Kabel HDMI

Udah lama kami nggak nginep di hotel. Dan ini pengalaman pertama bagi Jonathan untuk nginep di hotel waktu kami ke Bangkok untuk mengurus paspor Jonathan dan Risna. Hotel yang kami pilih ternyata cukup bagus (memang nggak terlalu murah sih, kami pilih yang paling dekat dengan kedutaan, cuma 5 menit jalan). Nama hotelnya “The Residence”.

Waktu sampai sana, saya baru tahu bahwa TV yang dipakai sudah modern dengan konektor HDMI. Satu-satunya device yang kami bawa selain handphone adalah PlayBook. Setiap kali melihat TV, Jonathan selalu bilang “aa aaa” maksudnya minta diputarkan lagu “Worship You Forever“.

Karena kedutaan berada di sebelah Panthip Plaza, kamipun pergi ke sana, membeli kabel micro HDMI to HDMI. Harganya 490 baht.


Hasilnya jadi bisa nonton


Browsing-browsing di layar besar juga bisa


Lain kali kabel ini memang patut dibawa ke mana-mana, mengingat sudah banyak TV modern di berbagai tempat.

Windows 7, SSD, tablet Xp-pen dan Asus RTN16

Sudah lama tidak bercerita mengenai hardware dan komputer yang saya pakai. Karena baru membeli beberapa software dan hardware baru, ceritanya akan saya tuliskan (sekaligus sebagai pengingat bagi saya).  Dalam tulisan ini saya akan membahas mengenai Windows 7, SSD, graphic tablet Xp-pen, dan Wireless router RTN16.

Lanjutkan membaca “Windows 7, SSD, tablet Xp-pen dan Asus RTN16”

Kindle

Dari dulu saya suka membaca buku elektronik di PDA, jadi sejak jaman Palm OS sekitar 10 tahun yang lalu, Pocket PC, Symbian, Sony Reader, dan terakhir Kindle. Nah di posting ini saya cuma mau cerita mengenai Amazon Kindle.

Kindle adalah ebook reader (pembaca buku) dari Amazon. Pembaca buku ini sudah dirilis sejak tahun 2007 untuk Amerika, sedangkan secara internasional baru mulai awal 2010. Ada banyak seri kindle, hampir semua (kecuali Kindle Fire) memakai layar e-ink (elektronic ink) yang nyaman di mata dan baterenya tahan berminggu-minggu.

Buku-buku untuk kindle bisa dibeli di amazon, dan akan dikirimkan secara elektronik. Untuk versi Kindle 3G, pengiriman bisa dilakukan via jalur seluler, sedangkan untuk seri WIFI, pengiriman akan dilakukan jika ada WIFI. Bisa juga bukunya kita download ke PC, lalu dicopykan ke kindle via USB.

Amazon juga menyediakan Kindle for PC, for Android, iOS (iPhone/iPod Touch/iPad). Fiturnya hampir sama dengan device kindle yang dijual oleh Amazon. Jadi jika tidak punya uang untuk membeli Kindle, kita masih bisa menggunakan Kindle for PC untuk mendownload dan membeli buku dari Amazon. Amazon juga menyedikan Cloud Reader, supaya kita bisa membaca buku dari browser.

Kami sendiri agak jarang memakai kindle for PC karena capek membaca di depan layar komputer.

Sebagai catatan: meski tersedia internasional, saat ini Indonesia dan Singapore belum termasuk negara yang didukung. Kemarin teman saya tidak bisa mendownload Kindle For PC dari Indonesia. Sekarang ini saya tinggal di Thailand, dan Kindle Internasional baru didukung di Thailand sejak tahun lalu. Tentunya walaupun tidak didukung resmi, ada saja orang yang menjual Kindle di Indonesia, dan Anda bisa memasukkan buku (baik secara legal maupun tidak).

Lanjutkan membaca “Kindle”

The Hunger Games trilogy

Sejak Jonathan bertambah besar, waktu kami untuk membaca buku novel semakin sedikit. Sebagian besar waktu kami dipakai untuk membaca buku parenting, berbagai macam artikel di web mengenai makanan bayi, vaksinasi, kesehatan bayi, dsb. Sampai sekarang kami juga belum nonton lagi di bioskop. Kasihan Jonathan kalau harus ditinggal bersama orang lain beberapa jam. Dab sejujurnya kami belum menemukan orang yang cukup kami percaya untuk menjaga Jonathan (dan dipercaya oleh Jonathan).

