Siapa yang masih sering menulis surat? Baik itu surat di kertas maupun surat elektronik? Sepertinya kebiasaan menulis surat kepada teman dan keluarga ini sudah mulai jarang dilakukan. Waktu Jonathan baru lahir, beberapa bulan pertama dan beberapa ulang tahun pertama, Joe dan saya mencoba untuk mengirimkan e-mail ke account yang kami set-up untuk Jonathan sejak dia lahir. Tapi bebeberapa tahun belakangan ini sudah lama tidak dilakukan lagi. Tulisan ini sekaligus pengingat buat saya untuk kembali lagi menuliskan surat untuk Jonathan dan Joshua. Surat buat mereka baca ketika mereka sudah bisa membaca nantinya.
Teringat jaman dulu, salah satu kolom di majalah Bobo itu adalah sahabat pena. Saya ga pernah sih punya sahabat pena, tapi Joe pernah cerita dia pernah punya beberapa sahabat pena. Saya juga tau beberapa teman saya yang rajin kirim-kiriman surat dan punya beberapa sahabat pena. Saya ga ikutan kirim-kirim surat sahabat pena karena saya orangnya pemalu dan ga tahu juga mau nanyain apa di surat, ketemu orang baru aja rasanya sulit untuk bertegur sapa. Beda dengan sekarang, kalau sepertinya lawan bicaranya ga aneh-aneh (objektif terhadap mood), gampang sekali untuk ajak orang ngobrol.
Tahun pertama tinggal di Bandung, saya mulai sering berkirim surat. Kebetulan di kampus ada kantor pos, jadi lebih mudah juga untuk mengirimkan surat balasan. Saya ingat, dulu saya punya 1 kotak khusus menyimpan surat-surat dari keluarga dan dari sahabat masa SMA. Terakhir saya ingat kotak itu ada di rumah mertua, saya coba membaca beberapa surat dari sahabat SMA saya. Lucu rasanya membaca curhatannya. Membaca surat lama sama seperti membaca posting blog lama, beberapa hal sudah terlupakan dan jadi ingat lagi.
Kadang-kadang saya terima surat dari teman SMP atau teman masa bimbingan belajar, kadang agak bertanya-tanya loh kok dia bisa dapat alamat kost saya ya hehehe. Dulu perasaan senang banget kalau terima surat, apalagi kalau suratnya panjang dan berlembar-lembar, serasa deh ketemu dengan orangnya dan ngobrol panjang lebar. Kadang-kadang saya semangat nerima doang, untuk membalas saya tunda-tunda, terus akhirnya ya ceritanya update yang lain-lain lagi. Sebenarnya beberapa hal pertanyaan-pertanyaan dalam surat ga penting banget juga dibalas langsung, yaaa bayangin aja pos biasa itu bisa 10 hari sampai dari Medan ke Bandung, soalnya emang pake perangko yang murah aja hehehe.
Liburan panjang kenaikan tingkat saya pulang ke Medan selama 2 bulan, beberapa teman kuliah ikutan semester pendek di Bandung. Saya ingat, sempat juga beberapa kali surat-suratan dengan teman kuliah. Mereka cerita seputar semester pendek dan update gossip hahahaha, saya cerita kebosanan liburan dan pengen balik ke Bandung, bukan buat kuliah tapi buat bisa hang out sama temen-temen aja.
Masa-masa nulis surat berlembar-lembar itu saya ingat punya angan-angan andai saja bisa kirim surat digital saja yang ga harus kirim via kantor pos (soalnya saya malas ke kantor pos). Saya gak harus nulis di kertas tapi langsung bisa membalas di bagian pertanyaan. Kira-kira yang saya harapkan waktu itu ya adanya e-mail seperti sekarang ini.
Saya lupa kapan persisnya mulai kenal e-mail, tapi masa itu teman-teman dan keluarga saya di Medan belum punya e-mail, mereka bahkan masih ga ngerti apa itu internet. Yang saya ingat, saya sering banget tuh nyuruh-nyuruh teman saya bikin e-mail biar gampang ga harus surat-suratan pake pos. Di rumah saya di Medan juga saya minta adik saya install modem biar bisa konek internet dan belajar e-mail. Tapi ya, ga gampang memandu jarak jauh mengenai dial-up modem suapaya bisa berinternet, masa itu belum banyak yang jual buku how-to seperti sekarang.
