Buku: People Can’t Drive You Crazy If You Don’t Give Them the Keys

cover buku

Kesan pertama saya: panjang banget ya judulnya. Padahal buku ini cuma 210 halaman. Dari judulnya saja udah kebayang kan isinya kalau buku ini kategori selfhelp.

Saya mendapat buku ini ketika ada teman yang memberitahu kalau buku ini sedang ada promosi gratisan versi kindle-nya. jadi saya pikir, ya cobalah dibaca, apakah ada tips-tips menghindari orang-orang yang kadang bikin kita merasa lepas kontrol karena gak bisa mengatasi emosi.

Buku ini juga bisa dibaca gratis kalau berlangganan kindle unlimited. Ada versi audible nya juga buat didengarkan.

Kuncinya ada di kamu

Banyak yang merasa semakin lama dunia ini semakin gila dan banyak orang yang bikin kita kehilangan kesabaran dan ikutan gila. Sebenarnya sejak tinggal di Chiang Mai, bisa dibilang saya secara ga langsung mempraktikkan judul buku ini dengan tidak mudah bereaksi kalau ada hal yang bikin frustasi. Walupun kadang-kadang kayaknya menghadapi anak balita rasanya lebih bikin emosi daripada orang dewasa yang banyak tingkah.

daftar isi buku

Dari daftar isi buku ini, semakin kebayang isi bukunya seperti apa. Contoh-contoh yang diberikan cukup menarik dan ada juga yang memang pernah terjadi dengan saya.

Contoh yang paling nyata saya praktikkan adalah: kita tidak bisa mengendalikan orang lain, tapi kita bisa mengendalikan apa yang respon kita terhadap suatu keadaan. Kita juga harus bisa menerima ada hal-hal yang diluar kendali kita, dan kalau memang ada orang super ngeselin sebaiknya dihindari saja daripada kita berusaha keras membuat dia gak ngeselin tapi tanpa hasil.

Kita tidak bisa mengubah orang lain, tapi kita bisa mengubah reaksi kita

Ada contoh mengenai berurusan dengan keluarga. Kalau cuma kenalan atau orang lain bahkan teman di facebook, kita bisa dengan mudah hindari berhubungan dengan mereka dengan cara memutuskan hubungan pertemanan atau gak usah ajakin ngobrol. Nah bagaimana dengan keluarga ? kita ga mungkin kan memutuskan hubungan dengan keluarga kita.

Untuk hal ini akhirnya kembali ke mengubah perspektif kita dan berusaha meminimalisasi ketemu/ kontak biar gak sering rusuh hehehe. Kalaupun tahu akan bertemu, kita perlu mempersiapkan mental kita untuk tidak cepat bereaksi dan menerima kalau kadang-kadang kita akan menerima komentar-komentar yang belum tentu sesuai dengan prinsip kita (ini sih lebih gampang teori daripada praktik ya).

Banyak contoh-contoh dalam buku ini yang bikin saya mengangguk-angguk setuju. Tapi saya juga belum bisa 100 persen melakukannya terutama kalau lagi lelah dan menghadapi anak bertingkah. Tapi ya kuncinya mungkin jangan tidur larut biar besoknya punya energi menghadapi anak hehehe.

7 Kunci memiliki hubungan baik dengan orang lain

Di akhir buku ini disebutkan 7 kunci untuk memiliki hubungan yang baik dengan orang lain, bisa dilihat dari daftar isinya. Diakhir buku juga ada kesimpulan bagaimana 12 tips untuk memiliki melakukan 7 kunci itu.

12 tips untuk memiliki hubungan yang sehat

Saya coba tuliskan lagi 12 tips untuk memiliki hubungan yang sehat:

  • pisahkan kebiasaan gila dari orangnya, kemungkinan kita juga punya (hindari kegilaanya bukan orangnya)
  • percayalah perubahan selalu mungkin dilakukan
  • jangan merasa bertanggung jawab atas pilihan orang lain (yang mungkin saja salah)
  • jangan bergantung pada orang lain
  • jangan berharap orang lain berubah, lebih memungkinkan untuk mengubah diri sendiri
  • kita tidak bisa mengubah masa lalu, tapi kita bisa mengubah bagaimana respon kita atas apa yang telah terjadi di masa lalu
  • percaya selalu ada harapan untuk masa depan
  • jangan mau jadi korban dengan membiarkan orang lain mengendalikan hidup kita
  • perubahan itu butuh waktu (belajar sabar)
  • semua sukses butuh usaha dan selalu ada risiko gagalnya
  • selalu persiapkan diri kalau tahu akan ketemu orang yang sering bikin kita emosi, pilih kata yang baik untuk hasil yang lebih baik
  • pilih untuk berpikir lalu merespon daripada langsung bereaksi menghadapi kegilaan yang ada

