Pasangan Hidup

Mungkin cara pandang saya terlalu sederhana atau terlalu ideal dalam hal mencari pasangan hidup. Atau mungkin saya orang yang sangat beruntung menemukan pasangan hidup yang ideal. Bagi saya, pasangan hidup saya adalah semuanya: sahabat, orang yang sepadan untuk saya ajak diskusi, orang yang terdekat bagi saya, orang yang bisa saya percaya sepenuhnya, dalam hal keuangan, rahasia dan semuanya. Secara singkat: saya berbagi hidup dengan orang tersebut.

Pasangan hidup saya adalah orang yang berusaha saya kenal. Saya mendengarkan semua kisahnya, bukan cuma kisah yang baru, tapi juga kisah hidupnya sewaktu dirinya masih kecil. Saya berusaha mengenal apa warna kesukaannya, apa makanan favoritnya, ketika makan indomie, apakah suka yang lodoh atau dimasak sebentar saja. Saya juga mengenal teman-temannya (minimal namanya, kalau bisa tahu fotonya). Saya juga memperkenalkan teman-teman saya (minimal namanya).

Pasangan saya selalu tahu, saat ini saya sedang di mana, dan sayapun tahu dia ada di mana. Saya membaca tiap tulisannya dan dia pun membaca tulisan saya, baik itu di blog maupun facebook. Kami saling tahu password satu sama lain, tapi hanya akan memakainya jika diperlukan.

Kami berdua tahu berapa tepatnya uang di tabungan kami, dan bagaimana rencana kami dalam membelanjakan uang tersebut. Waktu kami masih pacaran dulu, kami sudah membicarakan segala macam rencana masa depan, rencana pernikahan, ingin punya anak berapa, dan semua ekspektasi lain dalam pernikahan.

Saya beruntung bertemu dengan Risna karena kami memiliki banyak kesamaan. Mulai dari latar belakang pendidikan yang sama sehingga kami bisa ngobrol soal teknologi (atau kadang ngobrol dengan bos kami), sampai selera film yang banyak beririsan (suka action, misteri, komedi, horror). Memiliki selera makanan yang banyak sama (jadi tidak sulit mencari tempat makan yang kami sukai).

Jika dilihat dari awal, banyak hal yang berbeda, tapi seiring waktu menjadi sama. Sebagian kebiasaan saya menjadi kebiasaan pasangan, dan juga sebaliknya, atau kadang ada titik temu yang bisa kami terima.

Memiliki banyak hal yang sama tidak berarti hidup jadi membosankan. Ada cukup banyak hal berbeda yang kami jalani yang cukup jadi bahan percakapan setiap hari. Mulai dari hobi yang berbeda, teman-teman dan aktivitas yang berbeda.

Dan setiap kali saya mendengar “bosan pada pasangan”, ini yang terpikir oleh saya: apakah Anda punya makanan yang tidak pernah bosan Anda makan, film yang tidak pernah bosan Anda lihat, musik yang tidak pernah bosan Anda dengar, tempat (atau website) yang tidak pernah bosan Anda kunjungi, hobi/aktivitas yang tidak pernah bosan Anda lakukan? kalau Anda punya hal-hal yang tidak pernah membuat Anda bosan, apakah pasangan Anda itu kurang dari hal tersebut, sehingga membuat Anda bosan?

Meski kedengaran seperti kisah romantis dari film, kami sangat praktis. Jika pasangan saya terlalu capek untuk masak sarapan, saya akan masak. Jika kami berdua terlalu capek, kami makan di luar. Kami tidak selalu makan bareng, bahkan ketika janji makan bareng pun, tidak apa-apa yang satu memulai lebih dulu jika sudah lapar.

Awalnya sebenarnya saya lihat pandangan hidup saya itu wajar-wajar saja, tapi ternyata tidak demikian. Banyak suami istri yang ternyata jarang ngobrol, saling menyimpan rahasia terhadap yang lain. Banyak yang saling merahasiakan gaji terhadap pasangan. Banyak pasangan yang punya sedikit sekali hal yang “in common”, jadi sulit untuk ngobrol sehari-hari. Aneh sekali rasanya bagi saya kalau seseorang mau bercerita pada sahabatnya, tapi tidak pada pasangan hidupnya.

Hal yang tidak saya mengerti dari orang-orang tersebut adalah: jadi sebenarnya apa tujuan memiliki pasangan hidup kalau bukan untuk berbagi hidup?

