Warung Makanan Indonesia di Chiang Mai

Satu hal yang cukup mengobati rindu kampung halaman selama masa pandemi dan tidak bisa pulang ke Indonesia adalah dengan adanya makanan Indonesia di Chiang mai. Lebih bersyukur lagi karena yang masak makanannya ya jadi teman juga dengan harga warung.

Jadi, setelah tahun lalu saya menemukan seorang teman yang menjual berbagai makanan Indonesia termasuk kue kering untuk perayaan lebaran ataupun Natal dan Tahun baru kemarin.

Ini hanya sebagian menu spesial, masih banyak menu lain yang bisa dipesan

Kalau teman saya itu tidak ada warungnya, ternyata sekarang ada lagi 1 orang lagi yang kami baru kenal di masa pandemi ini. Dia sudah hampir 3 tahun di Chiang Mai, pandemi membuat suaminya kehilangan pekerjaan dan salah satu alternatif yang terpikirkan adalah membuka warung makan.

Lanjutkan membaca “Warung Makanan Indonesia di Chiang Mai”

Kenapa Nonton Drakor Bikin Lapar?

Hari ini kembali lagi dengan topik seputar kokoriyaan dari tantangan menulis di grup drakor dan literasi. Topik hari ini merupakan topik ke-8: Makanan Korea yang sudah dicoba/favorit. Topik seputar makanan ini sudah jelas merupakan efek tidak langsung dari akibat menonton drama Korea yang selalu banyak menunjukkan kegiatan masak ataupun makan bersama yang selalu terlihat sangat menggugah selera.

Di Chiang Mai ada beberapa restoran Korea, tapi saya selalu ke restoran yang sama setiap ingin makan makanan Korea. Alasannya sederhana, karena dekat dari rumah dan orangnya ramah. Waktu pertama kali ke restoran Korea, saya tidak tahu ukuran porsi makanannya.

Untungnya, pemilik restoran yang orang Korea asli mengerti ketidaktahuan kami dan mengingatkan kalau pesanan kami terlalu banyak dan tidak akan bisa dihabiskan dengan jumlah orang yang datang. Ketika makanan datang, dia juga menjelaskan bagaimana harus menikmati makanan Korea. Oh ya, waktu itu saya belum jadi pemirsa drama Korea, jadi ya nama makanannya pun selalu lupa, cuma ingat gambarnya, hehehe.

Sebenarnya saya sudah pernah menuliskan tentang makanan Korea yang pernah saya cicipi. Saya juga sudah pernah menuliskan perbandingan mi instan ramyun Korea dengan mi Instan lainnya yang bisa saya beli di Chiang Mai. Keisengan mencoba menu hanya bisa dilakukan kalau pergi ramai-ramai karena porsinya besar. Tapi hanya ada satu jenis makanan yang paling sering saya pesan kalau pergi sendiri/berdua dengan Joe saja.

Bimbimbap
Lanjutkan membaca “Kenapa Nonton Drakor Bikin Lapar?”

Akhirnya Mencoba Kopi Dalgona

Siapa yang belum tahu kopi Dalgona? Sepertinya cuma saya yang baru hari ini menikmati kopi Dalgona yang katanya populer dari negeri Korea di masa karantina di rumah saja. Cara membuat kopi dalgona ini sudah lama beredar di timeline sosial media saya. Semua teman saya sudah mencoba membuat dan mencicipinya. Bisa diminum panas atau dingin terserah selera.

Kopi Dalgona di siang hari 39 dercel yang berasa 41 dercel
Lanjutkan membaca “Akhirnya Mencoba Kopi Dalgona”

Ternyata pernah Rajin Masak

Beberapa hari ini, saya membaca ulang tulisan-tulisan saya yang lama di blog masakan pemalas (yang sudah bertahun-tahun tidak pernah ditambahkan). Ternyata memang, tulisan kumpulan resep itu lebih menarik kalau ada fotonya. Lebih menarik lagi kalau pengambilan fotonya pakai niat gitu ya.