Saya tidak tahu apakah buku ini sudah ada versi terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia atau belum, tapi bahasa Inggrisnya cukup mudah dicerna dan tidak banyak istilah yang sulit seperti buku-buku selfhelp lain. Kalaupun tidak baca bukunya, semoga dari tulisan ini ada hal yang bisa dipakai untuk membantu kita menghadapi orang-orang yang bikin kita jadi ‘gila’.

Buku: Bila Hidup Sebuah Permainan, Inilah Aturannya

Judul bukunya panjang banget ya hahaha, udah judul sepanjang itu, masih ada lagi lanjutan judul kecilnya: sepuluh aturan untuk menghadapai tantangan hidup.

Buku ini saya beli tahun 2004 di toko buku mahasiswa di kampus. Buku terjemahan terbitan Gramedia ini sebenarnya tipis, cuma 152 halaman, tapi butuh waktu lama buat saya untuk mencernanya. Hampir semua baris bisa di jadikan kutipan dan juga saya garis bawahi hehehe.

Isi buku ini secara keseluruhan garis besarnya ada di dalam halaman depan berikut ini dengan judul sepuluh aturan untuk jadi manusia.

Buku ini termasuk kategori selfhelp. Isi bukunya memberikan penjelasan lebih detail mengenai tiap aturan. Kalau dilihat dari daftar isinya, kira-kira itulah poin-poin dari setiap aturannya. Tapi bagaimana maksud dari setiap poinnya? ya itulah yg dijelaskan dalam paragraph-paragraph yang ada dalam buku ini.

Setelah membaca buku ini, saya agak bertanya-tanya kenapa penulis memberi judulnya bila hidup ini sebuah permainan, inilah aturannya. Judul lebih singkat seperti judul rangkuman diatas juga sudah mencerminkan isi buku ini. Dan lagi, saya kurang setuju kalau hidup ini sebuah permainan hehehe, tapi saya mengerti maksudnya penulis intinya mau menuliskan dalam menghadapi tantangan dalam kehidupan, ada hal-hal dasar yang perlu kita pahami supaya kita tidak langsung menyerah kalah.

Anda memiliki sebuah tubuh

Ya tiap orang cuma punya satu tubuh, jadi untuk itu kita harus bisa menerima diri sendiri, menghargai diri sendiri, menghormati diri sendiri dan juga tidak lupa menikmati hidup dengan panca indra yang ada dalam tubuh kita. Kesimpulan saya: dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat.

Pelajaran akan disajikan kepada Anda

Terimalah pelajaran itu dengan tangan terbuka, tentukan pilihan dari pelajaran yang tersaji, terimalah kalau keadilan dalam hidup ini bukan berarti sama rata sama rasa, dan muliakanlah diri Anda dengan segala kekurangan yang ada. Kesimpulan saya: terimalah kalau lagi diajar supaya bisa belajar.

Tidak ada kesalahan, yang ada hanya pelajaran

Kita belajar lebih banyak dari apa yang kita anggap kegagalan daripada kesuksesan. Untuk memudahkan proses belajar, kita perlu menguasai pelajaran dasar mengenai welas asih, sikap memaafkan diri sendiri maupun orang lain, etika memperlakukan orang lain seperti bagaimana kita ingin diperlakukan, dan rasa humor untuk menertawakan kesulitan yang ada dan jangan malah jadi stress berkepanjangan. Kesimpulan saya: lagi-lagi harus terus belajar, lebih mudah berteori daripada pelaksanaanya nih.

Sebuah pelajaran diulang terus sampai anda menguasainya

Belajar tidak pernah selesai, jadi adakalanya kita harus berserah diri (terima nasib) lagi di”hajar”, punya komitmen untuk terus belajar sampai menguasainya, punya kerendahan hati dan kelenturan supaya bisa ngerti apa sih yang harus dipelajari. Kesimpulan saya: kalau belum lulus ya harus mengulang pelajaran lagi, jadi siswa abadi.