Pulang Ke Indonesia

Pulang kali ini dalam rangka pernikahan adik saya Aris yang dilangsungkan tanggal 15 Februari 2014. Sebagai persiapan pulang, Jonathan dibelikan Jas dan Koper. Jonathan senang sekali waktu dibilang akan naik pesawat. Sejak koper dibeli (di mall), dia sudah senang sekali menarik-narik kopernya sendiri.

pulang-geret-koper

Kami berangkat tanggal 13 Februari pagi-pagi, dan sampai di depok sekitar jam 6 sore. Kami mengambil pesawat air asia transit di Don Muang Bangkok. Perjalanannya lancar. Di sepanjang perjalanan Jonathan selalu ingin menarik kopernya sendiri. Jonathan juga sangat senang karena setiap kali turun pesawat, kami perlu naik bus. Sampai di Jakarta, kami dijemput oleh Yosi, dan sekaligus menjemput Opungnya Jonathan.

Di Depok, Jonathan mau main dengan opung dan eyang-eyangnya. Dia suka sekali meminum teh buatan eyang. Selama di sana Jonathan cerewet sekali berbicara dalam bahasa Indonesia.

nikahan-om-aris

Bersama dengan Yosi dan Cathy serta Opung, kami semua berangkat ke Bandung. Di Bandung kami cuma mengunjungi ITB dan ketemu teman-teman. Kami juga ditraktir makan oleh Bu Inge. Yosi mendapat informasi mengenai sekolah untuk Cathy di sekolah noah (bagian dari yayasan DEL, dulu saya, Risna dan Yosi sempat mengajar di politeknik DEL sebelum menjadi Institut Teknologi Del).

ketemu-oma-inge

ketemuan-di-bandung

ketemu-yudi-yudis

Sebelum pulang dari Bandung, kami main di rumah sosis.

rumah-sosis

Di Jakarta, kami main ke Pacific Place. Di situ kami mengajak anak-anak main, makan siang. Di jam makan siang kami ketemu dengan Mbak Cepi dan Shinta. Shinta membawakan brownies ketan hitam yang enak. Kami kemudian nonton bareng film LEGO (Everything is awesome), pulangnya kami menunggu Nansy pulang kerja, sekaligus saya ketemuan dengan Stef.

ketemu-shinta
Kebetulan sekali pas menunggu Stef, Risna juga ketemu dengan teman-teman SMU-nya.

Selama di Indonesia, kami cuma sekali mengalami masalah banjir sepulang mengunjungi Pakde Sukar di Meruya.

Perjalanan pulang dilakukan hari senin pagi-pagi sekali, kami diantar oleh Yosi, Nansy dan juga Cathy. Perjalanan juga lancar. Di Bangkok kami menemukan tempat bermain untuk anak-anak di dekat ruang tunggu. Internet TrueMove WIFI cepat sekali di situ.

jonathan-main

Tablet dan anak-anak

Sebenarnya tulisan ini serupa dengan tulisan yang dulu mengenai: TV dan Tablet untuk anak-anak, tapi isinya sedikit berbeda terutama setelah baru pulang dari Indonesia dan melihat bagaimana orang tua lain memakai tabletnya.

Banyak orang sangat khawatir dengan televisi untuk anak-anak. Beberapa kekhawatiran banyak orang adalah: televisi membuat anak jadi pasif, program di televisi tidak mendidik, banyak iklan yang tidak bagus untuk anak-anak. Meski tahu efek buruk televisi, banyak orang membiarkan anak-anaknya di depan televisi supaya diam, daripada mengganggu orang tua.

Di sini kami jarang sekali melihat acara siaran televisi, dan ketika kami pulang, kami bisa melihat bahwa itu benar. Acara di televisi kebanyakan untuk dewasa, dengan bahasa dan kelakuan yang tidak baik untuk ditiru anak-anak. Acara televisi untuk anak-anak sangat penuh iklan: ketika melihat Doraemon, sekitar 10 menit film diikuti 10 menit iklan, ada beberapa belas iklan, hampir semuanya produk makanan untuk anak-anak (yang kurang sehat).

Tapi sekarang ada kekhawatiran baru dari para orang tua: tablet. Tablet bisa berfungsi seperti televisi (memutar film), dan juga bisa untuk bermain game. Dalam pembahasan ini, tablet atau smartphone akan saya sebut saja sebagai “tablet” (karena fungsi “telepon” biasanya tidak akan dipakai). Saat ini di Indonesia dan Thailand saya lihat hampir di semua tempat anak-anak memegang/memandangi/bermain tablet.

