Beberapa waktu lalu, saya iseng cari tahu biaya sekolah kalau pulang ke Indonesia untuk dibandingkan dengan biaya sekolah di Chiang Mai sini. Saya masih ingat waktu saya SD uang SPP nya sekitar 300 rupiah, SMP dan SMA saya lupa tapi saya ingat ga pernah bayar lebih dari 1000 rupiah per bulan. Saya sekolah negeri sejak SD, SMP, SMA dan yang paling mahal ketika saya harus kuliah di Bandung tiap semesternya biaya 445 ribu rupiah. Masa SD saya bisa jalan kaki ke sekolah, SMP mulai naik bemo/becak/sepeda dan SMA naik angkutan kota yang jaraknya 7 km dari rumah. Ketika jadi mahasiswa saya semakin jauh deh dari orangtua saya karena saya merantau ke Bandung.
Biaya sekolah mengirim saya ke universitas terasa lebih mahal buat orangtua saya karena saya diterima di ITB (Bandung) dan orangtua saya di Medan. Mereka harus kirimin uang buat saya tiap bulan sekitar 150 ribu rupiah buat ongkos dan makan saya. Uang kontrakan kost sudah dibayarkan langsung setahun supaya saya pasti punya tempat tinggal selama setahun dan harganya ga naik selain dapat diskon 200ribu kalau bayar pertahun dibandingkan bayar perbulan. Saya merasa beruntung karena orangtua saya dengan kondisi ekonomi yang cukup sehingga saya masih bisa sekolah dan fokus belajar tanpa harus memikirkan biaya hidup saya. Saya bisa lihat, mereka berusaha mencukupkan kami anak-anaknya untuk mendapatkan pendidikan dengan harapan mendapat masa depan lebih baik dari mereka.
Waduh intro jadi kepanjangan karena bernostalgia. Dari hasil browsing saya mengenai uang sekolah, saya pikir di sini saja sekolah mahal, ternyata di Indonesia juga ga kalah mahal (bahkan mungkin lebih mahal). Jaman sekarang kalau mau cari sekolah buat anak lebih banyak pertimbangan dibanding jaman saya sekolah dan biayanya juga bikin saya menahan napas. Saya yakin dulu orangtua saya kirim kami ke sekolah terdekat dari rumah dan sekolah negeri karena masa itu orangtua saya ya mampunya sekolah negeri, dekat rumah lebih baik karena lebih gampang untuk antar jemput dan saya ingat kelas 1 SD kadang saya pulang sekolah jalan sendiri, kadang saya jalan dengan kakak saya dan masa itu semua terasa aman-aman saja.
Saya tidak tau biaya sekolah negeri sekarang ini berapa, tapi sepertinya jaman sekarang ini ada banyak kekhawatiran memasukkan anaknya ke sekolah negeri. Entah kenapa dan sejak kapan, ada kesan sekolah negeri kurang bagus mutu pendidikannya dan kekhawatiran bertemu anak yang nakal dari lingkungan masyarakat kurang mampu. Banyak orang tua terutama yang di kota besar memilih memasukkan anaknya ke sekolah swasta yang punya nama dan menurut survey cukup berkualitas dari segi pengajaran dan keamanan. Beberapa orang memilih yang dekat kantor supaya bisa berangkat dan pulang bareng. Atau ya yang menyediakan layanan antar jemput. Umumnya anak SD akan diantar karena sekolahnya ga walking distance dari rumah (kecuali mungkin sekolah dalam komplek perumahan). Beberapa orangtua yang lebih dari cukup juga umumnya akan berusaha mencari sekolah terbaik walaupun agak jauh dari rumah dan biaya yang mungkin ga sedikit.
Angka yang saya dapati yang bikin shock itu uang pendaftaran. Dari hasil google sejak beberapa tahun terakhir yang paling murah harus habiskan di atas sepuluh juta di awal masuk sekolah. Dari level TK ke level SD walaupun di sekolah yang sama, orangtua harus bayar lagi uang pangkal/pembangunan/pendaftaran. Jadi kebayang untuk masuk Preschool (usia 3 tahun) orangtua harus nabung sejak anak lahir, lalu ketika anak masuk SD harus bayar sekian puluh juta lagi. Kalau anak lebih dari 1 dan beda usia berdekatan, orangtua harus kerja ekstra keras mendapatkan penghasilan tambahan.