“Di sana” tidak lebih baik daripada “di sini”

Banyak yang berpikir akan bahagia kalau punya A, B, C atau berada di suatu tempat tertentu. Padahal seharusnya kita mensyukuri saja dengan apa yang kita punya sekarang, jangan terikat dengan suatu materi atau suatu tempat, merasa kelimpahan dengan apa yang dia miliki (bukan apa yang diingini), berdamai hidup di masa ini (bukan hari kemarin atau hari esok). Kesimpulan saya: apa yang ada sekarang ini udah yang terbaik.

Orang lain hanya cermin dari dirimu

Penilaian kita terhadap orang lain sebenarnya cerminan dari cara berpikir kita. Kita perlu punya toleransi terhadap orang lain, karena setiap orang tidak bisa memakai standar kita. Melihat orang lain dengan perspekftif yang lebih jernih, belajar untuk menyembuhkan luka batin di diri sendiri supaya lebih bisa menerima orang lain dan mendukung orang lain sebagai bentuk mendukung diri sendiri. Kesimpulan saya: ketika kita menilai orang lain, sebenarnya kita sedang berkaca ke diri sendiri dan menetapkan standar kita ke orang lain tersebut.

Apa yang anda perbuat dengan kehidupan Anda, tergantung kepada Anda

Aturan ini sebenarnya udah cukup jelas, manalah kita menggantungkan perbuatan kita kepada orang lain. Kita harus menerima tanggungjawab penuh untuk setiap kelakuan kita, melepaskan hal-hal yang terasa menghambat, membuang ketakutan yang ada, percaya dengan kekuatan diri sendiri dan berani untuk mengambil resiko dalam petualangan hidup. Kesimpulan saya: tetap optimis, Kamu Bisa!

Semua jawaban ada dalam diri Anda

Kita perlu mendengarkan diri sendiri, percaya pada diri sendiri, dan mengumpulkan ilham dari dalam diri sendiri. Bagian ini agak terlalu teoritis, terlalu banyak hal yang mengalihkan perhatian jadi tidak mudah mencari jawaban dari dalam diri sendiri. Kesimpulannya saya: fokus!

Anda akan lupa semua ini di saat kelahiran Anda

Aturan yang ini saya gak paham dan terkesan biar jadi 10 aturan saja. Lah jelas-jelas pas kita lahir kita baru akan menerima pelajarannya, jadi harusnya bukan lupa pada saat kelahiran, tapi lebih tepat pelajaran dimulai di saat Anda dilahirkan. Protes aja ya, sana bikin buku sendiri kalau mau bikin aturan sendiri hehehe.

Baca buku selfhelp begini sebenarnya gak selalu membantu buat saya, karena terkadang bahasanya muter-muter dan terlalu mengawang-awang. Buku ini berusaha menjelaskan ke sasaran, tapi mungkin karena buku terjemahan ada bagian di mana saya merasa kurang bisa memahami bukunya. Tapi kalau disuruh baca buku versi bahasa Inggrisnya, kayaknya kapan-kapan aja deh heehehe.

Semoga dari review buku ini, walaupun banyak bagian yang kurang bisa dipahami, bisa mendapatkan hal-hal untuk direnungkan dalam menghadapi tantangan hidup. Kalau mau lebih detail penjelasannya, silakan cari bukunya, saya gak yakin masih ada di gramedia hehehe.

Keluarga Super Irit 28: Itu Irit Bukan Pelit!

Buku ini merupakan salah satu buku yang dibeli waktu mudik ke Indonesia kemarin. Buku terjemahan dari komik Korea mengenai jurus berhemat dari keluarga Bindae. Sudah banyak seri dari buku ini yang ditejemahkan dan bisa dibeli di Gramedia, tapi saya cuma beli 1 karena pengen coba liat isinya seperti apa. Buku ini termasuk dalam buku belajar mengelola uang, sehingga komiknya dikategorikan sebagai educomics.

Ada banyak tips mengenai hidup berhemat yang bisa dilihat di dalam buku ini. Sebagian besar sudah saya tahu, tapi sebagian lagi saya baru tahu dan belum coba. Beberapa tips spesifik untuk kondisi di Korea, tapi bisa diadaptasi idenya untuk berhemat.

Cerita berhemat ini mengambil setting dalam sebuah keluarga, bagaimana orangtua yang hemat mengatasi anaknya yang sangat hobi makan dan tetap bisa hemat. Ada 10 cerita dalam buku ini, ceritanya tidak harus dibaca dari depan ke belakang, tapi setiap cerita akan diakhiri dengan tips-tips atau rangkuman dari cara berhemat yang diceritakan sebelumnya.

