Lebih Memilih Buku Digital

Hari Sabtu lalu, saya memulai membaca buku Mark Manson yang ke-2, judulnya “Everything is F*cked: A Book About Hope”. Awalnya, saya membaca buku fisik, dapat pinjaman dari teman yang baru beli sekaligus buku 1 dan 2 dari Book Depository.

Gayanya mau baca banyak, nyatanya?

Saya membaca sambil menunggu anak-anak yang sedang belajar gambar. Di lokasi yang sama ada coffee shop yang sepi dan nyaman untuk duduk membaca. Jadi saya pikir, saya akan bisa membaca paling tidak beberapa bab dari buku ini.

Ternyata, saya sudah lama sekali tidak membaca buku fisik yang tulisannya kecil. Walau suasana sepi dan harusnya saya bisa konsentrasi membaca, nyatanya saya tidak bisa mengikuti bagian awal dari buku yang bercerita fakta sejarah dari seseorang bernama Pilecki dari Polandia dalam usaha heroiknya membela negaranya Polandia melawan Soviet dan Nazi yang pada masa itu terjepit di tengah-tengah.

Saya baru mulai tertarik ketika bagian buku mulai dengan ciri khas Mark dengan gaya bahasa yang terdengar kasar tapi mengandung kebenaran. Lalu saya pikir, “Oh saya tidak suka dengan fakta sejarah, makanya saya tidak bisa menikmati bagian depan bukunya”.

Lanjutkan membaca “Lebih Memilih Buku Digital”

Mempertanyakan Pelonggaran PSBB di Indonesia

Sejak beberapa waktu lalu, Indonesia mulai melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala besar (PSBB). Selain kegiatan bekerja kembali ke kantor, pusat perbelanjaan dan tempat-tempat wisata juga mulai dibuka.

Alasan pelonggaran ini beragam, mulai dari kurva yang katanya mulai melandai dan kita perlu mulai berdamai dengan pandemi Covid-19. Berbagai protokol mulai pemakaian masker, cuci tangan sampai ganti baju dan mandi setiap pulang ke rumah dihimbau untuk dilakukan untuk menjaga tertular dari infeksi.

Di banyak pasar yang merupakan tempat pertemuan banyak orang dilakukan rapid tes massal. Walaupun, di beberapa tempat pedagangnya kabur sebelum dites karena khawatir dengan keharusan isolasi ditempat yang kabarnya kurang layak. Hasilnya, dengan semakin banyak dilakukan tes, semakin banyak ditemukan pasien positif baru setiap harinya.

Sejak ditetapkan pelonggaran PSBB, banyak orang mulai merasa aman dengan mengikuti protokol yang dianjurkan. Tapi sebagian juga mulai lengah dan mengabaikan protokol. Padahal, protokol yang ada sekarang ini bukanlah obat ataupun anti virus. Semua protokol itu hanya langkah pencegahan.

Peluang untuk terkena infeksi Covid-19, jelas semakin besar dibandingkan ketika masa di rumah saja. Apalagi dengan semakin banyaknya orang di luar rumah dan semakin banyaknya yang tertular tanpa gejala, keluar rumah artinya sama dengan mengundang resiko tertular berbagai penyakit.

Jalur Puncak Bogor sering macet oleh wisatawan sejak pelonggaran PSBB ( Sumber: KOMPAS.COM/ AFDHALUL IKHSAN )
Lanjutkan membaca “Mempertanyakan Pelonggaran PSBB di Indonesia”

Kenapa Nonton Drakor Bikin Lapar?

Hari ini kembali lagi dengan topik seputar kokoriyaan dari tantangan menulis di grup drakor dan literasi. Topik hari ini merupakan topik ke-8: Makanan Korea yang sudah dicoba/favorit. Topik seputar makanan ini sudah jelas merupakan efek tidak langsung dari akibat menonton drama Korea yang selalu banyak menunjukkan kegiatan masak ataupun makan bersama yang selalu terlihat sangat menggugah selera.

Di Chiang Mai ada beberapa restoran Korea, tapi saya selalu ke restoran yang sama setiap ingin makan makanan Korea. Alasannya sederhana, karena dekat dari rumah dan orangnya ramah. Waktu pertama kali ke restoran Korea, saya tidak tahu ukuran porsi makanannya.

