Klub Buku KLIP

Hari ini merupakan hari terakhir Zoom meeting Klub Buku KLIP tahun 2020. Karena pada malam hari Drakor Class ada IG Live FINALE juga, maka zoom meetingnya diadakan siang hari. Istimewanya, karena Drakor Class itu juga anggota KLIP juga, sebagian besar yang hadir di zoom meeting juga KLIPers yang anggota Drakor Class. Tapi tentunya, ketika kegiatan Klub Buku dimulai, cerita drakornya ditahan dulu yaa.. Hehehe.

Lanjutkan membaca “Klub Buku KLIP”

Klub Buku KLIP

Hari ini Klub Buku KLIP (Kelas Literasi Ibu Profesional) kembali mengadakan Zoom Meeting. Beberapa waktu belakangan hampir lupa membaca buku dan menuliskan reviewnya, nah sekarang KLIP mau mengingatkan lagi supaya kembali membaca buku. Katanya kan kalau mau menulis, kita juga perlu membaca buku (jangan cuma nonton drakor saja).

Sesi berbagi cerita buku yang sudah dibaca di Klub Buku KLIP

Ada 4 orang yang diminta untuk menceritakan buku yang sudah dibaca dan dituliskan reviewnya, selain itu siapa saja yang bisa hadir juga boleh membagikan buku menarik yang sedang mereka baca. Saya ingat, Zoom Klub Buku KLIP beberapa waktu lalu membuat saya mendapatkan beberapa bacaan menarik.

Lanjutkan membaca “Klub Buku KLIP”

“Alice in Wonderland,” Buku Klasik Kaya Inspirasi

Setelah membaca buku klasik The Wonderful Wizard of Oz sambil mendengarkannya di audible stories, saya jadi tertarik untuk membaca Alice’s Adventures in Wonderland. Iya, walau sudah sering sekali mendengarkan ceritanya dan garis besar ceritanya, saya baru menyadari ternyata saya belum pernah membacanya secara keseluruhan.

Cover Alice in Wonderland dari Amazon Classics

Buku Alice’s Adventures in Wonderland atau yang lebih sering disingkat menjadi Alice in Wonderland ini terbit tahun 1865. Penulisnya Charles Dodgson memakai nama pena Lewis Caroll, adalah seorang matematikawan yang menyenangi dunia literasi sejak kecil. Walaupun buku ini dalam kategori buku untuk anak-anak, tapi sebagai orang dewasa, saya cukup menikmati cerita dalam buku ini dan tidak bosan membacanya berkali-kali.

Lanjutkan membaca ““Alice in Wonderland,” Buku Klasik Kaya Inspirasi”

Big Bad Wolf Online di Thailand

Setelah tahun lalu tidak ada acara Big Bad Wolf (BBW) di Thailand, tahun 2020 ini, acara BBW kembali lagi dan berhubung pandemi, acaranya diadakan online tanggal 3-13 September 2020. Dan hari ini, buku-buku yang kami pesan sudah tiba semuanya.

Kalau 2 tahun lalu kami datang beberapa kali ke lokasi BBW, tahun ini juga kami memesan sebanyak 3 kali karena situsnya yang sempat lambat dan down. Sepertinya pandemi membuat banyak orang mencari buku bacaan bagus, dan BBW adalah waktunya membeli buku banyak dengan harga lebih murah.

Lanjutkan membaca “Big Bad Wolf Online di Thailand”

Lebih Memilih Buku Digital

Hari Sabtu lalu, saya memulai membaca buku Mark Manson yang ke-2, judulnya “Everything is F*cked: A Book About Hope”. Awalnya, saya membaca buku fisik, dapat pinjaman dari teman yang baru beli sekaligus buku 1 dan 2 dari Book Depository.

Gayanya mau baca banyak, nyatanya?

Saya membaca sambil menunggu anak-anak yang sedang belajar gambar. Di lokasi yang sama ada coffee shop yang sepi dan nyaman untuk duduk membaca. Jadi saya pikir, saya akan bisa membaca paling tidak beberapa bab dari buku ini.

Ternyata, saya sudah lama sekali tidak membaca buku fisik yang tulisannya kecil. Walau suasana sepi dan harusnya saya bisa konsentrasi membaca, nyatanya saya tidak bisa mengikuti bagian awal dari buku yang bercerita fakta sejarah dari seseorang bernama Pilecki dari Polandia dalam usaha heroiknya membela negaranya Polandia melawan Soviet dan Nazi yang pada masa itu terjepit di tengah-tengah.