Akhir-akhir ini lagi seru film The Hunger Games. Kebetulan waktu lagi baca reddit, nemu ada promo: 3 buku trilogi Hunger Games, harganya masing-masing 1.51 USD, 1.68 USD, dan 1.68 USD (totalnya: 4.87 USD harga aslinya totalnya: 32.47 USD). Sebenarnya sangat mudah menemukan buku bajakan di Internet, tapi sebisa mungkin kami tidak membajak, jadi tawaran ini sangat menggiurkan.

image

Awalnya bukunya saya baca di aplikasi Kobo for PlayBook, tapi lama-lama capek juga membaca di LCD. Akhirnya saya strip DRM-nya dan dikonversi agar bisa dibaca di Kindle. Ternyata bukunya menarik, dan saya bisa membacanya sangat cepat. Bukunya tipis jika dibandingkan dengan seri Harry Potter. Saking penasarannya, ketika saya nyetir, saya aktifkan text to speech di kindle walaupun suaranya seperti robot.

Setelah menyelesaikan buku pertama, Risna saya sarankan ikut membaca juga. Dan ternyata Risna juga tertarik membaca, dan Risna bisa menyelesaikan dengan cepat semua serinya. Kesimpulannya: ceritanya seru, cara berceritanya cukup menarik, dan ceritanya cukup banyak surprisenya. Kami juga cukup setuju dengan endingnya.

Setelah selesai membaca, baru saya cari-cari di Internet mengenai reviewnya (saya baca belakangan, karena takut ada spoiler). Banyak yang membandingkan ini dengan Battle Royale. Menurut saya sih ada sedikit kemiripan (terutama buku pertama), tapi banyak juga perbedaannya (terutama buku kedua dan ketiga). Silakan dibaca sendiri aja deh kalau mau membandingkan.

Sebenarnya kami sangat menikmati membaca buku cerita, tapi buku seperti itu cenderung menyita banyak waktu, kalausedang asik membaca kami jadi malas mengerjakan hal-hal lain. Kebetulan sekarang ini di kantor sedang ada banyak pekerjaan, jadi karena sudah capek memprogram di kantor, di rumah saya gunakan untuk menyelesaikan membaca buku. Sesekali enak juga membaca buku Novel, bisa agak rileks, tapi mungkin lain kali membaca buku yang satu aja, jangan yang trilogi, terlalu lama bacanya, dan begitu selesai satu buku, langsung penasaran dengan buku berikutnya.

(Hampir) 5 Tahun di Chiang Mai

Kami tiba di Chiang Mai bulan Mei taun 2007 cuma berdua saja, sekarang kami sudah bertiga dengan Jonathan. Masih ingat bulan-bulan pertama menginjakkan kaki di Chiang Mai, kota ini terlihat sangat “nyaman”. Kota kecil yang mall nya cuma 1 dan walaupun banyak bulenya tapi bahasa inggris orang Thai sangat terbatas di kota ini (plus aksennya yang sulit dimengerti). Udaranya juga waktu itu lagi sejuk, katanya musim panas, tapi entah kenapa waktu itu sering ada hujan mendadak yang sangat deras lalu berhenti seketika dan memberikan udara sejuk lagi.

Sebelum sampai di sini sering dengar cerita kalau kota ini pernah kebanjiran hebat. Lalu pada musim panas sebelum kami tiba ada asap menyelimuti kota Chiang Mai karena kebakaran hutan yang diakibatkan pembakaran ladang sisa panen ataupun membuka lahan baru. Dan setelah hampir 5 tahun tinggal di sini, kami mengalami juga tuh yang namanya kebanjiran (walaupun kami cukup aman karena tinggal di lantai tinggi) dan sebulan terakhir ini chiang mai dipenuhi polusi dengan kadar pm10 yang rata-rata diatas 50 dan bahkan pernah mencapai 300. Idealnya kalau sudah begini harusnya kami mengungsi dari kota ini, tapi ya mudah-mudahan dengan menggunakan air purifier dan jarang keluyuran diluar kami (terutama Jonathan) bisa tetap sehat-sehat saja.