Untungnya, pemilik restoran yang orang Korea asli mengerti ketidaktahuan kami dan mengingatkan kalau pesanan kami terlalu banyak dan tidak akan bisa dihabiskan dengan jumlah orang yang datang. Ketika makanan datang, dia juga menjelaskan bagaimana harus menikmati makanan Korea. Oh ya, waktu itu saya belum jadi pemirsa drama Korea, jadi ya nama makanannya pun selalu lupa, cuma ingat gambarnya, hehehe.

Sebenarnya saya sudah pernah menuliskan tentang makanan Korea yang pernah saya cicipi. Saya juga sudah pernah menuliskan perbandingan mi instan ramyun Korea dengan mi Instan lainnya yang bisa saya beli di Chiang Mai. Keisengan mencoba menu hanya bisa dilakukan kalau pergi ramai-ramai karena porsinya besar. Tapi hanya ada satu jenis makanan yang paling sering saya pesan kalau pergi sendiri/berdua dengan Joe saja.

Bimbimbap
Lanjutkan membaca “Kenapa Nonton Drakor Bikin Lapar?”

Potong Rambut di New Normal Thailand

Sejak hari Senin tanggal 15 Juni 2020 yang lalu, Thailand memasuki fase pelonggaran tahap ke-4 yang bisa dibilang benar-benar hampir normal. Dengan tidak adanya pertambahan pasien baru dari penularan lokal selama 20 hari lebih di seluruh Thailand, perasaan juga jadi lebih tenang. Selama belum dibukanya perbatasan Internasional, saya merasa Thailand ini seperti sebuah keluarga besar yang sudah diisolasi bersama-sama dalam waktu tiga bulan.

Beginilah Chiang Mai tanpa polusi. Birunya langit bikin hati gembira.

Dengan dibukanya tempat kegiatan anak-anak, saya pun kembali sibuk antar jemput lagi. Saya jadi bisa menikmati lagi birunya langit di kota Chiang Mai, sesuatu yang tidak bisa dinikmati semasa di rumah saja plus polusi.

Saya tahu, di fase new normal dianjurkan memakai masker di luar rumah ketika anak-anak berkegiatan. Tapi saya tahu, masker itu tidak 100 persen aman, apalagi untuk anak-anak. Saya berani berkegiatan di luar bukan karena memakai masker, tapi karena memang tidak ada lagi penularan lokal. Seandainya setiap hari masih ada ribuan yang terkena positif seperti di Indonesia, saya akan memilih meneruskan di rumah saja kecuali terpaksa.

Lanjutkan membaca “Potong Rambut di New Normal Thailand”

Gara-gara Drama Korea

Beberapa kali saya baca berita tentang seorang wanita yang merasa kecewa setelah menikah dengan pria Korea dan menyesal karena hidupnya tak seindah drama Korea. Ada lagi berita himbauan para suami untuk melarang istrinya menonton drama Korea karena nanti dibanding-bandingkan dengan lelaki Korea. Pernah juga baca diskusi di media sosial yang menuduh wanita yang sudah menikah dan menonton drama Korea itu tanda tidak bahagia dengan pilihannya.

Saya baca berita-berita seperti itu pingin ketawa. Menertawakan pintarnya wartawan mendramatisir isi berita dengan meminjam ketenaran drama Korea. Ketawa karena kalau ada wanita menikah dan berharap hidup ini seperti dalam dongeng atau dalam drama Korea itu tandanya wanita tersebut belum siap nikah. Ketawa kalau sampai ada suami yang merasa insecure banget kalau istrinya nonton drama Korea dan saya pun jadi semi menuduh dalam hati, “pantas saja istrinya tidak bahagia, segitu gak percaya dirinya jadi lelaki.”

Lupakan semua berita-berita yang kemungkinan ditulis oleh orang yang mungkin saja tidak menonton drama Korea. Terlepas dari pandangan negatif terhadap drama Korea dari yang tidak menonton, masih banyak kok hal yang bisa diambil sebagai manfaat nonton drama Korea. Tentunya manfaat ini tidak jauh berbeda dengan manfaat dari kegiatan hobi lainnya dan hanya bermanfaat kalau memandangnya sebagai manfaat.

