Males Ngeblog

Belakangan ini tambah males ngeblog. Banyak godaan lain yang perlu dilakukan selain ngeblog. Sebenarnya, kadang-kadang menjelang tidur, ada baris-baris kalimat yang muncul di kepala dan rasanya cocok untuk diketikkan di blog. Jadi ingat masa lalu di mana blog adalah sarana untuk menuliskan unek-unek panjang lebar yang kadang-kadang hanya diinspirasikan dengan menonton film bisa jadi pembahasan kemana-mana.

Sebenernya sekarang juga masih sering ingin ngeblog panjang lebar seperti itu. Tapi…ada banyak hal yang menahan untuk tidak menuliskannya. Kadang-kadang mikir, ah ntar ada yang tersinggung dengan tulisan saya. Ah ntar banyak yang protes. Ah biarin ajalah ga usah ditulis, toh ga penting-penting amat dan selain itu tentu saja kesibukan sehari-hari yang membuat akhirnya malas nulis.

Oh ya, salah satu alasan ga nulis lagi di blog adalah, sekarang ini kalau ada unek-unek langsung dibahas berdua dengan Joe. Kami selalu punya cara pandang yang hampir sama, jadi…kalau ada yang saya liat ga pas dibahas dengan Joe, dan selesai deh ga nyampe lagi ke blog :P.

Anyway, daripada nulis panjang kali lebar, sekarang ini lebih demen merajut atau nulis blog tentang berita-berita IT (ini udah agak terbengkalai tapi baru dimulai lagi).

Tempe

Tempe (atau Tempeh kalo ditulis dalam bahasa Inggris) adalah makanan khas dari pulau Jawa. Di Chiang Mai ini kami makan tempe goreng baru dua kali. Yang pertama waktu beli di Bangkok (salah satu jemaat di gereja ada yang jual tempe), dan yang kedua kali adalah minggu ini waktu Risna berhasil bikin tempe sendiri (dari kedele + laru). Di Chiang Mai ini nggak ada yang jualan tempe, jadi karena malas dan mahal pergi ke Bangkok, Risna memutuskan untuk membuat tempe sendiri. Petunjuk pembuatannya bisa dibaca di blog masakan Risna. Sebenarnya kemarin waktu pulang liburan, Risna sudah berguru ke ibuku mengenai cara membuat tempe, tapi belum sempat dipraktikkan di Indonesia. Nah karena kurang yakin, kami mencari dulu info di Internet mengenai tempe ini.

Ternyata banyak sekali resource di Internet mengenai tempe. Artikel wikipedia mengenai tempe ternyata cukup bagus. Ada perusahaan di belgia yang menjual ragi tempe (tempeh starter kit). Ada beberapa buku berbahasa Inggris (yang tidak dikarang oleh orang Indonesia) yang membahas tempe. Dan bahkan tempe sudah banyak ditemui di Eropa dan Amerika untuk para vegetarian sebagai pengganti daging. Bahkan ada artikel di Motherearth dari tahun 1977 yang membahas mengenai cara membuat tempe.

Selain artikel-artikel berbahasa Inggris, kami juga menemukan sebuah file PDF menarik dari website SMK 1 Nabire mengenai langkah lengkap pembuatan tempe, bahkan juga ragi tempe. Penjelasannya lengkap, dilengkapi gambar dan dasar teori. Contoh teori misalnya: tahukah kamu kalau jamur yang tumbuh di tempe itu berbeda-beda di berbagai wilayah? sehingga rasa tempe pun berbeda meski yang paling terkenal adalah Rhizopus oligosporus. Sekarang saya mengerti kenapa Ibu saya selalu bilang kalau tempe Jakarta dengan tempe Solo rasanya beda (di Solo jamurnya adalah R. oryzae dan R. stolonifer, di Jakarta Mucor javanicus, Trichosporum pullulans dan Fusarium sp.).

Setelah lama nggak makan tempe, sekarang jadi semakin menyadari bahwa tempe itu makanan yang sehat, enak, dan ternyata tempe sudah dihargai di seluruh dunia.

Kembali ke Chiang Mai

Selamat Hari Natal dan Tahun Baru

Setelah melakukan perjalanan dari Chiang Mai ke Bandung, ke Depok, ke Solo, ke Depok lagi, lalu ke Medan, lalu ke daerah danau Toba, akhirnya hari ini kami akan kembali ke Chiang Mai. Semoga perjalanannya lancar.

Lumayan juga di Bandara Polonia Medan ini ada hotspot Telkomnya.

Indonesia Memang Lebih Indah

Setelah 2 hari berada di Bandung, akhirnya sudah nyampe Depok lagi.

Di Bandung tidak sempat bertemu 1 orang temanpun sama sekali :(, ternyata emang lebih mudah ketemu teman-teman di internet daripada ketemu antara Kopo-Antapani-Buahbatu-Cimahi. Ya… tapi setidaknya misi di Bandung kesampaian untuk ngubek-ngubek BEC,berhasil menemukan 2 gadget menarik dan bersantai di Jhony Andrean.Nonton film belum kesampaian, tapi masih bisa di Depok lah ntar, gampang.

Misi berikutnya di Bandung yang kesampaian adalah mengeksplor daerah wisata di sekitar Jawa Barat. Sekian lama tinggal di Bandung ga sempat jalan-jalan ke sekitar Bandung, setelah tinggal jauh dari Bandung disempet-sempetin ke tempat wisata yang menurut gue sih Indonesia emang jauh lebih indah dibanding negara lain di Asia, sayangnya, tempat wisatanya ga terlalu dikelola seperti di Chiang Mai. Tapi tetap saja, turis domestik banyak banget. Sayangnya acara jalan-jalan di ganggu gerimis hujan, huh. Oh ya, ternyata sate kelinci rasanya ga jauh beda dari sate ayam, tapi lebih enak dari sate kambing (kebetulan sate kambingnya keras euy).

