Sejak hari Minggu, kami hanya diam di rumah saja. Sampai saya lupa hari karena setiap harinya kegiatannya makan tidur. Udara panas, polusi udara dan Covid-19 outbreak yang terjadi beberapa hari terakhir di Chiang Mai, memang membuat kami tidak banyak pilihan.
Hari ini, setelah 3 hari di rumah saja (dan masih akan libur sampai hari Minggu). Kami memutuskan untuk pergi mengajak anak-anak keluar rumah. Sengaja memilih tempat yang ada mainannya outdoor, ada makanannya dan kami perkirakan tidak akan banyak orang datang ke sana.
Hari Songkran, merupakan hari perayaan tahun baru Thailand yang biasanya diperingati setiap tanggal 13 – 15 April. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, di tahun 2020 ini, perayaan Songkran ditunda sampai waktu yang belum ditentukan. Gara-gara apa? apalagi kalau bukan pandemi Covid-19. Saya sudah beberapa kali menuliskan cerita Songkran di Chiang Mai, tapi kalau untuk membaca lengkapnya bisa cek di wikipedia.
Tahun ini, tanggal yang biasanya ditetapkan sebagai hari libur, dijadikan hari kerja, liburnya ditunda untuk perayaan Songkran setelah pandemi berlalu. Orang-orang dilarang mudik (dan pada dasarnya berbagai bis antar kota sudah tidak beroperasi). Di berbagai propinsi keluar larangan menjual minuman beralkohol sejak beberapa hari lalu.
Songkran 2018
Songkran 2016
Memori main air di kala Songkran
Tradisi yang awalnya dimulai dengan saling memercik air dan belakangan jadi main siram-siraman dengan ember pun ditiadakan sama sekali. Bahkan kalau ada yang bermain siram-siraman di depan rumahnya, bisa ditangkap dan dihukum. Kalau siram tanaman gimana ? ya boleh saja, main air buat anak-anak di rumah sendiri juga boleh, asal gak nyiram orang yang lewat di jalan. Pemerintah Thailand menyarankan untuk kembali ke ritual memercik air ke patung Budha saja. Semua larangan itu untuk mencegah meluasnya penyebaran infeksi Covid-19.
Melihat memori di FB, saya jadi teringat kemeriahan Festival Songkran setiap bulan April beberapa tahun belakangan ini. Orang-orang memakai baju bercorak bunga, memegang pistol air, saling perang air satu sama lain. Penduduk lokal maupun turis, meriah memenuhi jalanan. Beberapa tempat di sepanjang jalan yang dijadikan area orang bermain siram-siraman mendirikan panggung hiburan.
Kebanyakan penduduk Thailand main siram-siraman di siang hari bersama teman dan keluarga baik di depan rumah ataupun di tempat yang ramai dikunjungi. Di malam hari, mereka lanjut berkumpul di rumah untuk makan bersama sambil minum-minum bir. Pernah juga tetangga rumah ngumpulnya bukan cuma makan bersama, mereka juga karaokean sampai pagi.
Buat saya yang tidak terlalu suka ikutan main siram-siraman dan tidak suka mendengar keributan, sebenarnya ada perasaan lega kalau Songkran itu ditunda. Antara lega dan sedih tepatnya. Lega karena setidaknya gak perlu kuatir terjadi penyebaran virus di keramaian festival Songkran. Sedih melihat kekecewaan anak (dan sebagian besar orang) yang gak bisa ikut main siram-siraman. Udara panas di bulan April yang berkisar di 38 – 41 derajat celcius ini memang cocok untuk main siram-siraman.
Banyak juga pastinya turis yang sudah berencana datang untuk festival Songkran ini harus membatalkan niatnya. Thailand yang menjual festival Songkran ini menjadi daya tarik untuk didatangi turis pastinya terganggu roda perekonomiannya. Dan semua itu ditunda gara-gara pandemi covid-19.
Tahun 2020 ini memang semua jadi di luar kebiasaan. Saya bahkan gak tau, apakah hari ini saya bisa mengucapkan Selamat Tahun Baru Songkran? Beberapa teman orang Thai saya lihat mengenakan baju motif bunga-bunga, tapi belum ada yang mengucapkan Happy Songkran. Sulit sepertinya merasa happy kalau tidak bisa berkumpul dengan keluarga dan teman-teman. Makan dan minum bersama tertawa dan bercanda berbagi cerita.
Kemarin Paskah, hari ini Songkran, besok apalagi yang akan jadi tidak biasa karena pandemi ini? Tapi memang semua tradisi, festival dan perayaan itu sebenarnya buatan manusia, yang lebih penting kita tidak lupa bersyukur kalau di tengah pandemi ini kita masih bisa menikmati berkatNya. Jangan lupa untuk membantu sesama yang membutuhkan dan mungkin tidak seberuntung kita.
Saya akhiri tulisan ini dengan harapan semoga pandemi cepat berlalu dan semua berjalan normal kembali. Semoga tahun depan, bisa melihat kemeriahan festival Songkran di bulan April lagi.
