Hari ini akhirnya hujan turun di Chiang Mai, entah kenapa jadi ingat belum menuliskan surat untuk tenaga kesehatan yang paling sibuk di masa pandemi ini. Untuk pegawai di dinas kesehatan, untuk para dokter dan perawat yang bekerja di rumah sakit, klinik kesehatan ataupun puskesmas di seluruh dunia. Untuk mereka yang gak punya pilihan untuk bekerja dari rumah.
Para tenaga kesehatan ini mungkin yang paling berharap pandemi segera berlalu, supaya mereka bisa beristirahat dengan perasaan tenang di rumah dengan keluarga, tanpa ada rasa khawatir jangan-jangan saya sudah terpapar penyakit. Mereka yang bertugas untuk mengurus pasien. Mereka yang harus menjaga dirinya supaya tidak terpapar dengan segala penyakit yang ada selain covid-19.
Iya penyakit bukan cuma 1 saja, ada banyak penyakit lain selain Covid-19, dan semua itu harus dirawat juga. Setiap hari, para tenaga kesehatan ini berhadapan dengan segala penyakit yang kadang tidak terlihat gejalanya. Mereka harus mendiagnosa penyakit pasien dengan serangkaian pertanyaan maupun tes. Kalau pasiennya tidak jujur, semakin sulit penyakit ditemukan, semakin lama harus mencari bagaimana merawatnya dan semakin tinggi kemungkinan mereka terpapar penyakit yang dibawa si pasien (dan ini bukan hanya masa covid-19 saja).
Mama saya seorang perawat di masa mudanya. Ketika kami mulai agak besar, papa saya meminta mama saya berhenti bekerja di rumah sakit dan bertugas di kantor saja. Sekarang mama saya sudah pensiun bertahun-tahun sebagai pegawai dinas kesehatan yang mengurus pekerjaan bagian rumah sakit. Sedikit banyak, saya tahu juga pekerjaan mama saya di dinas kesehatan. Mereka juga perlu membuat laporan tentang jumlah pasien, tentang penyakit yang paling banyak terjadi di satu daerah, tentang fasilitas apa yang dibutuhkan di satu daerah tertentu.
Terbayang saat ini, di masa pandemi, pegawai dinas kesehatan baik yang bertugas di rumah sakit ataupun yang di kantor, kerjaannya jadi banyak. Mereka tidak punya pilihan untuk di rumah saja. Mereka yang akan disalahkan kalau ada data laporan yang salah ataupun jumlah pasien yang tak kunjung sembuh.
Mungkin mereka tidak pernah berharap bakal bertemu dengan masa pandemi. Jangankan tenaga kesehatan, saya saja masih sering berharap masa pandemi ini hanya mimpi buruk dan segera terbangun dari tidur dan semua kembali ke keadaan yang normal.
Kemarin saya ngobrol dengan ipar saya, seorang dokter yang bertugas di Puskesmas. Ketika saya menanyakan bagaimana kabarnya, dia langsung curhat kalau sejauh ini sudah ketemu dengan 3 pasien positif covid-19 (bukan cuma terduga) dari hasil rapid test. Padahal rapid test ini masih sering memberikan false negatif, tapi kalau hasilnya positif, berarti memang sudah benar-benar positif. Saya tanyakan apakah dia selalu memakai perlengkapan Alat Pelindung Diri (APD) setiap ketemu semua pasien. Katanya mau tak mau ya harus, walau APD yang dipakai bukanlah APD yang sesuai standar dan terkadang harus cuci kering dipakai lagi sampai robek baru ganti.
Saya kaget, saya pikir tenaga kesehatan kita dapat jatah APD untuk melindungi diri dan supaya bisa merawat pasien dengan baik. Ternyata, mereka harus mencari sumbangan sendiri untuk mendapatkan APD. Duh, kalau dokter dan tenaga kesehatan tidak ada jatah APD, bagaimana kalau mereka terpapar lebih dahulu? bisa-bisa semua pasien dengan keluhan lain ikut terpapar juga.