Kesimpulan dari membaca tulisan sendiri, dibandingkan sekarang, dulu saya pernah rajin masak (walaupun oseng-oseng seadanya). Tiba-tiba merasa bangga pernah rajin, tapi juga merasa malu sama diri sendiri kenapa jadi super malas masak.

muffin oatmeal, salah satu yang masih sering dimasak sampe sekarang

Selain masakan-masakan oseng seadanya, ternyata saya juga pernah masak donat walaupun donat biasa dan bukan donat kentang. Hahaha rasanya cuma 2 kali itu saja saya masak donat, makanya saya ga bisa ingat sama sekali. Satu lagi yang tidak pernah terpikirkan untuk dicoba bikin lagi adalah masak martabak manis pake teflon. Mungkin ini pertanda, saya harus mulai rajin masak lagi (walaupun ala masakan pemalas).

Lanjutkan membaca “Ternyata pernah Rajin Masak”

Donat Kentang, Bakwan dan Pie Susu pakai Teflon

Beberapa hari ini, timeline Facebook dan WhatsApp Group (WAG) saya penuh dengan 3 jenis cemilan tersebut. Sekitar 3 hari lalu, kakak saya bercerita kalau dia masak donat kentang. Kakak saya yang satu lagi jadi ikutan dan mencoba masak donat kentang juga.

Dulu mama saya memang sering masak donat kentang, tapi saya lebih suka makan daripada masak sendiri. Masak donat kentang itu ribet, kentang direbus lalu diulek/dibenyek. Lalu dicampurkan ke adonan tepung dan ragi dan dikembangkan. Setelah adonan mengembang, harus digiling dan dicetak supaya berbentuk cincin. Setelah dicetak, dikembangkan lagi sebelum digoreng. Setelah digoreng dikasih gula halus atau mentega dan meses baru bisa dinikmati. Terlalu panjang prosesnya, jadi saya tidak terpikir untuk ikut-ikutan masak donat kentang.

donat kentang bertabur gula halus buatan kakak saya

Lalu 2 hari lalu, di WAG yang saya ikuti ada beberapa orang yang membagikan kalau dia sedang masak donat ataupun memesan donat. Di timeline FB saya juga ada beberapa orang lain yang memamerkan foto donat. Saya sampai terpikir: ada apa dengan donat? Kenapa semua orang sepertinya jadi kangen makan donat?

Lanjutkan membaca “Donat Kentang, Bakwan dan Pie Susu pakai Teflon”

Makanan Indonesia di Chiang Mai

Setelah 13 tahun di Chiang Mai, dan tidak pernah ada restoran Indonesia yang harganya terjangkau dan bertahan lama, akhirnya sekarang saya bisa menikmati berbagai makanan Indonesia hampir setiap hari.

Biasanya sih harus menunggu kalau ada kumpul-kumpul Indonesia di Chiang Mai, masing-masing membawa makanan yang bisa mereka masak. Di saat itu sesekali bisa makan rendang, sayur pecel, bakwan ataupun lontong sayur. Tapi sekarang bisa lebih sering dan gak harus nunggu kumpul-kumpul, apalagi sekarang kan lagi dilarang tuh berkumpul-kumpul.

Ceritanya tahun lalu, di salah satu pertemuan masyarakat Indonesia di Chiang Mai yang digagas oleh KBRI Bangkok, saya berkenalan dengan seorang warga baru yang lokasi rumahnya kira-kira 1 jam perjalanan dari Chiang Mai dan ternyata jago masak.

Awalnya saya bercanda bilang: aduh coba mbak rumahnya di Chiang Mai, saya mau katering deh sama mbak. Ternyata… mbak itu setiap minggunya memang ada jadwal ke Chiang Mai untuk berbelanja berbagai bahan kebutuhan masakannya, jadi dia bersedia sambil membawa pesanan makanan saya.

Awalnya sih pesen makanan yang kira-kira bisa tahan lama seperti cemilan dan kue kering, lalu sekarang sudah bertambah banyak menunya termasuk makanan untuk lauk yang bisa dimasukkan freezer dan bisa jadi makanan untuk beberapa hari hehehe. Di saat himbauan untuk di rumah saja dan tidak kemana-mana seperti sekarang, saya tinggal penuhi kulkas dengan berbagai masakan dari si mbak.

Contohnya hari ini, saya sarapan pagi dengan lupis dan makan siang dengan gudeg nangka pakai telur dan tempe bacem. Supaya awet, lupisnya dikirim terpisah dengan kelapanya dan juga masih dibungkus daun pisang. Di Indonesia saya tidak pernah melihat lupis yang masih terbungkus daun pisang hehehe.

