Natal 2011 dan Tahun Baru 2012

IMG_0548IMG-20111224-00543Sudah beberapa tahun ini kami Natalan tidak mudik ke Indonesia. Tahun ini merayakan Natal bertiga saja di Chiang Mai (Papa, Mama dan baby Jonathan). Seperti biasa Natal itu tidak ada libur di Thailand, tapi karena tanggal 25 Desember tahun ini jatuhnya hari minggu ya otomatis terasa seperti hari libur Natal.

Tanggal 24 Desember 2011, biasanya kami belajar bahasa Thai di hari Sabtu, tapi khusus Sabtu itu guru bahasa Thai kami Khruu Ang, yang juga orang Kristen, mengundang kami untuk makan siang Natal bersama. Kami makan di sebuah restoran yang ada kolam ikannya. Jonathan senang melihat ikan-ikan berenang ke sana-kemari. Jonathan juga senang bermain bersama Khruu Ang (sementara papa sibuk menghabiskan makanan dan mama sibuk foto-foto hehehe).

Lanjutkan membaca “Natal 2011 dan Tahun Baru 2012”

Terima kasih Tuhan untuk semuanya

Posting ini isinya ungkapan syukur saya buat semua hal yang telah terjadi di hidup saya. Saya berharap perjalanan hidup saya masih panjang ke depan, dan di titik ini saat ini saya ingin menengok ke belakang dan mengucap syukur untuk semuanya. Saya tahu kisah saya nggak sehebat banyak orang lain, yang mulai dari titik lebih rendah dari saya, dan mencapai titik yang lebih tinggi dari saya. Kisah ini bukan untuk dibanding-bandingkan, kisah ini hanya sekedar ungkapan syukur.

Sebelumnya mau cerita dulu: beberapa kali ingin membuat posting ini, tapi selalu ragu ketika akan memulai. Agak takut kalau tiba-tiba keadaan berubah dari segala yang indah yang diceritakan di posting ini. Tapi kalau dipikir-pikir, justru itu kenapa posting ini harus ditulis. Kalau tiba-tiba keadaan berubah, saya sudah pernah mengungkapkan syukur untuk apa yang sudah diberikan Tuhan pada saat ini.

Saya lahir di sebuah desa kecil, desa Ngepung, Sukoharjo di tahun 1980. Tempatnya dulu relatif terpencil, belum ada listrik (baru masuk kampung kami sekitar tahun 1988), lantai rumah kakek-nenek tempat kami tinggal masih tanah, dindingnya gedek (anyaman bambu), penerangannya lampu dian. Saya lahir di dapur di tengah malam, dengan bantuan dukun (yang harus dipanggil dari kampung sebelah karena dukun di kampung kami baru saja meninggal). Masa kecil saya sangat sederhana, mainan bekicot, obeng, dan radio rusak. Ada satu hal yang selalu diceritakan ibu saya: dulu nenek saya setiap pagi akan membangunkan saya, mencuci muka saya dengan air kendi, dengan harapan “supaya terbuka matanya, luas wawasannya”.

Sejak umur 6 tahun, saya tinggal di depok, masuk SD negeri, bapak saya karyawan swasta biasa. Saya pun bukan orang istimewa, ketika masuk SD, saya belum bisa bahasa Indonesia (hanya bisa bahasa Jawa), saya baru bisa membaca di umur 7 tahun ketika naik kelas 2 SD. Secara fisik, saya juga termasuk biasa-biasa saja, tidak pernah menang olah raga apapun. Ketika saya kecil Orang tua saya dulunya juga tidak terlalu dekat dengan Tuhan, jarang sekali ke gereja, dan bahkan kadang bertahun-tahun tidak pernah pergi ke gereja. Meski bapak, ibu, dan adik-adik Kristen, tapi keluarga saya yang lain (paman, bibi, kakek, nenek) non-Kristen, jadi pendidikan agama saya sangat minim.
Lanjutkan membaca “Terima kasih Tuhan untuk semuanya”