Liburan Songkran 2019 sudah dimulai. Banyak restoran, tempat belajar ekstra, tempat bermain ataupun kantor mulai tutup. Beberapa sekolah sudah meliburkan kegiatan musim panasnya dari kemarin setelah mereka bermain air bersama-sama di sekolah. Baju bunga-bunga model hawaiii dan pistol air sudah dikeluarkan dari tempat penyimpanan.
beberapa titik malah AQI di atas 200
Joe juga sudah mulai libur dari kemarin. Tapi kami masih belum bisa memutuskan untuk pergi keluar rumah, karena polusi udara tidak meliburkan dirinya dari Chiang Mai. Biasanya tahun-tahun sebelumnya, setiap sebelum menjelang Songkran (bahkan pada hari Songkrannya), akan ada hujan deras di pagi hari, dan itu cukup untuk membersihkan polusi udara. Biasanya, hari Songkran itu sudah merupakan hari bebas polusi, dan semua orang bisa menikmati berpanas-panasan dan bermain air tanpa khawatir jadi sakit karena polusi udara (tapi mungkin bisa sakit karena main siram air dingin di bawah terik matahari).
Berdasarkan website yang mencatat kualitas udara di sekitar Chiang Mai, pagi ini tingkat pm 2.5 masih rata-rata di atas 150 yang mana sudah mencapai titik tidak sehat untuk beraktifitas di luar ruangan yang tidak memiliki filter. Kalau saja kadarnya di bawah 100, mungkin kami akan nekat saja jalan-jalan keluar. Tapi kalau angkanya begini dan suhunya juga sudah mencapai 33 derajat celcius, kami memilih hari ini untuk di rumah saja lagi, menutup pintu dan jendela, memasang filter udara dan AC lalu santai-santai membaca buku, menonton tv atau sekedar bermalas-malasan.
prakiraan cuaca dalam 3 hari ke depan
Suhu udara yang super panas ini selalu terjadi setiap hari Songkran. Kadang-kadang bahkan bisa mencapai 44 derajat celcius. Kombinasi polusi udara, suhu panas dan Joe dapat libur panjang biasanya membuat kami memutuskan mudik hampir setiap liburan Songkran. Tapi liburan tahun ini kami memutuskan untuk tinggal di Chiang Mai karena toh Natal dan Tahun Baru kemarin kami baru saja pulang ke Indonesia.
Kalau melihat memory yang muncul di Facebook saya, kadang-kadang kami pulang ke Jakarta, kadang-kadang pulang ke Medan. Kalau diingat-ingat tapi pulang ke Medan atau ke Jakarta sebenernya akhirnya kepanasan juga. Tapi bedanya, di sana ketemu dengan anggota keluarga dan bebas polusi. Tapi kemarin saya dapat info kalau di Jakarta beberapa hari ini juga ada kabut polusi dari industri dan juga kendaraan bermotor yang ada.
Medan di bulan April yang saya ingat juga cukup panas, walau suhunya gak sepanas di Chiang Mai, bedanya di Medan itu panas dengan humidity yang tinggi. Jadi di Medan itu kepanasan dan keringatan, kalau di Chiang Mai kepanasan dan kulit kering menyengat.
Iseng-iseng, saya melihat prakiraan cuaca di Medan dan Depok untuk berandai-andai kalau pulang bagaimana. Hasilnya ya di sana juga panas, dan humidity tinggi dengan kemungkinan hujan. Kalau sudah melihat begini, berharap hujannya dikirim ke Chiang Mai sebagian, supaya udaranya bersih. Dari sejak Januari, rasanya hujan di sini baru ada 1 kali dan itupun tidak cukup untuk menghapus polusi udara yang tak kunjung berkurang sejak awal bulan Maret yang lalu.
Untuk masalah polusi di Chiang Mai ini, pemerintah setempat sudah melakukan berbagai usaha mulai dari melarang, mendenda pelaku bakar-bakaran lahan, mengusahakan membuat hujan buatan, menyemprotkan air ke udara untuk mengurangi partikel pm2.5, bahkan kemarin saya baca mereka memasang sebuah mesin filter udara yang bisa membersihkan udara dengan jangkauan yang cukup luas (walaupun tidak bisa membersihkan seluruh kota). Sejauh ini usahanya belum berhasil, dan sepertinya seluruh Chiang Mai berharap turunnya hujan menghapus polusi segera datang.
Gak asik kan kalau main siram-siraman sambil pake face mask. Kalau facemasknya basah, gak tahu juga bakal efektif atau nggak. Eh sebenarnya saya gak suka main air basah-basahan. Setiap Songkran saya cuma jadi penonton, tapi ya Jonathan dan Joe biasanya yang ikutan main air, atau minimal biar bisa jalan-jalan ke mall tanpa kuatir jadi sakit karena udaranya gak bagus.
Kalau kata Joe: tenang saja, liburan kan baru mulai, siapa tahu besok ada keajaiban. Memang sih, kadang-kadang tanpa diketahui kualitas udara di pagi hari sangat tinggi sekalipun, kalau angin berhembus yang banyak, kualitas udaranya bisa membaik dengan cepat. Jadi tetap berharap dan semoga tetap bisa menikmati liburan kali ini walau mungkin bakal banyakan di rumah.