Saya baru mulai tertarik ketika bagian buku mulai dengan ciri khas Mark dengan gaya bahasa yang terdengar kasar tapi mengandung kebenaran. Lalu saya pikir, “Oh saya tidak suka dengan fakta sejarah, makanya saya tidak bisa menikmati bagian depan bukunya”.

Lanjutkan membaca “Lebih Memilih Buku Digital”

Dorothy Ingin Pulang dan Singa Pengecut, “The Wonderful Wizard of Oz”

Tulisan ini akan menjadi bagian terakhir membahas karakter yang ada di buku “The Wonderful Wizard of Oz”. Sebelumnya saya sudah menuliskan tentang Tin Woodman yang ingin punya hati dan Scarecrow yang ingin punya otak. tulisan kali ini membahas tokoh utama dari buku ini seorang gadis kecil dari Kansas bernama Dorothy yang ingin Pulang ke Kansas dan usahanya untuk pulang, dan Singa Pengecut yang ingin meminta keberanian supaya hidupnya lebih bahagia.

Dorothy Ingin Pulang

Bagian yang menarik dari tokoh Dorothy buat saya adalah, walaupun tanah Oz merupakan tempat yang lebih indah dari Kansas, tapi dia lebih ingin pulang ke rumahnya untuk bertemu dengan Bibi Em dan Paman Henry. Alasannya ya karena setiap manusia selalu merasa kalau tidak ada tempat yang lebih baik selain rumah sendiri.

The Scarecrow listened carefully, and said, “I cannot understand why you should wish to leave this beautiful country and go back to the dry, gray place you call Kansas.”

“That is because you have no brains” answered the girl. “No matter how dreary and gray our homes are, we people of flesh and blood would rather live there than in any other country, be it ever so beautiful. There is no place like home.”

Alasan Dorothy ingin pulang ke Kansas

Ketika mendengar alasan Dorothy yang sangat sederhana, saya teringat dengan peribahasa “Hujan emas di negeri orang, Hujan batu di negeri sendiri, lebih baik di negeri sendiri.” Sepertinya inilah juga yang dirasakan Dorothy, walaupun tanah Oz indah dibandingkan Kansas, tetap saja dia lebih suka tinggal di Kansas. Dia juga ingin pulang karena tidak ada tempat yang lebih baik daripada rumah sendiri.

Lanjutkan membaca “Dorothy Ingin Pulang dan Singa Pengecut, “The Wonderful Wizard of Oz””

Scarecrow Pemikir, “The Wonderful Wizard of Oz”

Tulisan kali ini masih melanjutkan membahas karakter di dalam buku “The Wonderful Wizard of Oz”, tentang Scarecrow, salah satu tokoh yang menjadi teman Dorothy dalam usahanya mencari cara kembali ke Kansas dari tanah Oz. Scarecrow dikisahkan terbuat dari jerami dan tidak mempunyai otak. Dia ingin meminta otak kepada penyihir Oz yang tinggal di Emerald City.

Seperti halnya Tin Woodman, sebenernya Scarecrow tidak memiliki hati dan otak, karena seluruh bagian tubuhnya terbuat dari jerami. Tetapi, dia lebih ingin memiliki otak, karena beberapa alasan. Berikut ini beberapa alasan dari Scarecrow kenapa dia memilih otak dan bukan hati.

Scarecrow tidak mau disebut bodoh

“I don’t mind my legs and arms and body being stuffed, because I cannot get hurt. If anyone treads on my toes or sticks a pin into me, it doesn’t matter, for I can’t feel it. But I do not want people to call me a fool, and if my head stays stuffed with straw instead of with brains, as yours is, how am I ever to know anything?”

“All the same,” said the Scarecrow, “I shall ask for brains instead of a heart; for a fool would not know what to do with a heart if he had one.”

Scarecrow, “The Wonderful Wizard of Oz”

Menurut scarecrow, karena dia terbuat dari jerami, dia tidak bisa merasakan sakit. Jadi, dia tidak butuh hati untuk merasakan sesuatu. Tapi dia punya keinginan untuk mengetahui banyak hal. Dan untuk mengetahui banyak hal itulah dia merasa otak dibutuhkan.