Obrolan dengan ipar saya membuat saya ingin bertanya lagi dengan dokter yang lain. Saya mengontak teman SMA saya yang juga seorang dokter. Kalau menurut teman saya ini, dokter yang bekerja di rumah sakit swasta bisa menolak menemui pasien kalau tidak ada APD. Betapa jauh bedanya dengan nasib dokter di puskesmas ya. Padahal mereka sama-sama dokter dan sama-sama dibutuhkan di masa pandemi ini.
Saya juga bertanya-tanya apakah suster dan pegawai kesehatan lainnya mendapat jatah APD juga? Kataya, kalau suster harus menyediakan APD sendiri. Padahal setahu saya gaji suster itu jauh lebih rendah daripada gaji dokter, dan mereka juga lebih sering ketemu pasien daripada dokter.
Ah, sekarang saya mengerti kenapa dulu papa saya tidak suka mama saya bekerja di rumah sakit. Saya baca saat ini banyak tenaga kesehatan yang tidak berani pulang ke rumah. Mereka menjaga jarak aman dengan keluarganya karena mereka tidak mau mengambil risiko. Sudah banyak tenaga kesehatan jadi korban pandemi ini.
Mungkin kalau saya yang jadi pegawai kesehatan di masa pandemi, saya akan bolos kerja saja atau berhenti sekalian. Pergi ke rumah sakit saja rasanya sudah bikin gemetar duluan, apalagi kalau harus jadi yang merawat orang sakit tanpa APD di masa pandemi ini.
Tapi memang menjadi tenaga kesehatan itu panggilan hati. Mereka menjadi tenaga kesehatan bukan karena gengsi atau sekedar biar ada pekerjaan. Mereka pastilah memang punya hati untuk melayani. Hati untuk membantu sesama manusia melawan penyakit yang diderita.
Walau tanpa fasilitas APD bukan jadi penghalang buat para tenaga kesehatan untuk mengerjakan tugasnya. Mereka mengupayakan APD sendiri, mereka menjaga kesehatan diri sendiri sambil tetap merawat yang sakit. Mereka tidak mundur walaupun nyawa sendiri taruhannya.
Buat para petugas kesehatan semua dimanapun kamu bertugas, terimakasih saya ucapkan untuk kalian semua. Terimakasih kalau kalian mau tetap bekerja supaya kami bisa di rumah saja. Terimakasih kalau kalian tetap mau merawat semua pasien tanpa memandang status dari si pasien dan jenis penyakit apa saja.
Saya tahu, kalian pasti berharap kami semua mengikuti anjuran yang ada dari pemerintah. Supaya kami tidak keluar rumah kalau tidak terpaksa. Supaya kami jaga jarak aman dengan yang lain. Supaya tidak ada pasien yang bohong waktu diperiksa. Dan pasti kalian berharap besok tidak ketemu pasien dengan gejala ataupun tanpa gejala yang positif covid-19.
Iya, tidak ada yang mau sakit. Semua juga pengen sehat. Semua berusaha untuk meningkatkan imunitas. Saran berjemur, minum vitamin, makan makanan sehat, berolahraga sebagian besar berupaya lakukan. Tapi memang ada juga yang selalu merasa dirinya harus sehat karena kalau tidak kerja tidak makan.
Iya, banyak yang merasa sehat dan tidak bisa diam di rumah saja. Tidak punya kendaraan pribadi, lalu terpapar atau malah menyebarkan di angkutan umum yang berdesakan. Banyak juga yang sudah disarankan untuk isolasi, tapi karena butuh makan harus keluar rumah juga.
Saya hanya bisa berdoa dan berharap pandemi ini segera berlalu. Semoga para tenaga kesehatan juga tetap sehat melalui masa ini. Semoga ada yang segera menemukan titik terang untuk mengakhiri pandemi ini. Entah itu vaksin, atau obat atau cara mendeteksi pasien secara dini untuk mengurangi penyebaran infeksi.
Salam dari Chiang mai untuk tenaga kesehatan di manapun kamu berada. Semoga malam ini kalian bisa beristirahat memulihkan tenaga walau mungkin hanya sebentar saja.
Satu tanggapan pada “Surat untuk Tenaga Kesehatan di Masa Pandemi”