Jadi yang perlu saya lakukan tadi pagi hanyalah memanaskan lupisnya dan kelapa parutnya sebentar, dan tadaaaa sarapan tersedia. Untuk makan siang, saya juga tinggal memanaskan gudeg nangka dan telur, lalu menggoreng tempe bacem. Iya saya memang bisa bikin tempe bacem sendiri, tapi saya lebih suka memesan yang tinggal digoreng karena gak perlu repot mulai dari bikin tempe yang butuh waktu lebih dari 1 hari dan merebus tempenya jadi bacem.

Lanjutkan membaca “Makanan Indonesia di Chiang Mai”

Mencoba Grab Food di Chiang Mai

Layanan Grab Car sebenarnya sudah ada cukup lama di Chiang Mai, seperti halnya di Indonesia, layanan taksi online ini juga membuat banyak protes dari angkutan taksi merah (rot daeng) dan tuktuk. Tapi belakangan ini saya perhatikan ada banyak layanan baru selain layanan Grab Car.

berbagai layanan baru dari Grab di Chiang Mai

Hari ini kami mencoba untuk memesan makanan dari restoran Korea dekat rumah melalui layanan Grab Food. Sebelum ada Grab Food, layanan delivery makanan sudah ada Food Panda dan Meals on Wheels. Kami pernah mau memesan menggunakan Meals on Wheels, tapi entah kenapa harga makanannya lebih mahal daripada harga menu makan di restorannya. Untuk layanan Food Panda, saya belum pernah mencoba karena belum instal aplikasinya dan malas daftar haha. Untuk harga makanan di Grab Food, harganya sama dengan harga menu yang pernah saya foto hehehe.

lumayan kalau ada promosi free delivery hehehe

Untuk layanan Grab Food, saya bisa memakai aplikasi yang sama dengan memesan Grab Car. Saya perhatikan, jumlah restorannya cukup banyak, jam buka nya juga cukup jelas, dan yang paling penting memang restoran yang kami sering datangi itu ada di daftar. Rejeki lagi, ternyata hari ini lagi ada promosi free delivery kalau pemesanan di atas 80 baht. Oh ya, hari ini kebetulan ada teman lagi ajak anak-anak main bareng di rumah, jadi pesan makanannya tentunya bisa agak lebih banyak hehehe.

dipilih-dipilih ada jjajangmyeon, gimbab, eolkeun soondubu jjigae, tteokbokki dan tentunya kimchi

Setelah pesan-pesan, masukkan kode promosi untuk pengiriman gratis, bisa santai nunggu makanan datang sambil biarin aja anak-anak main. Emang enak ya kalau tau mau milih menu apa dan restoran itu bisa dipesan online. Gak terasa kurang dari 30 menit makanan sudah tiba di rumah.

Layanan antar makanan ini ada plus minusnya. Plusnya kita gak perlu keluar rumah, bisa pilih makanan tidak berlebihan, bisa pesan lebih awal sebelum jam makan yang biasanya sibuk, ngasih makan anak-anak juga lebih santai. Minusnya: ada banyak bungkusan makanannya yang akhirnya jadi sampah plastik (tidak ramah lingkungan), kita harus cuci piring selesai makan (ah ini sih gak seberapa dibandingkan kalau anak rewel di restoran), kadang-kadang waktu tunggunya kalau terlambat pesan bisa jadi tambah lama dan kalau ternyata yang di pesan kurang banyak, gak bisa nambah pesanan hehehe.

Iseng-iseng liat aplikasi Grab, ternyata sekarang ada banyak pilihan transportasi selain Grab Car. Ada Grab Bike (ojek), Grab Rod daeng (taksi merah khas thailand), Grab TukTuk (ini sejenis bajaj di Jakarta), dan bisa sewa Van segala kalau rombongan besar.

Saya tidak tahu kapan ada kesempatan mencoba segala transportasi yang lain, selama ini saya hanya memakai Grab Car kalau mobil lagi masuk bengkel saja. Kapan-kapan kalau ada kesempatan atau kebutuhan menggunakan jasanya akan saya tuliskan.