Banjir di Chiang mai September 2011

Sejak kami tiba di Chiang mai tahun 2007, kami sudah sering mendengar cerita bahwa pernah terjadi banjir di kota ini yang cukup parah. Banyak rumah-rumah yang terendam dan jalanan di depan tempat tinggal kami juga terendam sehingga tidak bisa kemana-mana. Tempat parkiran condo juga dulu kabarnya tergenang (ya mengingat kami tinggal persis di tepi sungai). Tahun  lalu pernah ada peringatan akan ada banjir kiriman, kami sudah siap-siap dengan nyetok makanan, dan ternyata kesiagaan pemerintah Thailand membuat banjir itu bisa dicegah.

Hari Rabu lalu, 28 September 2011, pagi-pagi sudah dapat kabar akan ada banjir di Chiang mai. Memang sepanjang malam sebelumnya hujan deras turun sampai pagi masih ada gerimis, tapi perasaan santai aja, kirain bakal kayak tahun sebelumnya, banjirnya cuma naik air sungai tapi ga sampai ke jalan. Baca-baca dikit katanya sekolah pada mulangin muridnya jam 12 siang, tapi perasaan masih biasa aja. Tau-tau sore hari jam 3 pas bangun dari ketiduran nemenin Jonathan bobo siang liat ke luar. Eh kaget…..airnya udah sampai ke jalan :(. Dari pagi tuh yang saya liat cuma jembatan, dan mikirnya, ah jembatan masih aman, ternyata saya salah :(. Dan banjir kali ini bukan cuma karena hujan semalaman, tapi konon kiriman juga dari daerah lain.

IMG-20110928-00055 IMG-20110928-00054

Orang-orang di kantor Joe juga pulang cepat hari itu, cuaca di luar masih mendung. Keesokan paginya kantor Joe juga libur karena airnya belum surut termasuk depan kantor. Eh Joe kerja setengah hari diskusi ama bos. Kebetulan bos tinggalnya di condo yang sama jadi tetep bisa kerja setengah hari.

Salut dengan kota Chiang mai, persiapan menghadapi banjirnya cukup bisa dipuji. Ada Excavator di jembatan yang dari pagi mengeruk sampah yang menumpuk di bawah jembatan untuk memastikan airnya tetap mengalir. Di jalan rayanya juga ada mobil tentara yang mengangkut warga yang harus masuk kerja.

Begini situasi hari Kamis pagi tanggal 29 September 2011. Air bukannya surut malah tambah tinggi. Taman di hotel sebelah udah kerendem semua.

 IMG-20110929-00063  IMG-20110929-00064

Sore hari, kami turun ke bawah untuk belanja ke 7 Eleven dan melihat situasi di depan. Puji Tuhan tempat parkiran condo masih aman, dan ternyata depan condo merupakan perbatasan antara jalan terendam dan agak kering.

Hari Jumat tanggal 30 September 2011, banjir mulai surut walau jalanan masih tetap terendam dan papa Jonathan tetap blum bisa ke kantor. Begini kondisi hari Jumat pagi. Taman hotel sudah tidak terendam lagi, walaupun jalanan masih tetap terendam air.

IMG-20110930-00083IMG-20110930-00084 

IMG-20111001-00089Puji Tuhan sejak hari Kamis cuaca di Chiang mai cukup cerah dan tidak ada hujan yang menambahi banjir. Hari Sabtu tanggal 1 Oktober 2011 jalanan mulai kering dan semoga banir tidak akan datang lagi.

Setelah banjir berlalu, pemerintah kota terlihat aktif membersihkan jalanan dari dari lumpur bekas rendaman air sungai. Hari minggu sore sepulang dari gereja kami melihat mobil penyiram tanaman beserta beberapa orang sedang aktif membersihkan jalanan. Sepertinya kota ini memang sudah berpengalaman dengan banjir.

Dari pengalaman banjir kali ini, jadi belajar untuk tetap menyediakan stok makanan di rumah. Kemarin kebetulan stok makanan masih ada walaupun sudah agak menipis. Yang senang dengan banjir ini ya Jonathan, soalnya papanya jadi di rumah terus beberapa hari dan dia bisa puas bermain dengan papa. Saya hanya bisa berharap banjirnya tidak datang terlalu sering.