Metode menghemat yang diceritakan dalam buku ke-28 ini bukan sesuatu hal yang baru, tapi bisa jadi sudah dilakukan oleh orangtua kita dari dulu. Saya akan mencoba menuliskan secara ringkas metode berhemat apa yang saya dapatkan dari buku ini yang bisa kita aplikasikan di jaman sekarang ini.

Dari cerita pertama, metode berhemat yang dikenalkan adalah menggunakan baking soda untuk berbagai hal, mulai dari membersihkan tumit dari kulit mati, menghilangkan noda, membuka pipa yang mampat, menghilangkan bau bahkan bisa untuk membersihkan sayuran. Trik menggunakan baking soda ini bukan hal yang baru lagi, saya sudah sering membacanya dan juga sudah mempraktekkan sebagian besar.

Cerita mengenai penggalian barang antik mengajarkan kita untuk memperhatikan nilai suatu barang sebelum membuangnya. Tidak semua barang punya nilai yang jadi mahal, tapi bisa jadi barang yang menumpuk di rumah orangtua kita bertahun-tahun ditumpuk debu ternyata masih punya nilai bahkan dicari-cari oleh kolektor jaman sekarang ini. Beberapa contoh yang bisa saja mempunya nilai lebih adalah: koin, perangko, lego seri tertentu, komik, boneka barbie. Di akhir cerita juga diberikan tips mengenai kebiasaan yang perlu diperhatikan untuk diubah kalau kita sudah merasa berhemat tapi tetap merasa selalu kekurangan uang.

Berhemat itu teorinya memang dari yang sudah ada, beberapa orang mungkin berpikir bagaimana bisa menabung kalau pendapatan selama ini selalu kurang. Supaya bisa menabung ya berhemat, berhemat bukan saja mengurangi pengeluaran, tapi juga memikirkan bagaimana menghasilkan pemasukan dari apa yang sudah ada dan tidak kita gunakan lagi. Salah satunya ya dengan cara melihat apakah ada barang antik yang mungkin buat kita tidak begitu berharga tapi buat orang lain bernilai tinggi. Bisa juga dengan cara memperbaiki apa yang rusak daripada selalu membeli baru.

Di Thailand sini sih kami bisa berhemat dengan cara membeli mainan bekas yang masih bagus, atau dengan menjual kembali mainan atau baju-baju yang sudah tidak dipakai lagi. Cara menjual kembali ini berguna untuk kita dan orang yang membeli. Kita senang karena rumah jadi tidak menumpuk barang dan dapat sedikit uang, pembeli senang karena tidak harus membeli dengan harga toko yang pastinya lebih mahal daripada harga barang bekas.

Pernah dengar pepatah: rajin pangkal pandai, hemat pangkal kaya? Nah di buku ini ada diberikan daftar yang bisa kita gunakan untuk mengukur sudah sehemat mana kita. Ada 4 kategori yang diberikan:

  1. Pintu kekayaan tertutup rapat: kategori ini untuk orang yang selalu mengandalkan uang dari orang tua dan tidak pernah mau berusaha berhemat
  2. Mengetuk pintu kekayaan: kategori ini untuk orang yang sudah tau bagaimana berhemat tapi belum punya keinginan kuat untuk berhemat dan masih kurang melaksanakan cara berhemat yang diketahui
  3. Pintu kekayaan sedang terbuka: kategori ini untuk orang yang sudah tahu cara berhemat dan mulai melaksanakannya tapi masih perlu lebih giat berusaha lagi
  4. Pintu kekayaan terbuka lebar: aktivitas hidup hemat dan kemampuan gaya berhemat membuat pintu kekayaan terbuka lebar.

Mungkin akan ada yang merasa: ah masak dengan berhemat bisa kaya, kalau mau kaya ya harus kerja keras biar penghasilan tambah banyak. Tapi kalau menurut saya, berapapun penghasilan, pengeluaran itu akan menyesuaikan dengan penghasilan. Kalau gak terbiasa hidup hemat, waktu penghasilan sedikit mungkin cukup, tapi waktu penghasilan banyak tetap saja gak bisa ada tabungan karena selalu dihabiskan lagi.