Selama (hampir) 5 tahun di sini, ada beberapa pandangan yang berubah dari kota ini. Misalnya: ternyata udaranya ga selalu sejuk, bahkan adakalanya di musim panas rasanya puanassss banget, tapi musim dinginnya sih lumayan ga terlalu dingin, malahan rasanya menyenangkan karena ga sampai menggigil kalau dirumah (masih lebih dingin dari di Indonesia sih). Musim hujannya kadang-kadang walau hujan tapi panas (kalau di Bandung perasaan musim hujan itu pasti dingin). Range suhu di sini bisa antara 40 derajat (di musim panas) sampai 8 derajat celcius (terutama di malam hari di musim dingin)

Perubahan yang ga begitu bagus adalah: belakangan ini entah kenapa semakin banya yang merokok di Chiang Mai *higs*, padahal dulu rasanya senang sekali ga terganggu dengan asap rokok, nggak ngerti juga apa yang membuat orang di kota ini jadi tambah banyak yang merokok :(. Perubahan bagusnya adalah semakin banyak ketemu orang Indonesia di sini, terus ternyata banyak mahasiswa di Chiang Mai University yang bisa bahasa Indonesia (beberapa kali ketemu di ratchepreuk). Terus bahkan nemu travel yang katanya sering bawa orang Indonesia jalan-jalan di Chiang Mai. Bisa buat referensi kalau keluarga mau dateng ramai-ramai ntar.

Masih betah di Chiang Mai? masiiih hehehhe. Ternyata kami cocok di kota kecil. Klo denger soal Bandung yang sekarang sering macet rasanya jadi bingung klo pulang ke Indonesia ke mana ya? kota kecil yang ga macet tapi fasilitas internetnya kenceng. Akses ke ibukota juga diperlukan sih, klo kudu naik bis lebih dari 3 jam sebelum mencapai bandara mah ga mauuu (klo sekarang enaknya bandara dicapai dalam waktu 15 menit termasuk parkir). Tapi kita lihat saja nanti, entah masih berapa lama di kota ini, sejauh ini sih masih betah aja (walaupun masih belum fasih juga bahasa Thainya). Semoga tahun ini bisa semakin fasih biar tambah betah di Chiang Mai hehehhe.

Review NAS D-Link DNS-320

Sebenarnya sudah lama punya benda ini, dan pengen nulis mengenai benda ini, tapi selalu lupa. Kemarin ada yang comment minta review ini, jadi inget lagi untuk mereview DNS-320 ini. Sebelumnya saya sudah punya beberapa Network Attached Storage (NAS) untuk porting FreeBSD, sebagian besar saya dapatkan gratis.

NAS ini cukup powerful, CPU ARM 800 Mhz dan RAM 128Mb. NAS saya sebelumnya cuma memiliki RAM 32 MB dan hanya 200 Mhz, dan hanya punya port 100mbps. NAS ini bisa menampung 2 harddisk 3.5″ (harddisk desktop), bisa dalam mode RAID, atau dianggap jadi 2 harddisk terpisah. Port Ethernetnya sudah gigabit, jadi menyalin file dari dan ke NAS bisa dilakukan sangat cepat. Harga benda ini sekitar 3000 baht (99 USD) waktu saya beli sekitar 6 bulan yang lalu.

Lanjutkan membaca “Review NAS D-Link DNS-320”

Lagi-lagi pindah hosting

Belum ada 2 bulan sejak saya hosting di csoft.net sekarang sudah kembali lagi ke prgmr. Di bulan pertama, layanan csoft.net bagus sekali, tapi kemudian mulai banyak masalah, pertama salah satu situs diblok karena terlalu banyak request, lalu saya dipindah ke server lain, dan sudah dua kali disk spacenya habis. Niatnya pindah ke csoft.net adalah supaya saya tidak memikirkan masalah backup dan menjaga server tetap hidup dan selalu menggunakan software terbaru (jika ada masalah bug keamanan).

Ternyata hosting 25 USD/bulan (26.3 USD dengan pajak) ini sangat tidak memuaskan. Hal yang mengecewakan adalah: saya berjualan software TinyController memakai hosting itu, jadi ketika situsnya down, artinya ada pembeli potensial yang batal mencoba atau membeli software saya. Saya juga sering tidak sabar menunggu admin membereskan masalah.

Setelah mempertimbangkan banyak hal: ternyata saya lebih suka VPS, meski harus repot, saya bisa mengambil tindakan apapun dengan cepat, dan tidak perlu kesal menunggu beberapa jam sampai sebuah masalah diselesaikan. Saya mengambil 2 paket VPS, yang satu memakai RAM 1 GB (192 USD/tahun), yang satu 512 Mb (115.2 USD/tahun), atau sekitar 25.7 USD/bulan. Bagusnya saya mendapatkan 2 IP (tapi saya meminta 1 extra IP dengan biaya 5 USD, jadi saya punya 3 IP).

Lanjutkan membaca “Lagi-lagi pindah hosting”