Sejak kemarin saya baca-baca lagi isi blog ini yang sudah dimulai sejak 2004, dan ternyata sepertinya banyak hal dalam hidup ini yang tidak dituliskan. Nah supaya nggak lupa, sekarang mau nulis soal hobi baru: elektronik, atau tepatnya lagi elektronik digital. Dari dulu sebenarnya saya ingin belajar elektronika tapi nggak pernah dapet pelajarannya waktu SD, SMP ataupun SMU, jadi dasar elektronika yang saya punya cuma dari kuliah Fisika. Di ITB, dulu di Teknik Informatika tidak diajarkan sama sekali dasar elektronika (nggak tau ya sekarang setelah bergabung dengan elektro menjadi STEI).
Awal dari keinginan belajar elektronika lagi adalah karena kemalasan. Kami tinggal di sebuah apartemen yang kuno (fasilitas perusahaan, bukan milik sendiri). Sebenarnya isi apartemennya sangat bagus, kecuali AC yang harus dikendalikan langsung dari thermostat, tidak bisa via remote. Membeli thermostat yang lebih modern harganya cukup mahal (di Internet sekitar 1 juta rupiah), dan mungkin tidak kompatibel dengan AC yang sudah ada. Jadi saya ingin bisa mengendalikan remote tersebut dengan memodifikasi thermostat yang sudah ada. Saya hanya ingin bisa menyalakan/mematikan AC dari tempat tidur (tidak perlu bisa mengatur suhu).
Dengan berbekal kit dari buku berbahasa Thai, awal bulan lalu saya mulai belajar elektronika. Karena saya belum bisa baca bahasa Thai (paling cuma mengerti beberapa kata saja), saya belajar dengan melihat diagram, foto, dan source code. Kit dari buku itu menggunakan microcontroller PIC16F627A, dengan beberapa komponen (transistor, resistor, kapasitor, motor, LED, LDR, thermistor, potensiometer) dan disertai dengan programmer (disebut juga downloader/flasher) dengan serial port. Sebuah breadboard kecil juga disertakan, jadi saya tidak perlu menyolder ketika mulai belajar (breadboard adalah papan kecil dimana kita bisa menancapkan/melepaskan komponen dengan mudah).
Dasar pemrograman saya cukup kuat (sudah memprogram assembly dan juga pernah memprogram C sampai level kernel Linux/FreeBSD), maka bagian pemrogramannya cukup mudah dimengerti. Meski dulu nilai fisika saya lumayan bagus, tapi di bagian praktik saya masih bingung di awal, misalnya bagaimana menentukan mana sisi positif/negatif dari komponen-komponen seperti kapasitor elektrolit, LED, Diode, transistor.
Setelah bisa mengerti aneka input (digital dengan switch, sensor suhu dengan thermistor, sensor cahaya dengan LDR, dan input analog dengan potensiometer) dan output (LED, 7 Segment, Motor), saya mulai mencari dan membeli komponen elektronik lain. Meski Chiang Mai adalah kota terbesar di utara Thailand, tidak banyak toko komponen elektronik di kota ini. Saya sudah mengunjungi dua, dan keduanya kurang lengkap (dan yang satu bahkan hanya bisa berbahasa Thai, jadi saya harus menyiapkan daftar belanja dalam bahasa Thai).
Tapi ternyata saya beruntung, setelah mencari-cari, akhirnya saya menemukan toko elektronik yang lengkap, memakai bahasa Inggris, dan toko tersebut ada di bangkok, jadi ongkos kirimnya murah. Toko yang saya maksud adalah www.es.co.th, harganya sangat murah dibanding dengan toko elektronik lain. Sebagai informasi, toko tersebut juga bisa mengirim ke luar negeri.
Setelah dapat toko itu, saya jadi bisa mencoba komponen-komponen lain, misalnya LCD display (16 karakter, 2 baris), relay, sensor infrared, dan belajar microcontroller lain (Atmel). Pelajaran berikutnya yang melatih kesabaran saya adalah menyolder. Sampai sekarang saya belum membuat PCB sendiri (karena malas dan repot), dan masih menggunakan perfboard (papan berlubang yang bisa disolder). Kadang-kadang solder terlihat sudah bagus, tapi ternyata koneksinya belum bagus, kadang-kadang saya terbalik memasang komponen, dsb. Sekarang setiap kali selesai menyolder saya langsung mengetes konektivitas komponen dengan multimeter.