Mungkin ada yang akan bertanya lagi: kenapa harus jadi kaya, kita kan cukup dengan hidup berkecukupan. Yah kalau menurut saya kaya itu kan sebutan lain untuk orang yang punya kebebasan finansial, kalau butuh sesuatu yang memang harus dibeli, bisa dengan mudah membelinya tanpa harus mikir lagi uangnya darimana. Kalau kita biasa berhemat, kita jadi tau mana yang memang benar-benar perlu untuk dibeli, dan otomatis kalau memang sesuatu itu benar-benar dibutuhkan, kita bisa beli tanpa berhutang.

Tips lain yang juga sangat berguna dari buku ini adalah tips berbelanja di supermarket. Bagaimana mengatasi godaan diskon, godaan membeli barang karena harga murah padahal kita gak butuh, godaan promosi beli 1 gratis 1 dan godaan karena melihat isi troli orang lain. Saya baru tahu dari buku ini kenapa desain troli itu dibuat besar dan bolong-bolong hehehehe.

alasan troli belanja desainnya seperti itu

Tips lainnya juga ada untuk orang yang suka mendatangi konser-konser budaya. Tapi tips ini mungkin spesifik Korea di mana ada hari-hari di mana ada promosi tiket gratis. Di Thailand sendiri ada juga beberapa tiket wisata yang suka dijual lebih murah daripada datang langsung ke tempatnya, tapi tiket seperti itu ada masa berlakunya.

Tiket promosi ini murah kalau memang kita sudah pasti akan pergi, tapi kalau kita beli lalu tidak terpakai, malah jadi pemborosan. Untuk hal pembelian tiket, yang pernah kami praktekkan itu mencari informasi diskon sebelum berangkat ke tempat wisata. Banyak tempat wisata yang memberikan kupon diskon di internet, atau bisa membeli melalui aplikasi travel tertentu. Sekali lagi promosi seperti ini jadi hemat kalau memang kita sudah akan pergi ke tempatnya. Beberapa tempat di sini juga bisa lebih murah kalau bayar dengan harga Thai, untuk itu saya merasa kemampuan bisa berbahasa Thai sudah membuat kami banyak berhemat hahaha.

Dalam buku ini ada juga tips untuk melihat kita masuk kategori belanja seperti apa. Buku ini membagi 4 grup tipe belanja:

  1. Grup tanpa berpikir: grup ini akan belanja seenaknya dan cenderung cepat menghabiskan uang tanpa sisa. Ibaratnya berapapun penghasilan, setiap bulannya ya habis.
  2. Grup standar: grup ini belanja sesuai dengan standar. Ada kalanya berhemat tapi masih sering juga dompetnya kosong karena belanja spontan. Kurang membuat perencanaan belanja
  3. Grup penuh arti: grup ini hanya membeli barang yang dibutuhkan saja, tapi masih ada kebiasaan konsumtif sedikit.
  4. Grup pertahanan kuat: grup ini jagoan belanja yang menjaga dompet dengan ketat. Sebelum membeli barang masih berpikir berkali-kali, jadi tidak ada uang keluar sia-sia.

Saya ingat, ajaran orangtua saya masuk kategori 4, banyak yang perlu beli yang paling perlu. Dalam prakteknya tapi saya masih sering gagal dan jatuh dalam grup 3 dan bahkan 2.

Tips yang juga sangat berguna dalam buku ini adalah bagaimana mengurangi biaya makan dengan menghabiskan makanan atau bahan makanan yang sudah dibeli. Ada tips cara menyelamatkan sayuran layu/menjaga sayuran tetap segar dan bagaimana menyimpan camilan yang tersisa. Ada juga diberikan tips berhemat kalau memang mau makan di restoran.

Diakhir dari buku ini, bahkan diberikan tips bagaimana mengatasi rasa kelelahan dalam berupaya hidup hemat. Harus diakui hidup hemat itu butuh effort, tapi hemat itu bukan berarti pelit. Kalau hemat sudah jadi gaya hidup, tentunya usaha berhemat itu tidak akan terasa sulit lagi.

Saya senang membaca buku ini karena jadi mengingatkan saya lagi kalau saya ini belum benar-benar hemat, pantesan aja belum jadi orang kaya hahahhaa. Jadi penasaran pengen tau buku lainnya kayak apa lagi tipsnya.

Buku: Prayer for a Child

Buku Prayer for a Child merupakan buku klasik yang pertama kali terbit tahun 1944 tapi masih menarik untuk dibacakan sampai sekarang. Ditulis oleh Rachel Field dan setiap halamannya berisi ilustrasi gambar oleh Elizabeth Orton Jones.