Ada beberapa sekolah yang membutuhkan orangtua siapin uang sekitar 100 juta rupiah untuk daptar TK. Saya bayangkan orangtuanya mungkin pengusaha yang omsetnya Miliar perbulan atau kalau pegawai pastinya punya gaji lebih dari 100juta perbulan. Biaya bulanan juga variasi, yang paling murah sekitar 450 rebu perbulan untuk TK. Untuk level daycare bahkan ada yang memasang harga sekitar 5 juta sebulan.
Waktu Jonathan menjelang usia 4 tahun, saya survey banyak sekolah di Chiang Mai. Ada 3 jenis sekolah di sini, Thai, bilingual (kurikulum Thai tapi menggunakan bahasa pengantar Inggris dan sebagian Thai) dan sekolah Internasional (menggunakan kurikulum Amerika atau British, full bahasa Inggris). Untuk biaya sekolah sudah pasti sekolah Thai paling murah, dibandingkan dengan sekolah Internasional bisa berpuluh kali lipat.
Saat ini kurs 1 THB sekitar 440 rupiah. Untuk uang pendaftaran, beberapa sekolah Thai meminta sekitar 10.000 baht dan uang sekolah persemesternya sekitar 18.000 – 22.000 baht. Sekolah internasional uang pendaftaran sekitar 50.000 baht dan uang semesternya bisa mencapai di atas 100.000 baht. Di Thailand sini, sekolah itu seperti tempat menitipkan anak. Mereka menyediakan kelas mulai dari umur 18 bulan (persiapan TK), lalu sejak umur 3 tahun kelas TK sebanyak 3 level, dan mulai SD sejak umur 6 tahun selama 6 tahun. Level SMP dan SMA ada 6 tahun.
Ketika melihat angka yang fantastis untuk menyekolahkan anak, saya dan Joe sering berpikir dengan uang sekolah semahal itu, kalau anak sekolah sejak umur 3 tahun sampe kuliah, berapa dana pendidikan yang harus disiapkan? Setelah menyekolahkan anak semahal itu, kira-kira anak harus jadi apa supaya penghasilan nya bisa lebih dari biaya pendidikannya? Saya tahu kita harus berpikir optimis dan berharap anak akan lebih dari apa yang kita capai sekarang ini, dan saya tahu mengirimkan anak ke sekolah adalah bentuk investasi kita untuk masa depan anak yang mandiri dan bisa membiayai keluarganya kelak. Tapi kalau angkanya sekarang udah fantastis, berarti kami harus mempersiapkan anak yang bisa menyekolahkan anaknya lebih lagi dari yang dibayarkan sekarang ini.
Situasi kami sebagai orang asing tinggal di Thailand awalnya bikin pusing pilih sekolah buat Jonathan. Kami pingin anak-anak kami tetap bisa bahasa Indonesia, tapi juga fasih berbahasa Inggris dan Thai. Sekolah berbahasa Indonesia cuma ada di kedutaan di Bangkok. Awalnya kami sepakat bahasa Inggris lebih penting dari bahasa Thailand karena kami belum tahu berapa lama kami akan di sini dan supaya logatnya Inggris nya ga seperti Thaiglish ataupun Indoglish.
Harapannya anak-anak bisa menyerap bahasa Thai setelah fasih berbahasa Inggris dan tetep bisa bahasa Indonesia. Untuk saat ini target kami cukup berjalan sesuai harapan buat Jonathan. Kami cukup beruntung Jonathan bisa kami masukkan sekolah Internasional yang harga seperti sekolah Thai. Tapi setelah hampir 3 tahun di sana, Jonathan kami homeschooling.
Sejak homeschooling perhitungan uang sekolah digantikan dengan uang beli buku, berbagai peralatan dan mendaftarkan Jona berbagai kegiatan yang ga bisa saya ajarkan sendiri. Ternyata sekolah ga harus mahal. Di tulisan berikut akan saya tulis lebih banyak soal homeschooling Jonathan.