Sekitar 2 Minggu lalu, kami bertemu dengan 4 orang Indonesia yang datang ke Chiang Mai di gereja yaitu Pendeta Karia, Tuju, Lia dan Pendeta Essy. Mereka mengikuti Cultural Training yang diadakan oleh CTC di daerah Mae Rim. Kami tidak pernah ke daerah sana sebelumnya, tapi tentunya ini kesempatan untuk mempunyai alasan bepergian agak jauh dari rumah. Karena kami tidak mendapatkan alamat tempat trainingnya selain alamat PO BOX (dan tidak ada seorangpun yang bisa menjelaskan bagaimana cara menjemput teman-teman Indonesia itu), maka pada 1 minggu lalu (seminggu setelah kami bertemu), kami mengikuti mereka pulang ke daerah MaeRim (sekitar 17 km dari rumah kami).
Singkat cerita, hari Sabtu kemarin kami berjanji untuk bertemu dengan mereka. Tadinya kami berencana mengajak mereka melihat Elephant Show di daerah Mae Sa, tetapi ternyata CTC sudah berencana mengajak mereka ke sana hari sabtu pagi. Karena kami terlambat bangun (well, jangan harap bangun pagi di hari sabtu hehe), kami akhirnya menyusul ke Mae Sa Elephant Camp (Sekitar 30 km dari rumah). Ceritanya, untuk memperlancar menyetir (dengan perkiraan trafficnya tidak terlalu padat), gue yang menyetir ke sana. Well..walau masih deg degan di beberapa tikungan (terutama karena jalannya yang menanjak dengan belokan yang cukup tajam), akhirnya kami sampe juga dengan selamat ke sana. Kesan tentang elephant camp? bau perkampungan di Indonesia yang banyak sapi. Ya..bau kotoran gajah hehehe… :p
Karena teman-teman kami sudah selesai melihat show dan juga sudah naik gajah, kami pikir buat apa berlama-lama lagi di sana (toh gue masih ada rencana ke sana bersama temen dari YMCA). Tujuan berikutnya yang terdekat adalah Mae Sa Waterfall. Bayar tiket kena harga farang (foreigner) karena Joe nanyanya pake bahasa Inggris (tapi gpp lah, itung-itung nyumbang buat pengembangan daerah waterfall situ). Sebelum melihat waterfallnya makan dulu. Ditawarin untuk bawa tikar dan makan ditepi waterfall sama penjualnya, tapi kami terlalu lapar untuk membawa beban ke atas (dan ini keputusan yang tepat).
Setelah perut kenyang, istirahat sejenak dan mulailah perjalanan melihat 10 tingkat airterjunnya. Sampai dengan 7 tingkat pertama, jalannya terasa mudah dan sebenarnya sedikit kecewa karena air terjunnya kurang tinggi!, masih lebih bagus air terjun di Tongging Sumatera Utara ataupun air terjun sigura-gura di Kabutapten Asahan Indonesia. Karena penasaran, kami berjalan terusssss dan terusssss dan terussssss sampai ke tingkat tertinggi. Hasilnya? cape deeeh!.
Di air terjun tertinggi, ambil foto-foto dan beristirahat sejenak sebelum akhirnya turun lagi. Aneh, kenapa sih turun selalu terasa lebih cepat daripada naik? pulang selalu terasa lebih mudah daripada pergi?
Oh ya, kebetulan hari sebelumnya di kantor pas break time ngomongin buah lengkeng, dan perasaan sebelumnya gak pernah liat bagaimana sih pohon lengkeng itu. Eh tau-tau di Mae Sa waterfall ada pohon lengkeng yang sedang berbuah dengan sangat lebatnya (aduh ini buah atau hujan sih). Buat yang belum pernah lihat pohonnya, ini gue share fotonya.