Kami membeli buku ini dari Amazon waktu Jonathan masih kecil. Buku ini merupakan salah satu buku terpanjang yang dihapal Jonathan sebelum dia bisa membaca dan merupakan salah satu buku rutin yang dibaca sebelum tidur. Saya ingat, waktu kami pulang ke Indonesia buku ini juga kami bawa untuk bacaan sebelum tidur. Setelah Jonathan lancar membaca, dia mulai tertarik membaca buku lain dan buku ini kami simpan untuk adiknya.

Jonathan waktu 3 tahun 7 bulan

Sejak Joshua tertarik dibacakan buku, kami juga sudah membacakan buku ini berkali-kali ke Joshua. Lagi-lagi, walaupun dia dalam buku ini cukup panjang, Joshua juga bisa menghapalkannya sejak dia belum terlalu bisa membaca.

Beberapa lama buku ini sempat ditinggalkan dan baru belakangan ini dibaca lagi. Walau sekian lama gak dibaca, Joshua masih ingat dengan isi buku ini. Joshua sekarang sudah agak bisa membaca, tapi walaupun dia selalu membalik halaman seolah membaca, saya yakin sebagian besar berupa hapalan dan bukan benar-benar bisa dibaca.

Buku ini dilengkapi dengan ilustrasi yang cukup menarik dari setiap baris doanya. Kata-kata yang digunakan tidak semua sederhana, tapi cukup berima sehingga mudah diingat. Setelah membacakan beberapa kali, baru melihat gambarnya saja saya bisa ingat kalimatnya.

Joshua 3 tahun 10 bulan

Sekarang, setiap malam Joshua membaca buku ini dan meminta saya mengikuti setiap kalimat yang dia ucapkan. Kadang-kadang dia juga sambil menirukan saya yang pernah memakai buku itu untuk bermain: apa yang kamu lihat, atau mengenali objek-objek yang ada.

Secara isi doa, walaupun doa ini ditujukan penulis untuk anak perempuannya Hannah, tapi doa ini bisa juga diucapkan anak laki-laki. Bahkan bisa untuk orang dewasa sekalipun.

Doanya dimulai dengan bersyukur untuk susu dan roti (makanan), bersyukur untuk tempat tidur yang ada, bersyukur untuk mainan yang dimiliki sampai mendoakan semua anak-anak di seluruh dunia jauh maupun dekat.

Buku ini merupakan buku yang bagus untuk mengajari anak berdoa. Kita bisa mengajari anak berdoa bukan hanya untuk diri sendiri saja, tapi juga untuk semua hal kecil dan besar, mengucap syukur untuk orangtua dan saudara. Tak lupa mendoakan sesama (anak-anak lain).

Walaupun pada saat anak-anak kami membaca buku ini kemungkinan besar mereka belum mengerti sepenuhnya dengan isi doanya, tapi kami senang menemukan buku yang mengajari anak berdoa seperti ini.

Buku Baru: Seri Secret Coders

Masih cerita soal buku yang di beli di Big Bad Wolf Desember lalu. Jonathan gak sengaja memilih 1 buku Secret Coders. Sebenarnya beli buku ini awalnya tertarik karena judulnya saja, dan saya malah gak tau isinya berupa komik. Ceritanya mengenai seorang anak usia 12 tahun yang pindah sekolah dan menemukan beberapa misteri yang ternyata bisa dipecahkan dengan pemrograman. Buku ini sejenis pengenalan pemrograman juga buat Jonathan.

Buku yang kami beli di BBW itu hanya buku nomor 2. Waktu kami kembali ke BBW lagi untuk mencari nomor lainnya, kami gak berhasil menemukannya. Akhirnya karena Jonathan sudah baca buku ke-2 itu berkali-kali, kami memutuskan untuk memnbeli buku lainnya dari Amazon.