Kunjungan singkat ke Bandung tapi cukup menyenangkan. Ga tau kapan lagi ke Bandung, tapi selalu ada alasan untuk mudik ke Bandung.

Kenikmatan Hidup ada di Indonesia

Hore, sampe juga di Indonesia. Setelah di Singapur pesawatnya sempet gagal starter dan ganti suku cadang dulu. Sampai juga di Jakarta dengan selamat walau akhirnya telat beberapa jam. Berangkat pagi dari rumah di Chiang mai jam 9, nyampai rumah Bandung jam 11 lewat. Tapi tentunya teh botol sudah dinikmati di perjalanan. Sambil minum teh botol dan makan pop mie, Joe tak henti-hentinya bilang : kenikmatan hidup ada di Indonesia hehe. Selama 2 minggu ke depan masih akan merasakan kenikmatan hidup :). Anyway, selamat Natal dan Tahun Baru buat kita semua 😀

Menyumbang untuk FSF

[FSF Associate Member]Sejak kenal Linux waktu masuk ITB, saya mulai seminimal mungkin menggunakan software bajakan dan mulai aktif di open source. Mulai dari menulis beberapa program open source (Symbian bible, CAV, dan beberapa program kecil lain), training Linux di ITB, sampai beberapa kali ikut simposium open source (di Singapore, Vietnam, Taipei, dan Indonesia). Setelah bertahun-tahun menikmati software gratis yang kebanyakan dibuat oleh FSF (Free Software Foundation), saya merasa seharusnya ikut menyumbang dengan jadi member FSF. Sumbangan saya juga nggak banyak, cuma $10/bulan.

Sabagai informasi FSF ini adalah organisasi untuk proyek GNU. Kalau Anda memakai Linux, maka sebagian besar softwarenya merupakan karya GNU project. FSF juga yang menerbitkan lisensi GNU yang dipakai oleh puluhan ribu (dan mungkin ratusan ribu) software di Internet. Jika Anda memakai Mac OS X, maka ada cukup banyak aplikasi GNU yang disertakan dalam paket OS X.

Sebelum memutuskan untuk menyumbang, tadinya rasanya berat banget: wah 100 rb/bulan. Tapi kalo dipikir lagi: 100 ribu itu tidak terlalu banyak, mengingat kebanyakan orang sekarang menghabiskan lebih dari 100 rb untuk pulsa per bulan. Kalau dibandingkan dengan harga lisensi Windows XP dan Vista, harganya Windows berkali lipat dari sumbangan itu (dan harus dibayar di muka). Dengan uang 10 usd/bulan kira-kira dibutuhkan setahun untuk mendapatkan XP Home Edition, dan sekitar 2 tahun lagi untuk mendapatkan Office student edition. Oh iya, bagi student/mahasiswa, Anda juga bisa menyumbang hanya $5/bulan, alias kurang dari 50 rb rupiah.

Jadi untuk Anda yang bilang: wah beli software mahal, kalo murah sih saya mau beli. Nah sekarang Anda bisa menyumbang FSF untuk mewujudkan perkataan Anda itu. FSF memberikan software gratis, dan kita bisa membantu pekerjaan mereka dengan sedikit menyumbang. Bukankah sama saja: kalo Anda beli software itu sama dengan menyumbang penciptanya? (dan marketing, dan biaya lisensi, tapi intinya adalah ke pencipta software)

Sebagai tanda terima kasih atas sumbangan Anda, mereka akan memberikan CD GNU/linux bootable, dan satu hadiah (boleh memilih: buku Free Software Free Society atau USB Disk 256 mb dengan beberapa aplikasi GNU di dalamnya). Anda bisa mendapatkan email forwarding [email protected] dan Anda juga bisa “pamer” diri menampilkan ikon seperti yang ada di posting ini.

Saat ini FSF sedang berusaha merekrut 500 member baru. Ayo bergabung dan menyumbang mereka. Bukankah lebih baik memberi daripada sekedar selalu menerima?

Nenek

Hari ini nenekku meninggal. Ini nenek dari pihak Ibu, kalo dari pihak bapak, kakek dan nenek udah meninggal. Sedih, soalnya rencananya 11 hari lagi kami baru akan pulang ke Indonesia. Sedih karena belum sempat ketemu lagi sejak menikah (dan waktu nikah nenek gak dateng, karena dilaksanakan di Medan). Nenek ini saya panggil Simbok (yang sebenarnya di Jawa artinya “Ibu”) dan Ibu saya panggil “Emak”. Kakek dari pihak Ibu saya panggil “Pak tuo”.

Dulu, waktu aku masih kecil, kehidupan kami sangat miskin. Bapak masih bekerja sebagai karyawan rendahan di Surabaya. Sementara kehidupan belum menetap, aku dan emak tinggal di rumah pak tuo dan simbok di Sukoharjo. Setelah mendapat pekerjaan di Bogor, emak ikut ke bogor, ikut kerja di kantin Pabrik kaca tempat bapak bekerja. Kami ngontrak di gubug plastik. Tapi karena emak sakit, bapak menyarankan agar aku dan emak kembali lagi ke rumah pak tuo dan simbok. Sampai aku berumur 6 tahun baru kami pindah lagi ke Bogor (sekarang daerah itu masuk ke wilayah depok, karena di perbatasan jakarta timur).
Lanjutkan membaca “Nenek”