Lulusan Kuliah IT seharusnya bisa apa?

Tahun lalu saya membaca mengenai skill yang seharusnya dimiliki lulusan SMK. Entah kenapa tulisan ini beredar lagi di timeline saya tahun ini. Ketika saya baca lagi mengenai skill yang diharapkan, kebanyakan skill ini bahkan tidak dimiliki oleh lulusan Sarjana Informatika/Ilmu Komputer/Teknologi Informasi (berikutnya akan saya singkat jadi: lulusan/sarjana IT).

Sudah menjadi fakta bahwa banyak lulusan IT yang tidak bisa memprogram (silakan baca artikel: Why can’t programmers.. program?). Separah ini:

Like me, the author is having trouble with the fact that 199 out of 200 applicants for every programming job can’t write code at all. I repeat: they can’t write any code whatsoever.

Sebelum diskusi masuk ke masalah pekerjaan, kesuksesan, jiwa entrepreneur, dsb saya ingin menekankan dulu: lulusan apapun dengan skill bagaimanapun bisa bekerja di berbagai bidang yang tidak sesuai jurusan yang diambilnya. Tapi jika sebuah negara ingin bisa maju di bidang tertentu, ya tentunya yang diharapkan adalah lulusan dari bidang tersebut memiliki skill yang baik dan berkontribusi di bidangnya. Lanjutkan membaca “Lulusan Kuliah IT seharusnya bisa apa?”

Kenapa Jarang Ngeblog?

Di masa awal kenal blog, rasanya semua mau dituliskan, tapi beberapa tahun belakangan saya makin jarang menulis di blog. Sebagian besar teman yang dulu ngeblog juga mulai pada berhenti ngeblog dan alasan utamanya ya gara-gara udah ditulis di Facebook. Sebagian teman lupa user id dan password, sebagian besar merasa ga punya waktu buat nulis karena berbagai kesibukan. Saya sendiri termasuk yang gak menyempatkan diri untuk nulis karena berbagai alasan termasuk urus anak.

Kesempatan duduk di depan komputer untuk menulis juga makin jarang sekarang ini. Setiap kali mau mengedit tulisan saya sering diganggu sama Jona atau Joshua. Sekarang yang paling sering gangguin ya Joshua, makanya akhirnya kalau mau nulis ya dari handphone, terus simpan di draft dan kalau ada waktu tanpa gangguan baru diedit. Sekarang sih kalau Joe ga sibuk bisa minta tolong diedit sama Joe sekalian biar Joe yang baca tulisan saya sebelum dipublish.

Setiap kali ada yang memakai komputer, Joshua ingin mengambil alih untuk mengetik huruf dan angka

Dulu selalu ada topik yamg ingin dituliskan sampai akhirnya pas mulai menuliskannya malah ga jadi dipublish dan dibiarkan dalam draft saja karena terlalu panjang rasanya tulisannya. Seringkali setelah tulisan dipublish ternyata saya sudah pernah menuliskan topik yang mirip dan saya bahkan lupa pernah menuliskan topik itu.

Dulu tulisan saya di blog banyak berupa keluhan, sekarang saya berusaha untuk menuliskan hal yang lebih positif dan atau informatif. Ternyata menuliskan hal yang positif dan informatif ini terkadang membutuhkan waktu ekstra untuk editing termasuk menambahkan gambar. Setelah punya anak, niatnya mau rajin menuliskan tentang anak-anak, tapi terkadang ada rasa kuatir juga terhadap orang yang menyalahgunakan informasi mengenai anak-anak kami kalau membagikan terlalu banyak informasi soal anak di blog. Pernah juga terpikir untuk menuliskan seputar mendidik anak, tapi kadang merasa saya juga masih harus belajar banyak. Akhirnya banyak hal hanya saya diskusikan dengan Joe saja dan ga jadi dituliskan.

Sekian lama ga nulis blog, saya bisa merasakan kalau tulisan saya makin tidak terstruktur. Beberapa kali berniat untuk mulai aktif lagi menulis, tapi akhirnya kelupaan lagi.

