Hari ini gue menerima buku novel dari Dewi,seorang teman semasa kuliah yang pagi tadi menghubungi hp gue. “Halo Ris, sms gue keterima ga?”, “sms yang mana?” gue agak bingung karena merasa tidak menerima sms darinya beberapa hari ini. “Itu yang ngasih tau novel Iya ada di Dewi, udah dari hari Rabu loh, heran juga sih kenapa kamu ga bales-bales”. What!! novel yang gue tunggu-tunggu karena ditulis oleh Tria Barmawi yang dulunya lebih akrab dipanggil Iya, seorang teman semasa kuliah juga. “Wah..gitu ya, ya udah deh, ntar gue mampir ke kantor lu, dibawa kan hari ini?”. “Ada kok, ya udah ntar ditunggu yah.”
Dan…singkat cerita, karena satu dan lain hal, rencana mengambil novel sore jadi siang itu juga. Sampai di rumah, selesai mengisi perut, sambil baring-baring gue mulai membuka halaman demi halaman novel itu. Lost in Teleporter, sebuah kisah cinta dari abad ke-22.
Kesan pertama
Cover, umm..kira-kira ini gambar apa yah? bingung…liat ke belakang, umm…still not idea. Kok ga ada gambar mesin teleportnya ya? padahal kan pengen tau apakah mesinnya seperti mesin pemindah yang digambarkan di film-film, dengan sinar berbentuk tabung dan jam terpasang di tangan bisa dipindahkan kapan saja kita meminta ke Markas, atau… hmm… ini cerita cinta, bukan cerita sekelompok superhero dengan bantuan mesin jet untuk terbang dan teleport dan bukan juga cerita sejenis star trek ataupun starwars, bukan…
Awal ceritanya
Aha, jadi ceritanya berlangsung di mulai di Bulan Juni 2101 di kota Jakarta. Gambaran yang disajikan tentang Jakarta to be bolehlah, walaupun gue bukan orang yang ahli dalam membayangkan sesuatu secara detail, tapi sepertinya akan menyenangkan.
Stasiun Gambir masih ada, bedanya kereta apinya bukan lagi memakai kereta api seperti sekarang tapi memakai KKT (Kereta Kecepatan Tinggi), kita bisa hidup di Bandung untuk kerja di Jakarta, karena ke Jakarta cuma butuh waktu setengah jam!!
Sayangnya, sepertinya diprediksikan Jakarta tetap macet (just like these days I guess?) padahal segala jenis alat transportasi sudah disediakan, kenapa prasarananya kira-kira belum memadai juga yah? gue ga tau ini salah prediksinya pengarang, atau dia punya alasan lain? Gue ga tau juga sih, negara-negara yang transportasinya saat ini sudah maju masihkah mengalami kemacetan atau…mungkin juga kemajuan teknologi transportasinya sudah didukung juga dengan kemajuan sarana transportasi?
Sisi Teknologinya
Di Novel ini gue menemukan deskripsi Teleport secara fisik dan teknis, sebagai orang yang dari duluuuu selalu mengidam-idamkan teknologi ini diimplementasikan, gue cukup banyak dapat input tentang alat ini. Entah itu sekedar imajinasi si Iya, atau dia melakukan cukup banyak riset tentang cara kerjanya, menurut gue cukup masuk akal sih. Kayaknya kalau sampai teleport bisa memindahkan manusia secara cepat (dan ga ngebug) pasti gue termasuk yang ngantri buat mencoba walaupun tentunya mahal. Katanyakan waktu adalah uang, ya jelas aja dong kalau bisa pindah tempat kemanapun dalam hitungan detik kita membeli waktu (pemandangan bisa kapan saja deh). Jadi wondering, udah ada beneran ga yah teleport ini? Tapi pertanyaannya sama : gimana memindahkan hal-hal dari mahkluk hidup yang tidak terlihat? belum lagi kalau ketuker kayak cerita dalam Novel ini. Beuh…amit..
Oh ya satu lagi yang menarik disini adalah imajinasi tentang telepon yang punya fitur video dan dalam bentuk assesories wanita!! wah, ga perlu nenteng tas gede-gede lagi nih kalau bawa handphone 🙂
Dunia lain (Supernatural)
Bukan…ini bukan cerita hantu, tapi deskripsi tentang projeksi astral. Terus terang gue bukan orang yang begitu tertarik dengan pemisahan jiwa dari raga secara sadar ini. Gue juga bukan orang yang hobi dengan topik aura, meditasi dan sebagainya, walaupun pernah tertarik yoga (yang bukan bagian meditasinya). Tapi di buku ini hal itu dideskripsikan dengan jelas dan menarik. Cukup untuk menambah informasi yang sebelumnya tidak gue ketahui :). Dunia maya yang nyata, bertemu dengan orang-orang lain dalam mimpi, bisa sering janji ketemu, sudah seperti chatting di internet saja yah 🙂
Kisah Cinta nya
Umm..gue suka proses yang terjadi untuk setiap tokohnya dan gue suka jalan cerita menuju endingnya. Pria dengan sifat yang mudah tergoda, keras kepala, wanita dengan sifat jinak-jinak merpati tapi penuh misteri :D. Jujur, gue sempat tertipu dengan jalan ceritanya, tapi, setiap kali ada perubahan dalam kehidupan cinta tokohnya, gue kok ya mendukung aja ya? gue suka sampai pada ending cerita cintanya. Cukup logis, ga pake derai tangis dan air mata. Mungkin karena tokoh utama cerita ini menceritakan sudut pandang seorang pria, jadi ga pake acara curhat ataupun nangis bombay ala wanita (salut…MENGINGAT pengarangnya wanita). Kisah cinta biar terjadi di abad berapapun masih akan tetap sama, tidak selalu berjalan mulus semulus
jalan tol. Mungkin saja ada yang fondasinya ga kuat seperti tol cipularang yang amblas belum juga berumur setahun. Gue suka dengan cowok yang mau berjuang demi cinta dan ketika ditolak menerima dengan lapang dada dan berprinsip cinta tak harus memiliki dan kalau jodoh tak lari kemana. Gue suka cowok yang ga memaksakan orang lain yang sudah punya pilihan untuk mencintainya. Gue suka wanita yang punya pandangan konservatif dalam beberapa hal mengenai pacaran. Gue juga suka wanita yang mandiri, smart dan menjadi bos dari para pria tanpa affair, dan walaupun gue ga suka dengan orang yang tidak setia, tetep…gue suka dengan akhir dari cerita cintanya. (Ga bisa gue ceritain, ntar jadi spoiler)
Anyway…ternyata Iya bisa juga yah menuliskan adegan “kissing” seperti yang bisa dibaca di novel cinta lainnya, tapi tetap menjaga novelnya tidak jadi vulgar 😛
Akhirnya :
Ga terasa 2,5 jam berlalu, novelnya udah selesai dibaca. Wah…cannot put it down heh? Gue baru ngeh setelah selesai membaca bukunya, memandangi lagi covernya, ternyata yang berusaha digambarkan adalah sebuah PDA atau mungkin smart-phone si Dewey. Setidaknya mirip dengan PDA lah.