Ternyata setelah banyak membeli ini dan itu (multimeter, solder, toolbox, pengupas kabel, aneka IC dan komponen lain), uang yang dikeluarkan hobi ini tidak sedikit. Waktu yang saya sisihkan juga cukup banyak, di minggu-minggu awal, saya belajar sekitar 2-5 jam perhari setiap hari sepulang kerja. Tapi menurut saya hobi seperti ini lebih berguna daripada sekedar nonton bola misalnya.
Lalu sejauh ini apa saja yang sudah saya buat? pertama ya remote AC, tapi setelah berhasil, akhirnya belum saya pasang lagi, saya ingin menguji coba lebih lanjut ketika libur panjang (libur beberapa hari) untuk memastikan bahwa alat tersebut sudah benar-benar aman untuk digunakan (jangan sampai panas/terbakar). Untuk benda pertama itu, saya merancang sendiri hardware dan softwarenya. Lalu berikutnya karena saya beralih ke Atmel, saya tidak punya programmernya, jadi saya membuat sendiri programmer versi parallel dan USB berdasarkan skema dari Internet (sekarang saya sudah mencoba Atmega8, ATTiny2313, Atmega8535, Atmega8515, dan Atmega48). Berikutnya saya merakit infrared receiver versi serial dan USB untuk LIRC di Linux.
Tentu saja ada banyak program lain yang sudah saya buat tapi tidak permanen (di breadboard, dan saya lepas lagi), misalnya animasi LED, membaca suhu dari IC termometer digital (DS1621), komunikasi serial port, dsb. Saya sering merasa masih sayang untuk merakit sesuatu jika nantinya tidak digunakan. Benda-benda yang saya rakit (artinya tidak saya rancang sendiri) maupun saya rancang masih sangat sedikit, tapi saya cukup menyukai hobi baru ini.
Hobi baru ini juga sangat mendukung kegiatan porting kernel FreeBSD ke Cavium Econa CNS11XX yang saat ini sedang saya lakukan (info lebih lanjut mengenai ini bisa dilihat di http://tinyhack.com).
Sekarang saya ingin menyambung sedikit dengan topik tulisan saya mengenai posting mengenai kuliah informatika. Di situ saya bilang bahwa kuliah informatika itu perlu dan secara implisit saya ingin mengatakan bahwa kuliah untuk mendalami bidang tertentu itu perlu.
Meski saya merasa sudah “bisa” dalam hal elektronika digital, saya merasa ilmu saya masih jauh sekali. Saat ini belum mampu merancang sistem kompleks, apalagi jika sistem tersebut memiliki risiko tinggi. Sewaktu saya menulis posting mengenai kuliah informatika, sebagian berkomentar: “kuliah informatika itu gak perlu, buktinya saya bisa memprogram dsb, dan banyak sarjana informatika tidak bisa memprogram”. Itu namanya adalah anecdotal evidence, karena secara umum itu tidak berlaku. Saya dengan mudah menemukan anecdotal evidence yang lain, karena saya juga pernah ketemu sarjana elektro yang tidak berilmu, yang menuduh istri saya Risna membuat listrik di tempat kost sering mati (dulu waktu masih di rumah kost) karena komputer Risna menggunakan WIFI.
Nah dengan hobi baru ini saya cuma ingin bilang bahwa melakukan sesuatu bidang yang bukan keahlian utama kita itu bisa dilakukan, tapi untuk menjadi ahli, sekolah khusus akan sangat membantu. Meski sudah bisa memprogram microcontroller, saya tidak akan bilang “nggak usah kuliah elektro, saya bisa kok elektronika tanpa kuliah elektro”. Meski sekolah bukan jaminan, orang yang memiliki kemampuan yang sama akan lebih berhasil jika mau mendalaminya melalui kuliah.
Kreatif , bravo….www.sinyal-radio.blogspot.com