Sekarang saya mau memaksa diri untuk menulis lagi, saya ikutan grup menulis ODOPfor99days di FB (one posting one day for 99 days). Awalnya agak ragu buat ikutan, tapi Joe menyemangati dan yang penting dimulai saja. Kalau ga pernah dimulai mana bisa rajin ngeblog lagi. Targetnya sih biar konsisten menulis lagi. Menyempatkan diri untuk menulis dan semoga bisa menulis lebih terstruktur nantinya. Karena ini blog berdua, semoga posting saya ga bikin pembaca tulisan Joe jadi bosan karena tulisan saya ga teknis seperti tulisan Joe :).

Supaya saya tidak lupa, beberapa topik yang mungkin dituliskan dalam 99 hari ini ya seputar homeschooling dan Chiang Mai. Ada banyak tulisan kami mengenai Chiang Mai, tapi sebenarnya selalu ada hal baru yang bisa diceritakan soal Chiang Mai, sekalian kalau ada yang bertanya soal kota ini nantinya bisa dikasih link tulisan aja. Topik homeschooling ini sebenarnya sudah lama juga direncanakan untuk ditulis, tapi karena ini tahun pertama kami menghomeschool Jonathan, kadang saya merasa pengalamannya belum banyak. Bisa juga saya menuliskan topik homeschooling secara umum untuk pemula seperti kami. Selain 2 topik diatas, ada kemungkinan muncul topik-topik random tergantung mood menulis. Ah kalau kali ini ga jadi rajin menulis blog, jangan-jangan memang benar blog itu hanya trend sesaat hahaha.

11 Tahun di Chiang Mai

Wow, siapa sangka kami bisa betah sampai 11 tahun di Chiang Mai. Rasanya dulu kalau dibilang harus di Chiang Mai sampai lebih dari 11 tahun kemungkinan saya bakal bisikin Joe buat cari kota lain aja buat tinggal. Tapi sejak pertama kali mendarat ke kota ini saya langsung suka dengan suasananya. Cuaca di awal Mei agak adem karena mulai memasuki musim hujan, jalanan sepi karena anak sekolah masih pada libur dan warna langitnya cerah.  Awalnya saya pikir kota ini akan dingin seperti Bandung, tapi ternyata nggak.

Populasi orang Indonesia pada saat itu juga masih langka. Sampai dengan 4 tahun pertama rasanya belum ada komunitas orang Indonesia di Chiang Mai seperti sekarang ini (sekarang anak kecilnya aja lebih dari 10 kalo kumpul lengkap). Komunitas orang Indonesia di Chiang Mai ini beraneka ragam, biasanya tiap beberapa tahun ada yang pindah tapi juga selalu ada yang baru datang lagi. Beberapa orang awalnya rencana hanya sebentar saja tapi kemudian jadi betah dan tinggal lama di sini seperti kami.

Banyak yang bertanya ke kami kenapa bisa betah di Chiang Mai, dan apakah anak-anak bisa berbahasa Thai? terus gimana sekolah anak-anak? Ada rencana pulang gak ke Indonesia atau mau selamanya di Chiang Mai?.

Kami betah di sini faktor paling berasa itu aman dan nyaman. Kalau di Indonesia rasanya ke mall atau ke tempat keramaian itu harus waspada 100 persen, terus di banyak tempat yang jelas-jelas ada tulisan dilarang merokok tetap saja berasa banget bau asap rokok (padahal ruang ber AC). Kalau di sini selama 11 tahun kami jarang ketemu orang merokok, dan gak pernah merasa ruangan dalam airport bau rokok. Ini cuma salah satu contoh ya, karena saya sangat sensitif dengan bau asap rokok, jadi biasanya begitu sampe Indonesia, masih di airport saja saya sudah merasa gak nyaman dengan bau rokok dalam ruangan airport, berikutnya perasaan jengkel kalau koper kena kapur dan disuruh buka padahal isinya ga ada yang luar biasa.

Selama 11 tahun di Chiang Mai, dengan frekuensi hampir tiap tahun pulang minimal sekali, kami belum pernah disuruh buka koper di airport. Masalah keamanan di sini juga relatif lebih aman, kami bisa dengan tanpa kuatir meletakkan beberapa perabotan rumah seperti tabung gas, mesin cuci ataupun sepeda anak-anak di luar rumah. Saya inget mertua saya cerita kalau pot bunga yang dia letakkan di dekat pagar rumah saja bisa hilang. Mama saya juga sampai pernah komentar memastikan itu mesin cuci gak hilang kalau diletakkan di luar?.

