Buat yang Ingin Tinggal di Chiang Mai

Banyak orang yang setelah jalan-jalan ke Chiang Mai, jadi tertarik tinggal di Chiang Mai. Setiap tahunnya juga ada mahasiswa dari Indonesia yang mengikuti program perkuliahan di Chiang Mai University. Nah kali ini saya mencoba menuliskan hal-hal yang sering ditanyakan untuk yang berencana tinggal di Chiang Mai.

Pastikan punya Ijin Tinggal

Namanya jadi tamu di negeri orang, kita harus punya ijin tinggal yang legal. Kalau berencana tinggal karena urusan sekolah, biasanya sebelum datang ke Chiang Mai harus urus visa belajar dari Indonesia yang nantinya di konversi di Chiang Mai sesuai dengan lamanya waktu belajar. Sebagai orang Indonesia, kita bisa datang ke Thailand tanpa visa untuk tinggal selama 30 hari, tapi lebih dari situ, kita harus keluar dulu untuk bisa masuk lagi dan dapat ekstra hari. Kalau kita datang tanpa visa, kita tidak akan bisa urus ijin tinggal dari dalam negeri Thailand, jadi mendingan biar ga habis ongkos mundar-mandir, pastikan cari tahu mengenai visa yang sesuai untuk kebutuhan kita yang selanjutnya nanti dikonversi menjadi visa yang lebih lama ijin tinggalnya.

Untuk tinggal menetap di Thailand, kita harus urus Visa setiap tahun dan lapor diri setiap 90 hari ke imigrasi terdekat. Untuk pertama kalinya, jika kita datang ke Thailand sudah jelas akan bekerja di mana atau sekolah di mana, kita bisa urus visa di kedutaan Thailand di Indonesia atau negara lain selain Thailand untuk mendapat ijin tinggal 3 bulan pertama. Setelah kita tiba di Thailand, kita bisa urus supaya bisa mendapatkan ijin tinggal selama 1 tahun. Nah untuk tahun berikutnya, kita bisa urus untuk mendapatkan ijin tinggal 1 tahun dari imigrasi dalam Thailand (tentunya dengan surat-surat yang dilengkapi dari tempat kita bekerja/sekolah).

Kalau misalnya pengen tinggal di Thailand, tapi sudah masuk usia pensiun, ada juga pilihan untuk mendapatkan ijin tinggal yang namanya retirement visa. Atau misalnya kita ke Thailand karena ingin menyekolahkan anak dan sambil santai-santai saja tinggal di Chiang Mai, kita bisa mengurus visa edukasi untuk anak (dari sekolah di mana anak terdaftar), lalu kita orangtua jadi dependen terhadap visa anak. Masalahnya dengan visa edukasi anak ini, 1 anak hanya bisa memberikan ijin tinggal kepada 1 orangtua. Jadi kalau punya anak cuma 1, salah satu orangtuanya ga bisa dapat visa dependen deh. Tapi kalau punya 2 anak, masalah jadi beres hehehe.

Masalah visa ini gak bisa saya jelaskan detail karena peraturannya bisa berubah-ubah. Tapi secara umum ya kalau mau tinggal lama di Thailand, caritau dulu bagaimana persyaratan untuk urusan visa, supaya gak mondar-mandir juga harus keluar dari Thailand mengurus visanya.

Tinggal di Apartemen vs Rumah

Di Chiang Mai banyak apartemen studio ataupun 1 atau 2 kamar. Waktu awal kami datang ke Chiang Mai, karena cuma berdua saja, kami cukup dengan tinggal di apartemen studio, tapi lama-lama ya dengan adanya anak, tinggal di rumah lebih enak. Biaya tinggal di apartemen juga relatif lebih mahal. Dengan harga sewa yang sama, kita bisa dapatkan kontrakan rumah yang lebih lega ukurannya dan bahkan kadang plus halaman. Tapi semuanya kembali kebutuhan kita, kalau misalnya tinggal sendiri dan masih single, ada juga banyak kamar kontrakan seperti kost-kostan dengan harga mulai 2000 baht/bulan. Di sekitar kampus Chiang Mai University selain banyak kontrakan kost-kostan juga ada banyak berjualan makanan yang harga mahasiswa.

Tinggal di apartemen itu kita merasa aman, tapi umumnya di apartemen kita tidak bisa memakai kompor gas, harus pakai kompor listrik/induksi. Selain itu, apartemen di Chiang Mai juga tidak mengijinkan memelihara hewan peliharaan apapun. Biaya listrik dan air juga hitungannya lebih mahal daripada tagihan listrik dan air di rumah.