Tablet ini bisa lebih baik dan lebih buruk dari televisi. Televisi akan ditinggal ketika pergi keluar rumah, sedangkan tablet dibawa ke mana-mana. Dengan televisi: anak pasif di rumah di depan TV, tapi setidaknya di luar rumah masih harus melakukan aktivitas fisik.

Jika kita mendownloadkan film untuk anak-anak di tablet (atau membeli filmnya), maka akan bebas dari iklan dan filmnya bisa dipilih yang mendidik. Tapi sebagian orang tua membiarkan anak-anak membuka Youtube sendiri, sehingga bisa berkelana ke berbagai video yang tidak baik (atau membuka iklan yang tidak pantas).

Ada ratusan ribu game dan aplikasi yang bisa didownload/beli untuk anak-anak. Sebagian game yang gratis penuh iklan (yang sering tidak sengaja akan terklik). Sebagian game sama sekali tidak mendidik dan membuat anak kecanduan main. Tapi jika orang tua mau mencari tahu, ada juga ribuan aplikasi dan game yang bagus dan mendidik. Banyak game dibuat oleh tim ahli dalam edukasi atau oleh orang-orang yang tahu benar kebutuhan seorang anak.

Meskipun televisi bisa berdampak buruk, tapi tidak selalu demikian. Orang tua saya dulu tahu membatasi saya, dan saya sadar acara apa yang bagus dan tidak bagus untuk ditonton. Saya belajar bahasa Inggris dari Sesame Street (dan itu cukup untuk saya, saya tidak pernah ikut kursus bahasa Inggris). Saya belajar banyak hal dari acara-acara edukasi di TPI.

Sekarang dalam urusan tablet, orang tua harus lebih aktif: mencari tahu aplikasi apa saja yang bagus untuk anak-anak (bagian “Top” di appstore hanya berisi aplikasi populer umum), lalu mencoba memainkan berbagai permainan (supaya tahu apakah ada konten yang tidak sesuai). Orang tua juga perlu menyeleksi tontonan anak, dan perlu tahu cara membatasi pemakaian tablet (perlu mengerti berbagai restriksi yang bisa diterapkan di setting tablet).

Orang tua juga perlu tanggap dalam melihat interaksi anak dengan tabletnya. Sebagian anak (seperti Jonathan) menirukan banyak kata di tablet ketika mendengarkan (“awesome”, “excellent”, “try again”), sebagian anak malah menjadi pasif. Sebagian interaksi dalam game perlu diajarkan. Contohnya ketika main game kereta api dari Lego, Jonathan bingung ketika harus menggambar path kereta. Beberapa anak ketika bingung akan berpindah ke game lain sehingga tidak belajar. Setiap kali kami melihat dia kesulitan di bagian itu, maka kami bantu berkali-kali sampai akhirnya dia mengerti apa yang harus dilakukan.

Jika digunakan dengan baik, tablet punya banyak sisi positif, tapi semua itu tergantung pada orang tua. Kami juga sangat setuju kalau terlalu banyak waktu di depan tablet kurang bagus, karena bagaimanapun juga aktivitas fisik yang dilakukan sangat minim.

Sebagai tambahan: saat ini kami jadi sering main Nintendo Wii lagi sebagai alternatif menonton film dan bermain tablet untuk Jonathan. Meskipun ini game elektronik, tapi “memaksa” kita untuk berdiri dan bergerak (menyeimbangkan diri, berlari, dsb) ketika bermain.

7th Wedding Anniversary

Sebenarnya anniversarynya kemarin, tapi kemarin ragu mau nulis apa. Kondisi saat ini masih seperti tahun sebelumnya: kami sangat berbahagia, kami sehat, kondisi keuangan baik, mobil yang kami pakai baik-baik saja, kami tidak kecelakaan, adik saya akhirnya akan menikah bulan depan, semua baik-baik saja. Tapi hari ini terpikir: justru saat seperti ini harus dituliskan supaya ingat masa-masa sangat bahagia yang diberikan Tuhan saat ini.

Kami selalu berdoa agar semua hal tetap baik-baik saja dan membahagiakan, tapi suatu hari kita akan menjadi tua, dan tentunya tidak akan punya energi untuk melakukan hal-hal yang dilakukan sekarang ini. Jonathan akan bertumbuh besar, dan kelucuannya masa kecilnya akan hilang diganti dengan kedewasaan.

