlalu banyak komentar politik saya unfollow.

Sekarang ini selain unfollow, ada lagi pilihan snooze. Kalau unfollow kita tidak akan menerima update sama sekali sampai kita follow lagi. Untuk berhenti sementara waktu (misalnya selama masa jelang pemilu ini), bisa juga kita snooze selama 30 hari.

snooze dan unfollow

Sekarang ini dari sekian banyak medsos yang ada, saya hanya aktif di FB. Saya gak suka instagram dan twitter. Antar muka untuk berinteraksi ataupun update cerita/foto di instagram gak lebih baik dari FB. Saya tahu sebagian besar teman-teman saya sekarang mulai meninggalkan FB dan beralih mengupdate instagram saja. Tapi kalau mau komen di Instagram itu rasaya kurang enak membacanya. Kalau twitter udah dari dulu saya gak suka, bacanya lebih pusing lagi soalnya.

Saya masih memakai Facebook selain karena antarmuka untuk interaksinya lebih enak dibaca, di FB kita bisa berinteraksi dalam grup juga. Untuk berinteraksi dalam grup FB, kita tidak harus berteman dengan semua anggota grup dan tetap bisa saling berbalas komentar. Kalau kemudian kita menambahkan teman dari grup menjadi teman kita, ya gak masalah kalau memang ada interaksi sebagaimana teman. Biasanya saya hanya tambahkan teman dari grup yang saya ikuti kalau memang jenis grup yang aktif berdiskusi, bukan cuma grup jualan hehehe.

Bagaimana dengan WhatsApp grup? Ya ini beda lagi. Biasanya WAGrup sifat percakapannya ya kalau sempat baca dan nimbrung, kalau udah kelewat, ya gak harus di balasin juga semua pesan yang masuk. Sekarang ini saya cuma punya sedikit WAGrup. Biasanya WAGrup yang terlalu ramai akan saya mute atau malah saya keluar dari sana.

Saat ini WAGrup saya cuma sedikit, paling ada WAGrup temen sekelas SMA, temen yang hobinya sama, dan keluarga. WAGrup keluarga juga bukan keluarga besar, tapi lebih ke keluarga langsung saja. Untuk WAG keluarga besar, saya memilih tidak gabung karena biasanya terlalu ramai dan tidak selalu ada yang penting.

Pada akhirnya, mari gunakan media sosial dengan bijak. Jangan karena sudah bayar paket data bulanan, lalu kita merasa bebas mau nulis apa saja di media sosial. Media sosial ya media untuk bersosialisasi, bukan untuk kepo, bukan untuk debat kusir, bukan untuk cari pelanggan. Media sosial masih lebih baik digunakan untuk berdiskusi, saling menyemangati, saling berbagi kabar baik dan bahagia dan bagi-bagi hadiah juga boleh hehehhee.

15 Tahun ngeblog bareng

Hari ini tepat 15 tahun kami ngeblog bareng. Cerita mengenai awal ngeblog bareng ini sudah dituliskan waktu saya posting mengenai 10 tahun ngeblog bareng (kami ngeblog setelah beberapa bulan pacaran). Kenapa kami masih ngeblog di sini sementara orang lain memakai sosmed (berganti-ganti sosmed) dan kenapa ngeblognya campur-campur antara cerita teknis, cerita kehidupan dan hal random lainnya sudah pernah juga dituliskan di posting 14 tahun blogging bareng.

Sekitar setahun terakhir ini kami tambah rajin ngeblog. Risna mulai memaksakan diri lebih banyak ngeblog dengan mengikuti writing challenge dan saya berusaha menambahkan banyak konten baik teknis maupun non teknis.

Lanjutkan membaca “15 Tahun ngeblog bareng”

Kenapa Masih Ngeblog

Alkisah, sekitar bulan Oktober di tahun 2000 saya mulai jadi blogger. Postingnya menggunakan blogspot.com. Sekitar tahun 2004, Joe ngajakin ngeblog bareng aja, biar dia yang urusin hosting, template dan lain sebagainya. Saya pikir lumayan ya saya ga usah mikirin hal-hal teknis, kalau mau nulis ya nulis aja. Eh tapi, ternyata karena ga harus “ngurusin” blog, beberapa tahun malahan saya jadi malas nulis dan sempat diingetin Joe buat mulailah menulis lagi.

Kenapa saya bisa tahu persis kapan saya mulai ngeblog? karena walaupun blog lama itu sudah ditutup, arsipnya masih ada dan bisa saya lihat. Tulisan saya dulu sangat personal dan emosional hahahah. Contoh tulisan personal dan gak penting adalah: dari membaca arsip blog lama, saya bisa tahu kapan saya beli hp siemens kuning m35. Isi postingnya juga ya cuma beberapa baris, seperti status facebook saja hehee. Gak penting banget ya.