Biasanya, menentukan lokasi tinggal berdasarkan apa kebutuhan kita juga. Misalnya untuk anak sekolah di lokasi tertentu, bisa cari rumah atau apartemen di daerah sana. Di sini, kontrak rumah itu bisa bikin perjanjian untuk setahun tapi dibayar bulanan. Bisa juga bikin kontrak untuk 3 bulan. Semakin singkat masa perjanjiannya biasanya akan semakin mahal harganya. Kalau masih single, ada banyak hotel backpacker yang biayanya mulai dari 150 baht/hari.

Untuk yang berencana tinggal lama di Chiang mai, pastikan memiliki kendaraan seperti motor atau mobil. Di Chiang Mai sistem transportasinya belum bagus, jadi untuk mempermudah kemana-mana sebaiknya punya kendaraan sendiri (dan pastikan punya surat ijin mengemudi yang masih berlaku). SIM dari Indonesia bisa dipakai di awal, tapi kalau mau tinggal lama, ada baiknya segera urus SIM lokal Thailand dengan cara mengikuti ujian di sini. Ujiannnya bahasa Inggris kok, jadi gak usah kuatir, dan waktu yang dibutuhkan gak lebih dari 1 hari. Kalau gak mau ikut ujian, kita bisa urus SIM Internasional dari Indonesia, lalu di Chiang Mai nantinya tinggal di konversi saja menjadi SIM lokal.

Biaya Hidup

Selain biaya kontrakan rumah/kamar, dan setelah punya kendaraan yang biayanya lebih murah daripada naik taksi ke mana-mana, biaya yang perlu dipikirkan tinggal masalah makan. Untuk biaya makan, orang lokal umumnya lebih sering beli daripada masak sendiri.

Biaya makanan 1 porsi mulai dari 30 baht. Kalau mode hemat berarti 1 hari 100 baht, tapi ya masa sih makannya ga variasi hehehe. Kalau mau lebih hemat lagi, ya selalu bisa belanja ke pasar dan masak sendiri. Harga bahan makanan di sini masih lebih murah daripada di Jakarta. Bisa juga masak nasi doang di rumah dan belanja lauk yang sudah di masak di pasar hehehe.

Gimana untuk biaya rekreasi? tergantung rekreasi apa, kalau mau ke taman kota ya gratis buat olahraga, hangout sama temen atau anter anak main-main. Kalau mau duduk-duduk ngopi, di Chiang Mai ada banyak coffee shop yang harganya bervariasi mulai dari 35 baht/cup sampai di atas ratusan. Starbuck juga ada beberapa di Chiang Mai, tapi kami lebih memilih membeli kopi produksi lokal. Harga nonton bioskop relatif lebih mahal dibanding harga di Indonesia, tapi kalau gak salah kalau hari Rabu bisa nonton cuma 100 baht saja. Sudah lama gak ke bioskop, perlu cek lagi buat memastikan masih ada gak promosi 100 baht itu. Semua bioskop di Chiang Mai setau saja bisa dipesan online, jadi ya ga ada alasan kehabisan tiket.

Lain-lain

Saat ini komunitas orang Indonesia di Chiang Mai masih sedikit dan tidak sampai 100 orang, karena banyak yang silih berganti datang dan pergi. Kalau ingin bertemu dengan teman-teman dari Indonesia lainnya, bisa tinggalkan komen di sini atau kontak kami di facebook page kami.

Liburan Hari ke-6: Perpustakaan Nasional

Hari ini janjian ketemu dengan Bu Inge di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia . Saya baru tau kalau ada perpustakaan keren seperti pusnas ini. Dulu pernah sekilas baca berita soal perpustakaan yang dilengkapi dengan ruang khusus untuk koleksi anak-anak dengan tempat yang nyaman untuk anak-anak membaca, tapi kalau bukan karena Bu Inge ada acara di pusnas, saya ga kepikiran bakal berkunjung ke pusnas pada liburan kali ini.

maket gedung perpustakaan nasional

Kami berangkat naik Grab lagi dari Depok. Perjalanannya cukup lancar, akan tetapi ketika sudah memasuki kawasan jl. medan merdeka selatan, ada penutupan ruas jalan karena ada demo. Google Map menyarankan memutar mengitari monas dulu, tapi bakal butuh waktu sekitar 20 menit, padahal kalau jalan tinggal 500 meter. Akhirnya kami putuskan untuk jalan saja, toh jalanannya cukup teduh dengan banyaknya pohon-pohon besar di pinggir jalan.

foto dulu sebelum masuk perpustakaan

Kesan pertama melihat bagian depan Perpustakaan Nasional, saya cukup kagum dengan hal-hal yang dipamerkan di gedung depannya di sana. Cara mereka menatanya juga terlihat cukup menarik dan artistik (padahal saya bukan orang yang mengerti banyak mengenai seni). Di bagian belakangnya ada gedung 24 lantai yang menyimpan berbagai koleksi buku. 

