Hari ini Jonathan sudah 11 tahun, karena dia sudah membaca Harry Potter kami ajak dia bercanda kalau ini waktunya dia dikirim ke Hogwarts. Jonathan bilang, nggak bisa karena di sini tidak ada platform kereta apinya.
Jadi teringat dengan tulisan What If yang saya tulis kemarin. Jadilah saya pengen iseng menuliskan cerita bagaimana kalau misalnya diandai-andaikan saja semua anak 11 tahun harus dikirim ke sekolah berasrama seperti Harry Potter dan teman-temannya.
Cerita Ulang Tahun
Cerita tentang hari ini sudah ditulis sama Joe, termasuk kesukaan mereka bermain game Pikmin, game sejenis Pokemon Go dari Niantic yang membuat mereka jadi rajin jalan keliling komplek.
Walau hari ini ulang tahun, dan harusnya masih di rumah saja, tapi karena bukan hari libur, Jonathan tetap harus melakukan beberapa hal. Dia mengikuti tantangan Bebras lagi tahun 2021 ini. Tahun lalu Jonathan berhasil mendapatkan juara harapan 2. Untuk tahun ini, kita lihat saja hasilnya nanti.
Selain mengerjakan Tantangan Bebras, hari ini Jonathan juga harus mengerjakan belajar Kumon bahasa Thailand secara online. Jadi, kalau biasanya hari ulang tahun itu hari libur sekolah, tahun ini terpaksa tidak libur karena ada kegiatan seperti Bebras dan Kumon.
Pandemi Covid-19 di Thailand masih cukup tinggi kalau dibandingkan dengan Indonesia, tapi ya belakangan ini trendnya mulai menurun, jadi kami masih bisa pergi makan siang ke restoran. Tapi untuk kuenya saya beli lagi kue eskrim. Kue es krim ini sebenarnya hanya alasan saja untuk tiup lilin. Kami hanya membeli kue ini di saat ada yang berulang tahun karena toh sebenarnya kami suka makan es krimnya, hehehe.
Ini tahun ke-2 Jonathan merayakan ulang tahun di saat pandemi, jadi tidak bisa mengajak kumpul-kumpul dengan teman-teman yang cuma sedikit. Tahun lalu, kami masih bisa pergi ke mall dan tempat bermain anak-anak dibuka, tapi tahun ini tempat bermain anak-anak masih ditutup, makanya kami hanya pergi makan saja ke restoran.
Sejak kelas 2 SD, Jonathan kami homeschool dan masa pandemi ini sebenarnya hanya sedikit efeknya untuk anak homeschool. Setiap tahun, kami bertanya ke Jonathan apakah dia ingin dikirim ke sekolah, dia selalu menjawab masih senang homeschool, tapi ya ingin tahu juga rasanya sekolah lagi seperti apa.
Jadilah hari ini kami bikin cerita bagaimana kalau Jonathan dikirim ke sekolah berasrama seperti Harry Potter. Sekolah sihir atau bukan, namanya juga berandai-andai.
Seandainya Hogwarts ada di Thailand
Seandainya sekolah seperti Hogwarts ada di Thailand, dan seandainya kami termasuk muggle atau half blood atau apalah yang harus kirim anak ke sekolah berasrama di saat umur 11 tahun, mungkin dia bisa membawa Pikmin, atau Pikachu sebagai binatang peliharannya.
Kalau bawa burung Hantu, nanti repot ngasih makannya. Atau mungkin cukup membawa dora emon saja, lumayan kan kalau ada yang dibutuhkan, isi kantong dora emon sudah seperti sihir ala Harry Potter juga.
Pengucapan mantra dengan bahasa Thailand astinya akan lebih sulit, karena harus memperhatikan nada naik turunnya. Kalau salah nada, bisa-bisa maknanya sangat jauh berbeda dan membahayakan kalau salah mantra.
Bagaimana dengan platform keretanya? Apakah perlu naik kereta api untuk menuju sekolahnya? Hmm.. bisa jadi ada. Saya belum pernah naik kereta api dari Chiang Mai ke Bangkok, tapi kalau dari cerita-cerita yang di dengar sih, bisa jadi 15 jam.
Agak bertanya-tanya kenapa naik kereta api yang nggak kena macet tapi malah lebih lambat dari naik mobil, kemungkinan karena naik kereta api kan kadang-kadang berhenti di beberapa kota untuk menambah penumpang.
Nah, selanjutnya, kira-kira apakah Jonathan akan mempunyai teman-teman seperti Ron dan Hermione? Atau dia malah jadi temannya Draco Malfoy? Mungkin juga dia akan seperti Neville Longbottom, bukan anak yang populer seperti Harry atau pun Draco, tapi ya punya peranan juga pada akhirnya.
Pertanyaannya, kira-kira kalau Jonathan tinggal di sekolah berasrama, apakah dia sudah bisa mandiri? Nah ini sebenarnya masih perlu banyak latihan lagi. Sekian tahun sekolah di rumah saja, dia memang tidak punya masalah dengan bertemu orang-orang baru, tapi untuk banyak hal ya masih harus dilatih bukan dengan mantra saja.
Cerita sampai di sini saja
Imajinasi sampai di sini saja, karena Jonathan tidak suka dengan ide mengirimkan dia ke sekolah berasrama. Selain itu, ternyata menulis cerita berandai-andai tanpa dialog itu kurang seru. Apalagi kalau batasan antara fiksi dan realita terlalu dekat, jadi bingung nanti mana bagian dari pengandaian dan mana bagian dari realita.
Seperti halnya Joe, saya juga berharap kalau Jonathan bisa tetap menjadi anak yang bisa belajar sendiri dan mandiri di kemudian hari. Semoga juga masa pandemi segera berakhir supaya Jonathan punya kesempatan bertemu dengan teman-teman homeschool yang pada dasarnya tidak banyak juga. Atau mungkin saja, waktunya mencari sekolah berasrama?