Sebenernya menuliskan hal soal ketidakamanan dan ketidaknyamanan di Indonesia membuat saya merasa malu, kenapa saya jadi terkesan Indonesia nggak ada bagusnya ya? Indonesia itu banyak hal bagusnya, beberapa kali kamipun mulai bertanya-tanya apakah kami akan selamanya di negeri orang atau pulang saja ke Indonesia. Faktor yang menjadi pertimbangan pulang ya seperti kata pepatah, seenak-enaknya di negeri orang pasti lebih enak di negeri sendiri.

Di sini kami setiap tahun harus mengurus ijin tinggal, lalu setiap 90 hari harus lapor diri ke imigrasi. Setiap mau travel keluar dari Thailand harus urus reentry visa. Semua urusan itu tentunya tidak dibutuhkan kalau tinggal di Indonesia. Makanan di Indonesia juga masih tetap terasa lebih enak, apalagi kalau dimasakin mama atau mertua hahaha.

Beberapa hal lain yang bikin betah di sini adalah akses internet bisa lebih cepat dan lebih stabil. Layanan perbankan juga buka 7 hari seminggu (sampai malam di mall). Daya listrik yang cukup besar buat pasang AC di semua kamar tidur (asal kuat bayarnya) dan relatif jarang ada pemadaman sampe seharian penuh.

Setelah tinggal di Chiang Mai kami juga jadi merasa biasa makan pake ketan sebagai pengganti nasi. Dulu di Indonesia makan ketan itu dianggap cemilan, udah makan ketan masih harus makan nasi lagi. Awal-awal di sini saya juga merasa aneh makan siang pake somtam (papaya salad) dan nasi yang rasanya sekilas seperti asinan bogor tapi sekarang hal itu udah jadi ga aneh lagi. Makanan yang paling signifikan beda dengan di Indonesia adalah menu pork. Mayoritas penduduk Thailand beragama Buddha, sebagian vegetarian tapi mayoritas menu makanan pasti ada pork nya. Saya masih inget, jaman mahasiswa di Bandung, menu makanan yang ada porknya dianggap istimewa dan dicari-cari seperti barang langka, di sini menu dengan beef yang menjadi makanan langka.

Setelah 11 tahun di Chiang Mai, saya makin merasa betah karena vocabulary bahasa Thai saya sudah semakin banyak. Membaca tulisan Thai masih tetap jadi tantangan karena ga ada kebutuhan yang mengharuskannya saya membaca banyak tulisan Thai. Anak-anak di rumah malah kebanyakan berbahasa Inggris.

Jonathan kebanyakan bicara bahasa Inggris sejak disekolahkan ke sekolah internasional. Sejak tahun lalu kami memutuskan Jonathan sekolah di rumah saja, dan sekarang dia mulai banyak juga bicara bahasa Indonesia. Kami juga mendaftarkan Jonathan kumon Thai dan dia mulai bisa membaca dan menulis bahasa Thai.

Joshua masih belum mau ke daycare, bulan Maret lalu kami coba kirim ke daycare, tiap hari masih nangis dan baru 2 minggu sekolah dia ketularan batuk pilek parah, jadi kami ga terusin kirim dia ke daycare. Joshua kebanyakan kosakatanya menggunakan bahasa Inggris, sepertinya karena buku yang kami bacakan dan lagu nursery rhymes yang dia lihat dan dengar juga berbahasa Inggris. Jonathan juga seringnya ajak Joshua komunikasi pakai bahasa Inggris. Joshua ngerti bahasa Indonesia, dia tapi masih lebih suka belajar apapun dalam bahasa Inggris. Mudah-mudahan kalau makin besar Joshua mau belajar bahasa Indonesia dan Thai juga.

Waduh tulisan mau update singkat jadi panjang aja.Ga bisa meresumekan 11 tahun dalam beberapa paragraph saja. Tapi sepertinya cukup dulu updatenya, semoga besok bisa melanjutkan tulisan seputar Chiang Mai.