Saat ini Jonathan tumbuh dengan baik dan sehat. Kemampuan bicaranya semakin bagus dalam Bahasa Indonesia dan Thai (dan bahasa Inggrisnya juga mulai membaik). Teman-teman Jonathan makin banyak, dari nursery (kiddee house, dari sekolah minggu, dari Co-Op homeschool).

Kelakuan Jonathan tiap hari membuat kami tertawa dengan komentar-komentar yang tak terpikirkan. Misalnya waktu saya sedang memberi tahu nama-nama pohon di belakang rumah “ini pohon nangka”, “ini pohon singkong”, “ini pohon cabe”, “ini pohon pisang, tapi udah abis buahnya”), tiba-tiba Jonathan menunjuk ke tanaman hias dan berkata: “ini pohon nasi goreng, tapi udah nggak ada nasi gorengnya”.

Atau dua hari yg lalu ketika kami semua belum mandi, dan Jonathan berusaha menyuruh mamanya untuk mandi duluan. “Mama, ayo mandi, kalo nggak nanti dicoakin loh”. Kami bingung maksudnya apa, jadi kami bertanya pada Jonathan apa maksudnya “dicoakin”, dia menjawab: “dicoakin, dibeliin kecoak”. Jadi waktu kami pertama kali pindah, rumah yang kami sewa ada banyak kecoak, dan beberapa minggu pertama kadang muncul di kamar mandi, Jonathan tidak takut, tapi sering mencari-cari “kecoaknya mana?” Sampai sudah hampir setahun dia kadang masih suka bertanya: “mana kecoaknya?”. Sampai suatu saat saya bilang: “kecoaknya udah nggak ada, Jonathan mau dibeliin kecoak mainan?” “Nggak mau ah”. Tiba-tiba saja dia teringat lagi soal “beli kecoak”.

Tahun ini Risna semakin sibuk mengurus Jonathan dan juga lebih terlibat dalam Co-Op Homeschool (kali ini mengajar Pre-School Math). Aktivitas Jonathan makin banyak. Pekerjaan saya juga masih berjalan lancar.

Sulit mengungkapkan semua hal yang ingin kami syukuri (dan mungkin jika dituliskan semuanya malah bisa bikin iri sebagian orang). Saat ini bukan orang yang super kaya ataupun super sukses, tapi kami bahagia. Jadi postingya ditutup saja dengan lagu dari NKB 133 ini:

Syukur padaMu, ya Allah, atas s’gala rahmatMu;
Syukur atas kecukupan dari kasihMu penuh.
Syukur atas pekerjaan, walau tubuhpun lemban;
Syukur atas kasih sayang dari sanak dan teman.

Syukur atas bunga mawar, harum, indah tak terp’ri.
Syukur atas awan hitam dan mentari berseri.
Syukur atas suka-duka yang ‘Kau b’ri tiap saat;
Dan FimanMulah pelita agar kami tak sesat

Syukur atas keluarga penuh kasih yang mesra;
Syukur atas perhimpunan yang memb’ri sejahtera.
Syukur atas kekuatan kala duka dan kesah;
Syukur atas pengharapan kini dan selamaNya!

Syair: Thanks to God!; August Ludvig Storm,
Terjemahan Inggris: Norman Johnson,
Terjemahan: Tim Nyanyian GKI,
Lagu: John Alfred Hultman

Libur panjang menutup tahun 2013

Tahun ini papa Jonathan dapat libur panjang sejak tanggal 28 Desember yang kebetulan jatuhnya hari Sabtu. Seharusnya tanggal 30 Desember 2013 belum hari libur, tapi kantor papa memutuskan biar liburnya panjang ya sekalian aja diliburkan. Karena kami ga pulang ke Indonesia, maka kami isi liburan ini dengan berjalan-jalan ke berbagai tempat di Chiang Mai.

Jumat, 27 Desember 2013

Hari ini Jonathan bermain bersama teman-teman dari co-op di Night Safari. Pulang dari Night Safari, Jonathan dan mama datang ke kantor papa. Menutup tahun ini ada acara makan-makan di kantor papa. Jonathan senang sekali mengeksplor kantor papa. Dia juga bisa berinteraksi dengan baik dengan semua teman papa, apalagi karena dia sudah bisa berbahasa Thai maupun Inggris. Sesekali Jonathan melontarkan komentar yang lucu termasuk ke bos papa di kantor. Di kantor papa juga ada acara tukar kado, papa dapat power bank.

