Akhir-akhir ini selain Raspberry Pi 1 & 2 yang sudah saya miliki (plus Beaglebone XM yang sudah saya punya dari dulu), saya menambah beberapa Single Board Computer (SBC) lagi.
Contents
Pi Zero
Benda pertama adalah Raspberry Pi Zero. Semestinya ini adalah SBC termurah (5 USD saja), tapi sampai saat ini setiap kali ada stock langsung habis. Beberapa penjual di eBay bahkan menjual dengan harga sampai 60 USD. Penjual online resmi juga banyak yang memanfaatkan kelarisan Pi Zero ini dengan melakukan bundling (harus membeli bersama kit yang harganya lebih dari 20 USD).
Saya beruntung karena bisa mendapatkan Pi Zero dari majalah MagPi edisi 40. Saya segera memesan majalah ini ketika dilaunch (Majalahnya 10 USD, ongkir 5 USD).
Apa kelebihan Pi Zero ini dibanding yang lain? ukurannya lebih kecil, pemakaian dayanya lebih sedikit, dan port USBnya mendukung OTG. Dengan ini Pi Zero bisa berfungsi sebagai USB device apa saja. Misalnya bisa pura-pura jadi USB disk, USB ethernet, atau yang lain.
Sebenarnya SOC yang dipakai di semua RPI hanya mendukung OTG, tapi fungsinya diset sebagai host, dan dihubungkan ke chip USB hub (yang dihubungkan ke ethernet dan juga USB port). Karena Pi Zero tidak memiliki USB hub, fungsi OTG-nya bisa dipakai.
Jika ada waktu dan belum ada yang mendahului, saya berencana mengimplementasikan ulang proyek saya ini di Pi Zero. Proyek ini cukup populer, sampai ada yang membuat Kickstarter (dan berhasil) berdasarkan ini.
Roseapple Pi
Saya pernah iseng meminta Roseapple Pi, dan ternyata diberi satu gratis. Sejujurnya saya belum banyak ngoprek ini, meski sudah dicoba dan berjalan lancar. Kelebihan benda ini menurut saya adalah RAM-nya yang 2GB dan dukungan USB 3. Beberapa aplikasi yang sulit jalan di SBC lain karena kurang RAM mungkin akan berjalan dengan lancar di sini. Karena ada USB 3, benda ini rasanya juga akan jadi NAS yang cukup baik. SBC yang lain hanya mendukung USB 2, dan untuk Raspberry Pi, ini bahkan dishare dengan ethernet.
Sebenarnya saya sempat membaca datasheet SOC Action Semi yang dipakai RoseApple Pi untuk melihat kemungkinan porting FreeBSD ke SOC ini. Saya pernah porting sebuah SOC ke FreeBSD dan tertarik mengulagi lagi. Tapi sepertinya setelah saya baca, datasheetnya kurang lengkap (misalnya tidak ada informasi mengenai controller ethernet) jadi tidak saya teruskan.
Orange Pi PC
Tahun lalu saya pernah memesan Orange Pi PC, tapi entah kenapa tidak pernah sampai, jadi akhirnya direfund. Karena penasaran, saya pesan lagi Orange Pi PC, harganya cuma 15 USD, plus ongkir 3 USD (~18 usd atau setengahnya harga Raspberry Pi). Hal yang perlu diperhatikan: jangan lupa pesan kabel powernya karena tidak bisa diberi power via USB (ada yang bilang bisa via GPIO, tapi belum saya coba), karena perlu pesan kabel power, harganya mendekati 20 USD.
Keluhan banyak orang mengenai Orange Pi (semua versi) adalah: tidak stabil, support/komunitasnya kurang, dsb. Setelah membaca-baca, saya akhirnya memakai image dari Armbian dan sejauh ini semua cukup lancar. Situasi software Orange Pi saat ini terus membaik, support terhadap SOC ini sudah ada di mainline kernel, dan tidak seperti Raspberry PI, kita tidak butuh bootloader proprietary untuk memakai benda ini.
Orange Pi ini memiliki port USB OTG juga, tapi tidak banyak tutorialnya (bagian ini bisa dieksplor lebih jauh). Orange Pi PC juga dilengkapi dengan built in microphone dan IR receiver, yang umumnya tidak ada di SBC lain.