Sejak e-mail makin populer dan keberadaan warnet mulai lebih banyak dibandingkan wartel, kebiasaan berikirim surat via pos mulai saya tinggalkan. Kontak dengan teman-teman SMA paling lewat telepon atau ketika saya liburan ke Medan saja. Kontak dengan teman kuliah dan beberapa teman lain ya sudah memakai e-mail. Untuk komunikasi ke rumah lebih sering memakai telepon (ke warnet atau saya di telepon). Rasanya menuliskan surat via pos biasa mulai kurang seru, karena lebih cepat ngobrol langsung, update kabar dan langsung dapat respon. Masa itu, kartu telepon atau wartel menjadi lebih sering dikunjungi daripada kantor pos. Kalau lagi liburan ke Medan saya jadi lebih sering ke Warnet dan udah ga pernah lagi ke kantor pos.
Sekarang, sejak memakai media sosial seperti Facebook dan HP yang terkoneksi dengan internet 24 jam, menulis e-mail pun mulai ditinggalkan. Apalagi mama saya juga sudah kenal teknologi internet, tambah lagi berkurang alasan untuk kirim surat. Kalau mau ngobrol ya tinggal kirimkan pesan via WhatsApp, Facebook, Line dan dulu sempat juga pake BBM. Kalau lagi malas nulis, sering juga pakai video call. Tapi rasanya sekarang ini malah makin jarang berkomunikasi dengan teman masa SMA, ya sebagian juga karena makin lama makin jarang update kabar, jadi paling taunya kabar dari update status mereka di media sosial.
Teknologi memang semakin memudahkan kita untuk berkomunikasi, tapi entah kenapa ada perasaan teknologi chat bikin saya semakin sulit untuk menuliskan banyak hal seperti ketika saya menuliskan surat. Menulis blog ini saja saya sering kehilangan kata-kata untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya pengen saya sampaikan. Kebiasaan chat yang saling berbalasan langsung membuat saya tidak bisa mengkomposisikan apa yang ingin saya sampaikan dalam paragraph yang mudah dimengerti dan tidak bertele-tele.
Dipikir-pikir, waktu menuliskan surat, baik itu surat pos biasa ataupun e-mail, saya masih bisa untuk bercerita dengan menggunakan kalimat lengkap yang jelas, saya menyampaikan secara lengkap hal-hal yang ingin saya sampaikan tanpa interupsi oleh penerima surat. Tentunya saya berharap surat saya bisa dimengerti dan jelas mana yang berita dan mana yang pertanyaan. Sekarang ini, kalau saya disuruh menuliskan surat, rasanya suka bingung sendiri mulai dari mana. Bahkan menuliskan blog ini saja saya sepertinya sudah mulai kemana-mana dan ga fokus lagi. Harus lebih sering posting lagi dan lebih sering menuliskan surat.
Oh ya, jadi ingat, waktu masih pacaran saya pernah terima surat dari Joe, ceritanya dia lagi menghemat batere laptop dan ga ada wifi di Airport, jadi untuk mengisi waktu, dia nulis surat ke saya hahaha. Surat fisik begitu bagusnya bisa dibaca berulang-ulang, rasanya membaca surat apalagi dari pacar bikin perasaan makin berbunga-bunga. Jaman awal pacaran, saya dan Joe juga masih sering kirim e-mail. Harus dicari tuh arsipnya buat kenang-kenangan hahahhaa. Kira-kira isi suratnya kayak posting blog ini
Kesimpulannya buat saya, menulis surat itu berguna untuk jadi arsip/catatan yang bisa dibaca lagi dikemudian hari. Tapi memang ga ke semua orang sih kita perlu tulis surat, apalagi kalau ga tau juga mau cerita apa. Sekarang ini yang terpikir ya nulis surat ke anak-anak saja. Buat mereka baca kalau mereka besar nanti. Posting blog ini juga mudah-mudah bisa jadi kenangan buat mereka kalau kami sudah ga ada lagi.
Ayo menulis surat/blog buat orang-orang yang kita sayangi. Ingatan manusia ini ada batasnya, tapi kalau dalam bentuk tulisan bisa dibaca dan membawa kita bernostalgia dan menjadi memory yang lebih bertahan lama.
Satu tanggapan pada “Menulis Surat”