Bantuin papa nerima hadiah

Eksplorasi kantor papa
Ada Kue Es Krim juga, yummy

Sabtu, 28 Desember 2013

Papa dan Mama mengajak Jonathan jalan-jalan ke Royal Flora Ratcheupreuk. Jonathan senang sekali naik bus di Royal Flora Ratcheupreuk. Jonathan juga senang melihat bunga-bunga dan apalagi ternyata di sana ada playgroundnya juga. Kali ini kami juga mengajak Pim, anak dari Pa En yang biasa bantuin mama di rumah. Jonathan senang sekali bermain dengan Pi Pim, sampai-sampai dia ga mau papa yang dorong strollernya, padahal biasanya dia hanya mau kalau papa yang dorong strollernya.

Lanjutkan membaca “Libur panjang menutup tahun 2013”

Merry Christmas 2013 and Happy New Year 2014

Posting ini merupakan posting rutin jelang akhir tahun 2013. Berhubung ada libur panjang tapi kami tidak keluar kota, jadilah kami jalan-jalan mulu setiap hari walau hanya dalam kota Chiang Mai saja. Rasanya sejak Jonathan semakin besar hampir setiap hari libur wajib jalan-jalan, sampai-sampai mau menceritakannya di blog sudah merasa kepanjangan duluan sangkin banyaknya yang mau diceritakan.

Oke daripada nggak jadi juga postingnya, mending di tuliskan sebelum lupa.

Selasa, 24 Desember 2013

Pulang dari KiddeeHouse, Jonathan main pasir sama teman-temannya, padahal sore itu kami dapat undangan makan malam natal di rumah salah seorang teman gereja, dilanjutkan nonton film klasik “White Christmas” (sayangnya lupa foto-foto pas makan malam). Acara nonton selesai jam 10, dan langsung berangkat bareng untuk kebaktian malam Natal jam 11 malam di gereja. Selama acara nonton Jonathan masih segar dan di perjalanan juga bilang dia mau ke gereja, tapi waktu sudah hampir sampai gereja Jonathan gak tahan lagi deh ngantuknya. Karena sudah kecapean akhirnya Jonathan ketiduran sepanjang acara di Gereja.

Kebaktian Natal pagi hari
Kira-kira dapat kado yang mana ya
Dapat hadiah dari Kun, isinya handuk
Sebelum makan siang, foto dulu
Mobil ini nih yang bikin jonathan bisa main sampai 2 jam totalnya
Seneng banget ekspresinya naik mobil
Sebentar-sebentar ganti mobil
Keluar masuk rumah bola
Main di kolam bola
Mewarnai

Rabu, 25 Desember 2013

Bangun pagi bergegas ikut kebaktian Natal di gereja, setelah dari gereja kami ke KiddeeHouse lagi untuk acara tukar kado dan test perkembangan anak. Jonathan dapat kalender KiddeHouse, handuk besar, dan beberapa permen/makanan serba manis yang biasanya anak-anak suka. Setelah dari Kiddee House, kami makan siang plus main di mall Central Festival yang baru buka di Chiang mai. Jonathan yang belum tidur siang hari itu bisa bertahan main 2 jam di playgroudnya, padahal kami pikir dia bakalan bertahan hanya 30 menit.

Sepertinya tulisannya harus bersambung ke posting berikutnya, semoga bisa ditulis sebelum berganti tahun ya 😀

Android murah

Sudah sebulan terakhir ini saya menggunakan smartphone Android murah merk lokal Thai (i-Mobile IQ9.1A, yang sebenarnya merupakan re-branding hp murah dari China). Sejauh ini saya cukup puas memakai benda ini. Di posting ini saya tuliskan pengalaman saya memakai benda ini dan observasi saya terhadap Android murah lain.

Sebenarnya benda yang saya beli ini bukan yang termurah, saya bisa mendapatkan benda serupa dengan memesan di AliExpress atau DealExtreme, tapi saya tidak mau menunggu lama, dan dengan membeli lokal saya bisa mudah mengurus garansi (benda dari China juga ada garansinya, tapi sulit mengurusnya, plus harus membayar ongkos kirim) dan saya bisa mencoba di tangan saya sebelum membeli.