Setiap drama ada pelajaran yang bisa diambil atau dibuang

Berikut ini contoh-contoh manfaat yang bisa diambil dari menonton drama Korea. Beberapa manfaat yang sama bisa diambil secara umum dari hobi menonton, dengan catatan ada seleksi sebelum menonton dan tidak semua asal ditonton saja. Makanya walaupun sudah banyak yang saya tonton, masih lebih banyak jenis drama yang tidak saya tonton.

Lanjutkan membaca “Gara-gara Drama Korea”

Menjahit Masker Kain

Di saat orang-orang sudah punya banyak koleksi masker warna warni, kami cuma punya 1 masker kain seorang. Padahal katanya harus diganti setiap beberapa jam supaya maskernya tetap efektif menangkal virus.

Jahitannya masih kurang rapi dan ada yang tidak rapat

Pada dasarnya saya tidak suka memakai masker, bernafas dengan masker itu tidak nyaman. Tapi ya, di era normal baru ini, ada kewajiban untuk memakai masker di tempat-tempat tertentu. Selama ini sih, saya tidak butuh masker karena di rumah saja. Sekarang, sudah berani keluar rumah karena memang sudah cukup aman, tapi akhirnya jadi butuh masker kain sebagai syarat.

Lanjutkan membaca “Menjahit Masker Kain”

Tidak Semua Drakor itu Sama

Seperti halnya film/drama produksi manapun, tidak semua saya suka untuk ditonton. Ini salah satu penyebab terkadang kelamaan browsing Netflix, dan akhirnya berjam-jam berlalu dan tidak jadi nonton. Untuk memilih yang ingin ditonton itu perlu lama, tapi memutuskan tidak menonton itu cepat karena sudah ada garis besarnya dan alasan kenapa tidak mau menontonya.

Setiap bulan ada entah berapa judul baru yang ditayangkan, belum lagi kumpulan semua serial yang sudah ada di Netflix sejak dulu, tapi ya tetap saja walaupun sudah menonton banyak, masih banyak yang belum dan tidak akan saya tonton.

Kalau yang belum ditonton artinya sudah masuk rencana ditonton, tapi masih nanti-nantilah atau mungkin ga jadi-jadi juga ya ga masalah. Kalau yang tidak akan nonton ini ya memang tidak pengen nonton walaupun kabarnya keren banget, bagus banget dan semua orang membicarakannya. Nah drama itu masuk kategori ga akan ditonton tentu karena ada alasannya.

Melodrama

Hidup ini sudah susah, jangan ditambah lagi dengan kesedihan dari tontonan. Nonton itu yang akhirnya bahagia saja. Cerita melodrama juga umumnya berjalan sangat lambat, udah lambat banyakan nangisnya pula, aduh mana tahan nonton 16 episode penuh tangisan.

Saya hanya menonton melodrama kalau saya tidak sengaja menontonnya alias sudah terjebak dan ceritanya memang bagus. Tapi kalau udah tahu dan masih sengaja nonton itu tidak akan terjadi.

Kalau melodrama yang dimainkan aktor favorit gimana? Lihat dulu semelodrama apa ceritanya, apakah ceritanya cukup cepat dan menarik atau tidak. Apa ada faktor lain yang menarik untuk ditonton selain fakta melodramanya. Nah kalau dilihat dari daftar drakor yang sudah saya tonton sebelumnya, bisa lihat gak mana yang masuk kategori melodrama?

Setting kerajaan jaman dahulu (Saeguk)

Alasan saya tidak suka melihatnya karena aktornya jadi terlihat aneh. Yang cewe sih biasanya cantik tetap cantik, pakai baju tradisional dan hiasan kepala malah makin cantiklah, tapi cowonya jadi terlihat sangat berbeda dan jadi jelek hahaha.

Drama-drama ini contoh yang tidak akan saya tonton

Mereka umumnya pakai rambut palsu, baik itu dibiarkan gondrong dan kotor seperti tidak pernah keramas, atau disanggul diatas. Aneh sekali kan melihat lelaki sanggulan. 

Lanjutkan membaca “Tidak Semua Drakor itu Sama”