Semua orang memakai teknologi modern, tapi sebagian orang stuck di level tertentu. Semua mobil, televisi, telepon, semua memakai teknologi terkini. Sudah sangat sulit mencari HP yang tidak smart. Masalahnya adalah level kecerdasan dan kemauan user untuk mempelajari kepintaran benda tersebut (dari mulai mobil, televisi, sampai software).
Teknologi modern lebih murah dan lebih baik
Saya bersyukur karena keluarga saya mau belajar memakai teknologi modern. Andaikan harus menghubungi keluarga di Indonesia menggunakan jaringan telepon biasa, maka biayanya mahal sekali. Dengan Skype, FaceTime, dsb, kita bisa menghubungi keluarga dengan lebih mudah, lebih murah, dan bahkan lebih interaktif (dengan video).
Teknologi modern lebih akurat dan pintar
Saya juga senang karena banyak orang mulai menyadari bahwa memberikan koordinat GPS itu lebih mudah daripada menjelaskan arah dengan teliti. Menjelaskan sesuatu dengan teliti sering bermasalah, kadang ada satu dua hal terlewat dalam penjelasannya (atau salah tangkap, atau ternyata jalanan itu sedang tutup karena perbaikan jalan). Dengan koordinat GPS, kita bisa melihat dulu arah dalam peta di komputer/tablet, dan kemudian kita bisa dipandu oleh GPS selama di jalan. Bahkan kadang yang memberi jalan tidak tahu bahwa ada jalan yang lebih baik yang bisa ditemukan dengan GPS.
Teknologi modern memberi kenyamanan dan kemudahan
Secara online kami bisa memesan makanan, dan bahkan membayar langsung dengan kartu kredit. Bank saya memiliki kartu kredit virtual yang bisa dicek dan dibatasi dengan mudah. Tentunya selain makanan, barang online apapun bisa dipesan, dan kami bisa men-track perjalanannya.
Teknologi modern bisa menghemat waktu, mengurangi kekhawatiran
Bukan cuma barang pesanan yang bisa ditrack, ketika kami akan menjemput orang yang datang dari Indonesia, kami bisa mentrack kapan pesawatnya mendarat dengan flightradar, jadi andaikan ada delay yang tidak jelas, kami tetap bisa memonitor secara realtime posisi pesawat. Tidak perlu menunggu lama di bandara jika pesawat datang lebih awal atau lebih lambat.
Orang-orang yang stuck di level tertentu
Kadang kami (saya dan Risna) masih “gemes” dengan orang-orang yang memakai teknologi “setengah-setengah”. Tahu memakai email, tapi tidak bisa mencari email lama (atau bahkan terlalu sering menghapus email, padahal storagenya hampir unlimited, dan bisa di-archive jika tidak ingin dilihat di Inbox). Tahu menggunakan address book, tapi tidak bisa synchronize (jadi kontak hilang ketika pindah HP). Ada yang bisa menerima message facebook di tablet, tapi ketika dikirimi email: nanti saya buka di desktop (karena email tidak disetting di tabletnya, atau tabletnya tidak diinstall PDF reader).
Mencatat nomor telepon seseorang, membuat janji, dsb bisa dilakukan dengan beberapa sentuhan saja di tablet ataupun ponsel. Semua bisa disynchronize sehingga kita bisa melihat semua janji di desktop. Jadi kami kadang gemes kalo ada yang bilang “oh, nomor teleponnya ilang”.
Banyak software memiliki fitur yang memudahkan, yang sayangnya tidak digunakan oleh banyak orang. Contohnya: email saya difilter dengan fitur filter milik Gmail, sehingga saya tidak perlu membaca banyak email sampah, dan bisa menunda email-email kurang penting. Ketika membuat laporan, saya akan menggunakan fitur style (untuk menandai header, dsb), supaya daftar isi dihasilkan secara otomatis. Ketika memakai Excel (atau spreadsheet lain), saya akan memakai fitur formula, filter, dsb, dan tidak pernah manual menjumlahkan dengan kalkulator.
Sebagian orang yang penting mungkin tidak sempat belajar berbagai fitur-fitur yang saya sebutkan di atas, dan itu bisa dipahami. Yang kadang sulit dipahami adalah orang-orang yang merasa dirinya sangat penting, sehingga orang lain harus menyesuaikan dengan “keterbelakangan”-nya dalam teknologi. Kadang kami perlu mengirimkan ulang alamat email, mengirimkan ulang nomor telepon, menyampaikan pesan, dsb. Mungkin orang tersebut tidak merasa terganggu karena orang lain tidak pernah meminta itu darinya. Menurut saya orang-orang seperti itu sangat egois.
Orang-orang sok penting ini merasa “Saya nggak punya waktu buat belajar itu”. Sedangkan respon saya adalah “jadi waktu orang lain yang kamu pake, lebih berharga dari waktumu sendiri?”. Tapi tentu saja orang-orang sok penting tidak akan sempat membaca posting blog seperti ini 🙂
Pernah Risna menduga bahwa seseorang tidak akan mencatat nomor telponnya, sehingga untuk memastikan, nomornya dimasukkan ketika chat, dikirimkan juga via email, tapi ya tetep aja orangnya lupa pada saatnya ketika nomor itu dibutuhkan, dan akhirnya orang itu merepotkan lagi orang lain lagi dengan menanyakan nomor Risna. Plus entah kenapa katanya nomornya Risna tidak bisa dihubungi oleh orang itu (padahal aktif, tapi tentunya orang itu tidak berusaha SMS, dan merepotkan orang lain lagi untuk menyampaikan pesan ke risna via SMS), jadi Risna yang harus menelepon.
Kami bersyukur, orang tua kami yang sudah tua (60an) masih mau belajar BBM, masih mau belajar HP dengan touch screen, belajar memfoto untuk kenangan, memakai fitur Video untuk menonton wayang, dsb. Kasihan sekali orang-orang yang masih muda, yang sudah malas belajar, bagaimana nanti mereka bisa keep up dengan anak-anak mereka di masa depan?