Spesifikasi IQ9.1A yang saya beli: MTK6589 quad core, display IPS 1280×720, 1 GB RAM, 16 GB ROM, layar 5.7″, Android 4.2.1. Benda dengan spesifikasi (CPU, RAM, ROM) bisa dibeli dari merk lain (misalnya Sony), tapi layarnya umumnya tidak besar. Ada beberapa benda bermerk yang layarnya lebih besar, tapi resolusi layarnya lebih rendah.

HP Android terakhir yang saya beli beberapa tahun yang lalu masih memakai Android 2.2, dan setelah itu saya memakai Android di tablet (Transformer TF101 lalu Nexus 7). Karena tablet terasa berat, penggunaannya lebih terbatas (saya hanya sering membaca buku di tablet). Jadi baru kali ini saya benar-benar memakai Android secara ekstensif.

Ada beberapa hal yang saya sadari setelah memakai dan mengoprek benda ini. Pertama: menemukan aksesori untuk benda ini tidak mudah. Untungnya mereka sudah memberikan screen guard dan case. Sekarang saya menyadari kenapa orang banyak yang membuat tiruan persis smartphone yang sudah terkenal, dan kenapa orang mau membelinya. Alasannya bukan (cuma) gaya, tapi aksesori. Banyak sekali yang menjual aksesori untuk merk terkenal (misalnya cover, screen protector) sehingga mudah mencari penggantinya.

Dalam hal hacking, carilah benda dengan SoC yang terkenal, dan pastikan source nya tersedia. Bukan cuma source kernel, tapi keseluruhan framework Android. Bagi orang awam: cara termudah untuk mengeceknya adalah: jika CyanogenMod mendukung benda tersebut, maka source codenya cukup lengkap (sedikit sekali merk China yang disupport oleh Cyanogenmod). Benda yang saya pakai ini memakai MTK6589 yang sangat populer, tapi source framework Androidnya tidak tersedia (hanya kernel nya saja). Jika source code benda tersebut terbuka, maka jika versi Android baru dirilis dan pembuat produk tidak merilis versi baru, Anda bisa mendapatkan versi tidak resmi dari para hacker.

Pastikan factory /original ROM bisa didownload dari website resminya. Jika tidak: pastikan membackup ROM sebelum mulai ngoprek. Saya menyadari betapa pentingnya ini ketika berusaha meresize partisi internal dan gagal. Untungnya saya sudah membuat backup sistem sebelumnya, tapi karena tidak ada ROM resmi yang bisa saya download, saya perlu merekonstruksi partition table dan EBR dengan menghitung manual layoutnya.

Hal yang paling mengesalkan dari berbagai device android yang saya coba adalah masalah peletakan tombol, bahkan di merk terkenal, misalnya di Nexus 7 saya, posisi power dan volume up sangat dekat, dan sering sekali salah pencet. Jadi ketika memegang dan mencoba, pastikan semua posisi tombol nyaman dalam berbagai posisi. Ada satu hal yang agak mengesalkan dari Android: tombol home sering tidak responsif (dalam arti: kadang ada delay cukup lama sampai layar beralih ke home screen). Jika tombol home berupa tombol fisik, maka kita bisa merasakan “klik” dan yakin bahwa tombolnya sudah kita tekan, tapi jika tombolnya non fisik (seperti IQ9.1A atau Nexus) kadang hal itu membuat frustasi. Sekarang saya mengerti kenapa sebagian besar Android Samsung memakai tombol home fisik yang bisa diklik (selain meniru Apple, ternyata ada alasan teknisnya juga).

Mengenai display: saya sempat tergoda dengan layar full HD (1920×1080), tapi ternyata banyak yang complain bahwa dengan layar full HD kinerja menjadi lambat dan boros batere, sedangkan bagi sebagian orang layar HD sebenarnya sudah cukup. Ada beberapa ukuran layar untuk resolusi yang sama (dari 4 inch sampai 7 inch) jadi pixel density-nya berbeda (ppi). Sebagai perbandingn: Ukuran layar iPhone 5/5S adalah 4 inch, 1136×640 pixel (326 PPI). Nilai PPI yang tidak jauh dari itu sudah sangat bagus.

Teknologi touch yang dipakai saat ini sudah cukup standar (capacitive touch dengan 10 point), dan hampir semua Android murah sudah memakai ini (kecuali yang sangat murah, ada yang hanya bisa 2 point). Sebagian Android murah sudah memakai Gorilla glass yang scratch resistant, tapi jika tidak yakin, tetaplah memakai screen guard. Sekarang ini saya sedang mencoba memesan scren guard yang lebih baik dari AliExpress (yang sekarang ini mudah sekali kotor).