Lanjutkan membaca “Buku Baru: Seri Secret Coders”

Liburan Hari ke-6: Perpustakaan Nasional

Hari ini janjian ketemu dengan Bu Inge di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia . Saya baru tau kalau ada perpustakaan keren seperti pusnas ini. Dulu pernah sekilas baca berita soal perpustakaan yang dilengkapi dengan ruang khusus untuk koleksi anak-anak dengan tempat yang nyaman untuk anak-anak membaca, tapi kalau bukan karena Bu Inge ada acara di pusnas, saya ga kepikiran bakal berkunjung ke pusnas pada liburan kali ini.

maket gedung perpustakaan nasional

Kami berangkat naik Grab lagi dari Depok. Perjalanannya cukup lancar, akan tetapi ketika sudah memasuki kawasan jl. medan merdeka selatan, ada penutupan ruas jalan karena ada demo. Google Map menyarankan memutar mengitari monas dulu, tapi bakal butuh waktu sekitar 20 menit, padahal kalau jalan tinggal 500 meter. Akhirnya kami putuskan untuk jalan saja, toh jalanannya cukup teduh dengan banyaknya pohon-pohon besar di pinggir jalan.

foto dulu sebelum masuk perpustakaan

Kesan pertama melihat bagian depan Perpustakaan Nasional, saya cukup kagum dengan hal-hal yang dipamerkan di gedung depannya di sana. Cara mereka menatanya juga terlihat cukup menarik dan artistik (padahal saya bukan orang yang mengerti banyak mengenai seni). Di bagian belakangnya ada gedung 24 lantai yang menyimpan berbagai koleksi buku. 

Waktu masuk ke lantai dasar, kami mengamati ada toilet dan kafe. Ada direktori apa saja koleksi yang disimpan di setiap lantainya. Tujuan utama kami ketemu Bu Inge yang sedang menghadiri launching buku di ruang serbaguna lantai 4, tapi karena acara mereka belum selesai, kami sempatkan ke lantai 7 untuk melihat ada apa di ruang koleksi bacaan untuk anak-anak.

Di ruangan khusus anak-anak, kita diminta untuk melepaskan sepatu dan meninggalkan makanan dan minuman di luar ruangan. Untuk penyimpanan tas, tersedia loker dengan kunci yang bisa kita pegang. Oh ya layanana perpustakaan ini setahu saya koleksinya hanya bisa dibaca di tempat. Untuk bisa masuk dan membaca di situ, kita tidak harus menjadi anggota. Perpustakaan ini bebas biaya masuk. 

Saya senang melihat berbagai koleksi buku yang ada untuk anak-anak, bahkan ada majalah Bobo segala. Jadi teringat masa kecil di mana kami kadang-kadang dibelikan majalah Bobo. Koleksi buku bersampul tebal (board book) juga cukup lumayan. Buku-buku berbahasa Inggris ataupun bilingual juga banyak tersedia di sana. Ah rasanya waktunya ga cukup banyak untuk browse buku-buku yang ada di sana. 

dekorasi di depan pusnas

Setelah sekitar 30 menit di lantai 7, kami turun ke lantai 4 untuk bertemu dengan bu Inge. Ternyata ada kantin juga di lantai 4, jadilah kami makan di sana saja daripada menghabiskan watu di jalan untuk naik taksi lagi. Bertemu dengan bu Inge itu suatu hal yang ditunggu-tunggu oleh Jonathan. Walaupun Oma Inge (demikian anak-anak memanggil bu Inge) bukanlah nenek kandung mereka, tapi Jonathan dan Joshua bisa senang bermain dengan oma Inge seperti bermain dengan eyang girl nya. 

Selesai makan di lantai 4 kami iseng ke lantai 24 untuk melihat pemandangan yang ada di sana. Sayangnya tidak ada ruang untuk duduk ngobrol dengan enak di lantai 24, anginnya juga cukup kencang di sana, jadi kami ga berlama-lama di luar dan memutuskan kembali ke bagian koleksi anak di lantai 7.

Dari lantai 24 kami turun ke lantai 7 untuk kembali ke ruang baca anak lagi. Sedikit catatan, menunggu lift di lantai 24 memakan waktu lama, karena ketika kami akan turun, tiba-tiba lift yang naik sudah sampai lantai 21 berbalik arah lagi turun. Kalau cuma beberapa lantai, mungkin kami sudah akan turun tangga saja supaya ga lama nunggu liftnya. Saya perhatikan, di setiap lantai yang kami kunjungi ada mushollanya dan kamar kecilnya. Semuanya terlihat cukup bersih. Untuk ukuran sebuah tempat yang free entrance, saya merasa cukup senang berada di pusnas. Catatan lainnya, entah kenapa begitu masuk ke area perpustakaan, sinyal hp pada hilang, untungnya di dalam perpustakaan ada wifi yang gratis untuk umum dan ya cukup lah aksesnya. 