Sebenarnya ada juga Orange Pi One yang harganya cuma 10 USD, tapi memorinya hanya setengahnya (512 MB) dari Orange Pi PC. Ada juga beberapa versi Orange Pi yang lebih mahal (dengan gigabit ethernet, wifi, sata, 49 USD). Sepertinya saya tidak akan membeli Orange Pi Plus, tapi mungkin akan membeli Orange Pi One
Raspberry Pi 3
Ini adalah Raspberry Pi yang terbaru dengan harga sama dengan Raspbery Pi lama (35 USD). Kelebihan utamanya adalah: lebih cepat, ada WIFI dan bluetooth built in. Meski prosessornya mendukung 64 bit, tapi sayangnya belum disupport (bootloadernya proprietary sedangkan ini diperlukan untuk mengaktifkan mode 64 bit).
Untuk pekerjaan tertentu, RPI 3 ini cukup untuk menggantikan laptop. Misalnya mengetik, memprogram, dan browsing ringan. Kekurangan RPI adalah memorinya yang cuma 1GB, jadi browsing beberapa tab sudah terlalu berat, apalagi jika situsnya memanfaatkan berbagai fitur browser (contoh: tab telegram dan whats app sudah memakan banyak memori).
Tadinya saya pikir dengan WIFI, maka benda ini akan lebih mudah untuk pentesting jaringan WIFI, tapi ternyata saat ini drivernya tidak mendukung Monitor Mode. Jika Anda butuh monitor mode, Anda bisa membeli USB WIFI yang kini harganya di bawah 3 USD.
Aksesori
Selain board saya juga membeli beberapa aksesori. Contoh aksesori yang saya beli adalah USB WIFI dan Display.
Kecuali RPI 3, semua SBC saya tidak memiliki Wifi, jadi saya membeli beberapa USB Wifi. Yang paling kiri memakai chip RT5370 (2.77 USD), yang tengah memakai r8188 (1.77 usd), dan yang paling kanan memakai mt7601u (4.19 USD). Saya mencoba berbagai adapter untuk tahu fiturnya, sejauh ini yang paling mudah dipakai dengan fitur lengkap adalah yang memakai RT5370 (mendukung monitor mode untuk sniffing wireless traffic). Baru-baru ini driver R8188 juga sudah mendukung monitor mode tapi perlu compile driver sendiri.
Saya membeli display kecil ini (12 USD) tadinya untuk membuat aplikasi interaktif dengan Raspberry Pi untuk Jonathan, tapi ternyata agak mengecewakan.
Hal yang mengecewakan adalah: tidak mudah mensetup benda ini dengan driver standar bawaan RPI, supaya yakin jalan, cara termudah adalah memakai driver yang diberikan dari websitenya. Saya berharap bisa memakai driver dari kernel Linux standar supaya bisa dipakai di SBC lain.
Setelah berhasil mensetup dengan driver standar pun ternyata agak mengecewakan: kadang bisa dan kadang tidak, terutama setelah dicoba touch screenya. Setelah mencoba-coba sepertinya masalahnya adalah kabel flexnya kurang menempel dengan baik. Jadi jika tidak disentuh sama sekali, LCD-nya bekerja baik, jika disentuh (dan tentunya digerakkan sedikit), kabelnya akan kendor lagi. Jadi perlu hati-hati interaksinya (sepertinya jika dipakai Jonathan akan mudah sekali error). Mungkin saya sebaiknya membeli yang bersama case-nya sekalian.
Untungnya masih ada 3 tombol di sebelah kanan yang bisa diakses via GPIO, jadi dengan tombol ini saya bisa memberikan input tanpa takut membuat LCD-nya error.
Supaya gampang mengetes SBC lain, saya memutuskan membeli monitor kecil dengan input HDMI, seharga 25 USD. Ukuran layarnya 7 inch dan hanya memiliki resolusi 800×480, agak rendah untuk masa ini, tapi mengingat dulu saya bekerja dengan monitor dengan resolusi 680×480 (resolusi standar VGA jaman dulu), menurut saya ini masih acceptable.
Bagi Jonathan, semua elektronik saya adalah mainan, ketika melihat ini, dia ingin mencobanya sebagai komputer kecilnya (padahal dia sudah punya komputer desktop sendiri).
Saya juga bereksperimen dengan modul GSM/GPRS seharga 4.85 USD. Sejujurnya saya bereksperimen untuk mengabuse fitur internet.org/freebasics.com tapi ternyata kecepatan GPRS terlalu lambat (mungkin modul 3G lebih masuk akal). Baru-baru ini saya baca bahwa orang Angola lebih sadis mengeksploitasi freebasics.com ini untuk sharing film.
Board lain
Saya ingin sekali mengeksplor ARM64, tapi Saya tidak tahu kapan ini akan disupport oleh RPI 3, jadi sekarang ini saya juga preorder PINE64. Ini baru akan dikirim bulan Mei.
Sebelum Pi Zero diluncurkan, saya sudah memesan CHIP, dan baru akan sampai Juni. Harga CHIP 9 USD, dan kelebihannya adalah: dengan 9 USD sudah ada WIFI dan bluetooth-nya, serta sudah ada NAND chip-nya (tidak perlu SD Card).