Overall gue suka, ceritanya menarik dan informatif. Nah tapi seperti kata pepatah tak ada gading yang tak retak, ada beberapa hal yang agak mengganjal yang mungkin bisa jadi input buat Iya, antara lain
-
- alasan Dewey buat naik Teleport kurang masuk akal, kalau demi sebuah rapat perkawinan mengorbankan setengah bulan gaji, kayaknya ga masuk akal, biayanya masih lebih dibutuhkan untuk pesta kali yah daripada rapat perkawinan
- footnote kurang banyak, misalnya penjelasan sesenang si miskin Charlie yang mendapat tiket emas masuk pabrik Willy Wonka, cerita itu cerita lama untuk tahun sekarnag, memang belum lama ini difilmkan ulang (tahun 2005), masih akan diingatkah tahun 2101? dan gue ga tau kira-kira kalau yang membaca novel blum tau cerita itu, mereka akan bisa atau tidak merasakan tingkat senangnya seperti apa. Terus contoh lain untuk istilah asing yang sudah di italic, kalau sudah umum sih memang ga perlu footnote, tapi untuk hal yang belum lazim mungkin masih perlu misalnya tentang smart-home. Terus terang gue ga kebayang smart-home yang saat itu sudah tren seperti apa.
- pemeriksaan latar belakang seseorang berdasarkan catatan guru BP semasa SMP dan SMA? kalimat ini buat gue sih masih diterima karena waktu gue sekolah namanya masih SMP dan SMA, tapi…sekarang aja udah tuker jadi SMP dan SMU, terus..guru BP itu juga perlu footnote kayaknya 🙂
- cara pencarian pemilik hidung yang juga tertukar. Kalau semua log nya bisa di akses dan dalam proses teleport dari awal sampai selesai semua data fisik manusia tercatat, kenapa dari sekian banyak orang harus di cek manual? bukankah data bisa berbicara? oh ya terus kalau inisialisasinya sudah benar, final statenya kan disimpan, seharusnya sebelum proses transmisi komplit, di cek juga apakah final state sudah sama dengan inisial state (aduh ini review buku atau kuliah algoritma sih?)
- ummm..terus…gue ga tau persis tokohnya umurnya berapa-an. Mungkin kelewat ya? tapi rasanya ga ada yang menjelaskan mereka kira-kira umur berapa-an. Padahal kalau kartun Jepang aja ada sampai shio segala (walaupun ga penting :P)
udah kayaknya gitu aja dulu, lebih banyak plusnya kok daripada minusnya. Semoga bisa berguna untuk menghasilkan novel fiksi yang tetap informatif yah Ya! Gue suka membaca novel yang memberi informasi tambahan, jadi membaca fiksi ga sekedar membaca roman cinta doang, tapi dapat tambahan ilmu lah. Kalau harus membaca buku fisika kan berat tuh buat tau tentang teleport :). Ditunggu karya berikutnya.
:mrgreen::neutral::twisted::shock::smile::???::cool::evil::grin::oops::razz::roll::wink::cry::eek::lol::mad::sad:
hehehe.. elu bener2 teliti deh bacanya 😀
kalo gue baca sesuatu, selalu ngebut karena ingin tau endingnya, dan biasanya detail selalu terlewat heuheuheu
tapi di bagian mana ada guru BP???? *trying hard to remember*
ding.ding…. dingdingdingding…ding ding..ding…dingdingdingding…
Nice review! Thank u. Btw, u should consider new career as an editor:-), seriously!
Ntar gw link reviewnya ke site gw yah…
Oya, about macet. Hihi, gw mikir daerah CBD (sudirman-thamrin-kota) kayanya bakal tetep macet though udah ada sarana transportasi canggih. IMO, orang masih lebih nyaman di mobil masing2, apalagi buat those yang hidup di kota satelit. Di KL yang udah ada monorail&LRT tetep aja CBDnya macet :-(. SG juga padahal udah ada pembatasan mobil.
Merry Christmas and Happy New Year for Jo and Risna 😉
Comment ini ditulis sambil nelpon risna yang sedang membaca comment untuk posting ini juga.
hai mpok 😛
no comment:neutral:
Kirim juga dong artikel ke web-ku di http://www.liputankita.com. bisa taruh link kok di bawah artikel yg dikirim. Jangan Lupa http://WWW.LIPUTANKITA.COM