Setelah puas ngobrol-ngobrol di lantai 7, kami memutuskan untuk pulang dulu, eeeeh teryata sedang hujan. Akhitnya kami ngopi-ngopi sambil nyemil di kafe yang ada di lantai dasar tadi. Rasa kopinya lumayan lah ya, apalagi setelah beberapa hari cuma dapat kopi instan saja. Karena sudah agak sore, kami memesan makanan untuk anak-anak. Walau kafe nya terlihat kecil, makanan cemilannya lumayan banyak variasinya.

Setelah hujan berhenti, kami pun beranjak pulang. Tapi karena kami pulang bersamaan dengan jam orang pulang kerja, jalanan yang kami lalui banyak macetnya. Bahkan di jalan tol cuma bisa kecepatan 10-20 km / per jam. Sampai di rumah eyang, Joshua sukses tertidur kecapean.

Secara keseluruhan, jalan-jalan ke perpustakaan cukup menyenangkan buat kami karena anak-anak kami menyukai buku. Yang menyenangkan juga harga makanan di pusnas cukup masuk akal dan ga semahal harga makan dimall. Koleksi buku bacaannya ada bahasa Inggris ataupun bilingual yang bisa dibaca anak-anak kami. Semoga di kemudian hari, di daerah-daerah semakin banyak perpustakaan yang bagus isinya seperti di perpustakaan nasional ini.

The Hunger Games trilogy

Sejak Jonathan bertambah besar, waktu kami untuk membaca buku novel semakin sedikit. Sebagian besar waktu kami dipakai untuk membaca buku parenting, berbagai macam artikel di web mengenai makanan bayi, vaksinasi, kesehatan bayi, dsb. Sampai sekarang kami juga belum nonton lagi di bioskop. Kasihan Jonathan kalau harus ditinggal bersama orang lain beberapa jam. Dab sejujurnya kami belum menemukan orang yang cukup kami percaya untuk menjaga Jonathan (dan dipercaya oleh Jonathan).

Akhir-akhir ini lagi seru film The Hunger Games. Kebetulan waktu lagi baca reddit, nemu ada promo: 3 buku trilogi Hunger Games, harganya masing-masing 1.51 USD, 1.68 USD, dan 1.68 USD (totalnya: 4.87 USD harga aslinya totalnya: 32.47 USD). Sebenarnya sangat mudah menemukan buku bajakan di Internet, tapi sebisa mungkin kami tidak membajak, jadi tawaran ini sangat menggiurkan.

image

Awalnya bukunya saya baca di aplikasi Kobo for PlayBook, tapi lama-lama capek juga membaca di LCD. Akhirnya saya strip DRM-nya dan dikonversi agar bisa dibaca di Kindle. Ternyata bukunya menarik, dan saya bisa membacanya sangat cepat. Bukunya tipis jika dibandingkan dengan seri Harry Potter. Saking penasarannya, ketika saya nyetir, saya aktifkan text to speech di kindle walaupun suaranya seperti robot.

Setelah menyelesaikan buku pertama, Risna saya sarankan ikut membaca juga. Dan ternyata Risna juga tertarik membaca, dan Risna bisa menyelesaikan dengan cepat semua serinya. Kesimpulannya: ceritanya seru, cara berceritanya cukup menarik, dan ceritanya cukup banyak surprisenya. Kami juga cukup setuju dengan endingnya.

Setelah selesai membaca, baru saya cari-cari di Internet mengenai reviewnya (saya baca belakangan, karena takut ada spoiler). Banyak yang membandingkan ini dengan Battle Royale. Menurut saya sih ada sedikit kemiripan (terutama buku pertama), tapi banyak juga perbedaannya (terutama buku kedua dan ketiga). Silakan dibaca sendiri aja deh kalau mau membandingkan.

Sebenarnya kami sangat menikmati membaca buku cerita, tapi buku seperti itu cenderung menyita banyak waktu, kalausedang asik membaca kami jadi malas mengerjakan hal-hal lain. Kebetulan sekarang ini di kantor sedang ada banyak pekerjaan, jadi karena sudah capek memprogram di kantor, di rumah saya gunakan untuk menyelesaikan membaca buku. Sesekali enak juga membaca buku Novel, bisa agak rileks, tapi mungkin lain kali membaca buku yang satu aja, jangan yang trilogi, terlalu lama bacanya, dan begitu selesai satu buku, langsung penasaran dengan buku berikutnya.