Setahun terakhir ini, saya kembali rajin ngeblog. Awalnya, memaksakan diri dengan ikutan grup yang memberikan tantangan minimum 1 posting 1 minggu. Menulis blog itu sebenarnya gampang, gak ada aturan baku, apalagi kalau blog pribadi. Tapi menulis di media yang kita gak tahu siapa saja yang membaca, kita perlu memperhatikan jangan sampai tulisan kita menjadi boomerang ataupun terlalu banyak memberikan informasi yang tidak seharusnya jadi konsumsi umum.

Pernah ada pernyataan soal blog itu hanya trend sesaat. Setelah kemarin blogwalking di blog saya sendiri dan menemukan hampir semua teman ngeblog dulu sudah gak ngeblog lagi, saya pikir ada benarnya kegiatan ngeblog itu trend sesaat, sekarang ini sudah digantikan dengan kegiatan posting ke sosial media yang juga trendnya berganti-ganti. Tapi blog itu sendiri (sebagai media) bukan trend sesaat, masih banyak blog menarik hingga saat ini. Sekarang ini saya menemukan ada banyak sekali blogger yang aktif mengajak menulis/kegiatan literasi.

Banyak blogger yang sangat serius, serius hanya menulis topik tertentu dengan tata bahasa yang benar. Serius membangun imagenya di kalangan penulis, dan banyak juga blogger yang akhirnya jadi penulis buku . Penulis buku juga banyak yang tetap ngeblog sebagai sarana untuk mempromosikan bukunya. Akhirnya ngeblog ini gak jauh-jauh dari dunia literasi.

Dalam 15 tahun ngeblog bareng, kami juga punya beberapa blog yang kami coba pisahkan untuk membahas topik tertentu. Semua tulisan kami itu ada yang masih tetap dipublish, walaupun blognya sudah tidak di update lagi. Saya punya 2 blog lain yang sepertinya tidak akan di update lagi, tapi isinya masih berguna jadi dibiarkan saja gak ditutup.

Waktu anak-anak lahir, Joe juga bikinkan blog masing-masing, tapi akhirnya kami kurang rajin untuk mengupdatenya (selain kadang ada rasa kuatir kalau terlalu banyak upload foto anak atau cerita soal anak, nanti ada yang salah gunakan foto-fotonya dan atau jadi melanggar privasi anak).

Sekarang ini kami memutuskan untuk lebih banyak mengisi blog ini saja. Joe masih akan menulis hal-hal super teknis di blog nya yang lain, dan hal-hal agak teknis di sini. Saya masih akan menulis berbagai topik random yang belakangan ini mulai terkategori antara kehidupan di Chiang Mai, bahasa Thai, kdrama, homeschooling, dan seputar anak-anak. Joe juga masih akan menuliskan hal-hal non teknis di sini. Topik non teknis yang ditulis dengan style orang teknis contohnya ini nih: susahnya jadi hantu cewek film Jepang. Terus, ada yang tahu gak kalau tulisan Jadilah Bintang ini bukan tulisan saya.

Ada banyak cerita tentang blog ini, kepikiran 15 tahun ini nulis apa ja sih? banyak topik yang sama ditulis berulang kali. Banyak juga hal yang sekedar opini dituliskan dan waktu saya baca lagi, opini saya belum berubah dan bahkan hampir menuliskan hal yang sama lagi. Kadang-kadang karena tidak ada topik khusus, saya malah kesulitan mencari ide tulisan. Ada hari-hari di mana saya punya banyak hal yang pengen saya tuliskan, tapi tidak ada waktu, ada juga hari-hari di mana saya punya banyak waktu tapi gak punya ide tulisan.

Sebelum menuliskan tulisan ini, saya iseng membaca-baca random tulisan kami yang lama. Membaca juga komentar-komentar yang mungkin dulu kelewat gak pernah saya baca. Saya baru ingat pernah menulis protes soal persepsi mengenai cerita romantis, dan ternyata banyak komentar yang saya belum baca.

Dari tulisan di blog ini, kami juga sering mendapatkan beberapa pertanyaan dari orang-orang non batak yang akan menikah dengan orang batak. Tapi karena kasus tiap orang beda, kami mana bisa sih kasih patokan soal nikah aja atau jangan nikah hehehe.

Beberapa tahun lalu ketika saya masih belum aktif menulis lagi, kami bertemu dengan mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Chiang Mai. Waktu bertemu dia bilang gini: mbak, mas, nulisnya sering-sering dong, saya senang pas ketemu blognya jadi lebih kebayang Chiang Mai itu seperti apa.

Seberapa randomnya tulisan kami, senang kalau ada yang mendapatkan informasi atau sekedar perspektif baru. Semoga tahun ini bisa tetap konsisten menulis setiap hari dan bisa semakin banyak berbagi cerita, opini dan pandangan dalam hidup ini.