Waktu masuk ke lantai dasar, kami mengamati ada toilet dan kafe. Ada direktori apa saja koleksi yang disimpan di setiap lantainya. Tujuan utama kami ketemu Bu Inge yang sedang menghadiri launching buku di ruang serbaguna lantai 4, tapi karena acara mereka belum selesai, kami sempatkan ke lantai 7 untuk melihat ada apa di ruang koleksi bacaan untuk anak-anak.

Di ruangan khusus anak-anak, kita diminta untuk melepaskan sepatu dan meninggalkan makanan dan minuman di luar ruangan. Untuk penyimpanan tas, tersedia loker dengan kunci yang bisa kita pegang. Oh ya layanana perpustakaan ini setahu saya koleksinya hanya bisa dibaca di tempat. Untuk bisa masuk dan membaca di situ, kita tidak harus menjadi anggota. Perpustakaan ini bebas biaya masuk. 

Saya senang melihat berbagai koleksi buku yang ada untuk anak-anak, bahkan ada majalah Bobo segala. Jadi teringat masa kecil di mana kami kadang-kadang dibelikan majalah Bobo. Koleksi buku bersampul tebal (board book) juga cukup lumayan. Buku-buku berbahasa Inggris ataupun bilingual juga banyak tersedia di sana. Ah rasanya waktunya ga cukup banyak untuk browse buku-buku yang ada di sana. 

dekorasi di depan pusnas

Setelah sekitar 30 menit di lantai 7, kami turun ke lantai 4 untuk bertemu dengan bu Inge. Ternyata ada kantin juga di lantai 4, jadilah kami makan di sana saja daripada menghabiskan watu di jalan untuk naik taksi lagi. Bertemu dengan bu Inge itu suatu hal yang ditunggu-tunggu oleh Jonathan. Walaupun Oma Inge (demikian anak-anak memanggil bu Inge) bukanlah nenek kandung mereka, tapi Jonathan dan Joshua bisa senang bermain dengan oma Inge seperti bermain dengan eyang girl nya. 

Selesai makan di lantai 4 kami iseng ke lantai 24 untuk melihat pemandangan yang ada di sana. Sayangnya tidak ada ruang untuk duduk ngobrol dengan enak di lantai 24, anginnya juga cukup kencang di sana, jadi kami ga berlama-lama di luar dan memutuskan kembali ke bagian koleksi anak di lantai 7.

Dari lantai 24 kami turun ke lantai 7 untuk kembali ke ruang baca anak lagi. Sedikit catatan, menunggu lift di lantai 24 memakan waktu lama, karena ketika kami akan turun, tiba-tiba lift yang naik sudah sampai lantai 21 berbalik arah lagi turun. Kalau cuma beberapa lantai, mungkin kami sudah akan turun tangga saja supaya ga lama nunggu liftnya. Saya perhatikan, di setiap lantai yang kami kunjungi ada mushollanya dan kamar kecilnya. Semuanya terlihat cukup bersih. Untuk ukuran sebuah tempat yang free entrance, saya merasa cukup senang berada di pusnas. Catatan lainnya, entah kenapa begitu masuk ke area perpustakaan, sinyal hp pada hilang, untungnya di dalam perpustakaan ada wifi yang gratis untuk umum dan ya cukup lah aksesnya. 

Setelah puas ngobrol-ngobrol di lantai 7, kami memutuskan untuk pulang dulu, eeeeh teryata sedang hujan. Akhitnya kami ngopi-ngopi sambil nyemil di kafe yang ada di lantai dasar tadi. Rasa kopinya lumayan lah ya, apalagi setelah beberapa hari cuma dapat kopi instan saja. Karena sudah agak sore, kami memesan makanan untuk anak-anak. Walau kafe nya terlihat kecil, makanan cemilannya lumayan banyak variasinya.

Setelah hujan berhenti, kami pun beranjak pulang. Tapi karena kami pulang bersamaan dengan jam orang pulang kerja, jalanan yang kami lalui banyak macetnya. Bahkan di jalan tol cuma bisa kecepatan 10-20 km / per jam. Sampai di rumah eyang, Joshua sukses tertidur kecapean.

Secara keseluruhan, jalan-jalan ke perpustakaan cukup menyenangkan buat kami karena anak-anak kami menyukai buku. Yang menyenangkan juga harga makanan di pusnas cukup masuk akal dan ga semahal harga makan dimall. Koleksi buku bacaannya ada bahasa Inggris ataupun bilingual yang bisa dibaca anak-anak kami. Semoga di kemudian hari, di daerah-daerah semakin banyak perpustakaan yang bagus isinya seperti di perpustakaan nasional ini.