Pemakaian
Buat apa sih punya SBC banyak-banyak? hal pertama dan utama bagi saya adalah untuk belajar. Meski sudah jarang mengcompile kernel untuk desktop, saya masih bereksperimen dan mengcompile kernel untuk berbagai SBC yang saya miliki.
Meski 90% sama, tiap SBC juga punya perbedaan kecil. Kadang-kadang perbedaan kecil di sebuah device bisa jadi proyek menarik. Contohnya port OTG yang hanya ada di sebagian SBC, IR yang hanya ada di Orange Pi. Contoh lain adalah dalam hal microcontroller board: saya punya banyak Arduino, ESP8266, tapi sebelumnya tidak punya Teensy. Meski Teensy ini mirip saja dengan Arduino atau yang lain, tapi fasilitas dan library USB-nya lebih lengkap dan akhirnya membuat saya jadi menulis proyek U2F yang saya sebutkan sebelumnya.
Sebenarnya kadang-kadang menggunakan SBC merupakan sesuatu yang overkill, tapi sangat mudah. Contohnya ini: kami membeli sensor kualitas udara (PM10 dan PM2.5), sensor ini mengeluarkan data melalui UART. Ada banyak cara untuk membaca ini, misalnya via Arduino, ESP8266, dll. Tapi cara yang saya pakai adalah: mencolokkan benda ini ke Raspberry Pi (yang diberi USB Wifi), dan hasil sensornya dibaca via SSH. Tadinya saya ingin mencolokkan LCD, tapi ternyata dengan WIFI lebih praktis, benda ini bisa ditinggal di ruang mana saja dan dibaca statusnya dari jauh.
Dengan tmux dan bash profile di Raspberry pi, plus JuiceSSH di Android, membaca status real time bisa dilakukan dengan satu klik dari homescreen. JuiceSSH bisa melakukan ssh dengan shortcut homescreen (dan bisa kita set password atau keynya supaya tidak perlu login), script bash profile akan langsung memulai tmux dan akan mengattach ke sesi yang sudah ada (sesi ini selalu ada karena dimulai dengan script cron @restart).
Karena ditumpuk, ceritanya sudah terlalu panjang, semoga lain kali saya bisa mendetailkan berbagai hal yang saya lakukan dengan SBC saya di posting terpisah.
Kak klo LJK saya ada bekas penjepit kertasnya agak ngecap dan ada noda kecil dibekas penjepit itu. Noda dan bekas itu kisaran 2cm. Noda itu dibagian atas pas penjepit kertas bkn di form identitas/jawbnny. Masih bisa kescan gak ya kak?
mas Yo, anda pesen pine64 ya?
Kalau impor dg beli online gitu kena tambahan charge nya berapa ya? saya takut kena duty tax yg cukup mahal. tlg share tips nya dong.
Saya tinggal di Thailand, dan di sini saya nggak kena biaya apa-apa.
mas cipto,
untuk harga barang diatas US $50 maka dikenakan biaya.
ditunggu versi detilnya mas Yohanes.
Mas Yohanes, saya coba beberapa image dari Armbian di Orange Pi PC tapi entah kenapa selalu gagal boot. Akhirnya baru berhasil boot setelah menggunakan image bikinan Loboris http://www.orangepi.org/orangepibbsen/forum.php?mod=viewthread&tid=342
Juga masih ada masalah dengan dongle Wi-Fi juga tapi tidak saya oprek lebih lanjut karena saya putuskan akan menggunakan modul A6 GSM/GPRS module biar bisa dipasang “off the grid”.
Hmm, saya juga kurang tahu solusinya, pakai Armbian selalu lancar, walau dulu kadang HDMI tidak muncul (bisa diakses dari ssh tapi tampilan blank). Kalau di kasus saya sih katanya masalah kompatibilitas monitor. Untuk kasus tidak booting sama sekali atau berhenti di tengah bisa karena power atau sd card.
Mas, kalau untuk pemakaian standard rumahan, sarannya yg mana y?tks.
Mas, Raspberry sebenarnya bisa mengantikan fungsi microcontroller ga?, saat ini saya menggunakan arduino dan android untuk mengkontrol sensor jarak, suhu, relay dll, kira2 bisa di gantikan oleh Raspberry.
apakah sensor2 tersebut langsung bisa dihubungakan dengan Raspberry?, terima kasih
Bisa aja
Silakan baca lebih lanjut di sini
http://cintaprogramming.com/2014/03/03/single-board-computer-dan-single-board-microcontroller/#comment-5336