Seri Buku Micro Adventure

Ini cuma kisah singkat mengenai seri buku cerita yang saat ini mulai disukai Jonathan: Micro Adventure. Seri ini diterbitkan di tahun 1980-an  oleh Scholastic dan cukup terkenal pada masanya.  Satu hal yang menarik dari buku-buku ini adalah: di dalamnya ada program dalam bahasa BASIC yang bisa diketikkan dan merupakan bagian dari cerita.

Jonathan sedang menyalin kode dari buku ke QBasic di Dosbox
Jonathan sedang menyalink kode dari buku ke QBasic di Dosbox

Buku pertama yang selesai dibaca Jonathan adalah Space Attack, buku ini terbit tahun 1984.

Di awal cerita buku pertama ada pesan rahasia yang harus didekrip. Sebenarnya bisa didekrip manual (caesar cipher), tapi lebih menarik jika didekrip dengan program. Lanjutkan membaca “Seri Buku Micro Adventure”

Liburan Songkran 2018

Songkran merupakan tahun baru Thailand, dan merupakan hari yang sangat dirayakan di Thailand, seperti Lebaran di Indonesia atau Natal di negara mayoritas Kristen.  Libur utama Songkran sendiri hanya 3 hari, tapi seperti Natal/Lebaran, biasanya kantor akan libur sekitar seminggu.

Selama 11 tahun di sini, kami lebih sering pulang ketika Songkran, karena selain libur panjang, polusi udara di Chiang Mai biasanya sedang buruk. Polusi ini dikarenakan pembakaran ladang dari Thailand (sedikit, kurang dari 200 titik api) dan dari negara sekitar (banyak, ribuan titik api). Tapi sesekali kami tinggal di Chiang Mai. Dan tahun ini kami tinggal di Chiang Mai.

Menurut cerita dari penduduk Chiang Mai, dulu perayaan utama Songkran hanyalah memercik air sebagai simbol pensucian dan menghapus nasib sial, tapi sekarang dirayakan dengan festival saling siram air (dengan ember dan pistol air). Sebagai anak kecil, Jonathan sangat menyukai perang air ini, dan tahun lalu dia kecewa karena harus pulang ke Indonesia di masa Songkran. Lanjutkan membaca “Liburan Songkran 2018”

14 Tahun Blogging Bareng

Hari ini tepat 14 tahun sejak saya dan Risna ngeblog bareng. Sebelumnya kami pernah punya blog juga, tapi yang masih rajin diupdate sampai sekarang hanya blog ini. Kenapa masih ngeblog sampai sekarang? dan sebenarnya buat apa sih ngeblog?

Kami di tahun 2004
Kami di tahun 2004

Dulu awalnya isi blog ini kebanyakan hanya pengalaman sehari-hari, dan penuh dengan komplain terhadap berbagai hal. Sekarang ini berbagai komplain kecil biasanya masuk ke media sosial. Sebagai pengingat, waktu blog ini dibuat, Facebook belum terbuka umum (baru 2006 Facebook dibuka untuk dunia), Twitter juga belum ada (Twitter baru diciptakan 2006 juga). Lanjutkan membaca “14 Tahun Blogging Bareng”

Kisah sebuah bug kecil

Saya mau cerita tentang sebuah bug yang saya perbaiki dan dapat bounty 200 USD plus kerjaan ekstra yang menyusul dari ini. Meski secara nilai ini kecil dibandingkan banyak proyek lain, tapi ada banyak hal yang membuat gembira dari satu bug kecil ini sehingga ingin saya ceritakan.

Maaf, ini bukan cerita tentang serangga, tapi bug software

Cerita singkatnya: teman saya memakai software open source QZ, sebuah library untuk printing via web browser. Jadi jika client menginstall software ini di PC-nya maka web app yang memakai library QZ bisa mengakses langsung printer lokal. Langsung di sini artinya bisa mengirimkan kode mentah, sehingga printing bisa cepat dan mendukung berbagai fitur spesifik printer. Fitur semacam ini dibutuhkan untuk software Point Of Sales, aplikasi bank atau sejenisnya yang butuh langsung mencetak ke printer yang tidak standar (misalnya printer thermal, printer buku tabungan, dsb). Lanjutkan membaca “Kisah sebuah bug kecil”