Mungkin konsep otak yang dimaksud Scarecrow di sini seperti prosesor untuk memproses dalam mencari penyelesaian masalah dan harddisk untuk menyimpan pengetahuan kali ya buat dia. Makanya dia merasa perlu banget itu ada bentuk fisik otak.

Menurut Scarecrow, kalau dia punya hati tapi tidak punya otak, akhirnya dia akan menjadi orang bodoh yang tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan hati dan apa yang dia rasakan karena dia tidak punya otak untuk memikirkannya.

Otak itu yang paling berharga di dunia ini

“I felt sad at this, for it showed I was not such a good Scarecrow after all; but the old crow comforted me, saying, ‘If you only had brains in your head you would be as good a man as any of them, and a better man than some of them. Brains are the only things worth having in this world, no matter whether one is a crow or a man.’

Percakapan scarecrow dan burung gagak

Dari percakapan scarecrow dengan burung gagak, dia merasa kalau dia punya otak maka dia akan menjadi orang yang lebih baik. Kalau kata burung gagak memiliki otak adalah hal yang paling berharga di dunia ini. Dan Scarecrow pun menganggap demikian.

Kalau dilihat dari cerita secara keseluruhan, walaupun Scarecrow merasa seperti orang bodoh yang tidak tahu apa-apa karena tidak punya otak, tapi sebenarnya dia yang paling banyak berpikir dan mengusulkan berbagai solusi ketika mereka menghadapi rintangan diperjalanan.

Berikut ini dua contoh bagian dalam petualangan mereka, di saat yang lain sudah kehabisan ide, akhirnya Scarecrow yang punya solusi.

“What shall we do?” asked Dorothy despairingly.

“I haven’t the faintest idea,” said the Tin Woodman, and the Lion shook his shaggy mane and looked thoughtful.

But the Scarecrow said, “We cannot fly, that is certain. Neither can we climb down into this great ditch. Therefore, if we cannot jump over it, we must stop where we are.”

“I think I could jump over it,” said the Cowardly Lion, after measuring the distance carefully in his mind.

“Then we are all right,” answered the Scarecrow, “for you can carry us all over on your back, one at a time.”

===

So they sat down to consider what they should do, and after serious thought the Scarecrow said:

“Here is a great tree, standing close to the ditch. If the Tin Woodman can chop it down, so that it will fall to the other side, we can walk across it easily.”

“That is a first-rate idea,” said the Lion. “One would almost suspect you had brains in your head, instead of straw.”

Ide Scarecrow dalam menghadapi masalah yang dihadapi

Kalau Kamu Pilih Hati atau Otak?

Kalau dipikirkan lagi, alasan Tin Woodman memilih hati cukup masuk akal. Alasan Scarecrow memilih otak juga tidak salah. Tapi kalau kita harus memilih salah satu, sepertinya jawaban setiap orang tidak akan sama.

Saya sendiri tidak bisa memilih antara hati dan otak, rasanya butuh keduanya walaupun dengan memiliki keduanya tidak otomatis membuat saya orang paling bijaksana ataupun paling cerdas sedunia.

Kalau kamu bagaimana?

Penutup

Saya merasa kagum dengan penulis cerita buku ini. Bagaimana penulis bisa menciptakan tokoh yang menginginkan sesuatu yang secara fisik tidak ada, tapi pada jalinan ceritanya ditunjukkan kalau mereka sebenarnya sudah memiliki apa yang mereka inginkan. Mereka hanya perlu merasa memiliki bentuk fisiknya untuk percaya kalau mereka bisa berpikir ataupun bisa memiliki perasaan.

Banyak dari kita secara tidak sadar seperti Tin Woodman dan Scarecrow yang membutuhkan bentuk fisik atau simbolisme dari sesuatu untuk merasakan sesuatu itu sah. Misalnya dulu waktu pertama kali tidak bisa pulang di masa Natal dan tahun baru ke Medan, saya merasa sedih sekali dan seperti Natal tidak sah karena sendiri. Padahal ya Natal dan Tahun Baru nya esensinya jauh lebih luas daripada kumpul dengan keluarga.

Masa pandemi ini kita butuh menggunakan hati dan pikiran kita lebih lagi. Jangan mau kalah dengan Tin Woodman dan Scarecrow yang merasa tidak bisa mengasihi karena tidak punya hati ataupun merasa bodoh karena tidak punya otak. Padahal mereka tetap bisa mengasihi dan berperasaan selain memikirkan solusi tanpa mereka sadari.