Source Code

Banyak orang mendengung-dengungkan open source, namun sebagian orang mempertanyakan ini: lalu kalau punya sourcenya, buat apa? saya kan bukan programmer?. Bukan cuma programmer yang bisa diuntungkan secara langsung dengan ketersediaan source code.

Pertama perlu saya ceritakan sedikit sejarah open source ini dalam 2 paragraf. Gerakan untuk membuka kode sumber program diawali oleh Richard Stallman, dan dinamakan sebagai Free Software Movement. Stallman menggunakan kata “free” dalam arti kebebasan, bukan dalam arti gratis. Karena kata Free ini dianggap kurang bisa “menjual”, maka muncullah istilah baru “open source”, yang ingin menekankan source code yang terbuka. Stallman sendiri tidak setuju dengan istilah open source, karena dalam kata opensource, semangat “kebebasan” tidak terasa. Sebagian orang mengambil jalan tengah dengan menggunakan istilah Free and Open Source Software (FOSS).

Kebebasan apa yang dimaksud dalam bidang software? Stallman mendefinisikan 4 tingkat kebebasan. Nomor 0: bebas menjalan program untuk keperluan apa saja, Nomor 1: bebas mempelajari program dan mengubah program semau kita, Nomor 2: bebas membagikan program ke orang lain, Nomor 3: bebas menyebarkan perubahan program ke orang lain. Membuka source code akan memberi jalan untuk kebebasan-kebebasan tersebut.

Sekarang coba kita lihat contoh-contoh di mana source code yang terbuka berguna bagi programmer dan non programmer. Kita lihat kasus sangat sederhana ini (dialami oleh ribuan orang): ada program yang fiturnya kurang sedikit dari yang kita inginkan. Ini bisa berupa aplikasi desktop, mobile atau web. Kita ambil contoh kecil, mungkin Anda cuma ingin menambahkan supaya muncul nama hari pasaran Jawa di blog Anda (Sabtu Pon misalnya). Jika Anda memakai software yang sifatnya tertutup, maka Anda perlu meminta kepada pembuat aplikasi itu. Perubahan menambahkan nama pasaran itu sangat mudah, tapi kira-kira apakah pembuatnya mau menambahkan? apakah itu memberi nilai komersial yang besar untuknya sehingga dia mau menambahkannya? Apakah perubahan itu akan merepotkan pembuat software tersebut, bagaimana jika orang dari daerah lain ingin kalender mereka juga didukung?

Nah sekarang kita lihat andaikan aplikasi itu sifatnya open source: Anda bisa minta tolong siapa saja untuk menambahkan hari pasarannya. Anda bisa memposting iklan di situs freelancer (misalnya guru.com), lalu Anda kan mendapatkan tawaran yang bersaing. Hal yang sama tidak bisa Anda lakukan jika aplikasinya tidak open source, karena hanya produsen aplikasi tersebut yang bisa melakukannya. Contoh yang saya berikan ini bukan hal yang mengada-ada. Coba Anda tengok ke situs guru.com atau situs freelancer sejenis, banyak sekali pekerjaan yang berhubungan dengan memodifikasi source code. Dengan adanya source code, sebagai end user, Anda punya pilihan. Selain pekerjaan modifikasi, Anda juga bisa memberi kontrak maintenance ke pihak manapun yang kerjanya bagus dan harganya bersaing. Nah di sini Anda sebagai user punya kebebasan.
Lanjutkan membaca “Source Code”

Kritik Nusa/Nusaptel 2.0

Nusaptel 2.0 sudah dirilis beberapa waktu yang lalu. Rilis ini sempat diliput koran seperti Jawa Pos dan beberapa situs web lain. Nusaptel ini juga akan dipakai di universitas Ma Chung. Anda bisa mendownload Nusaptel ini dari situs universitas Ma Chung.

Mungkin sebagian dari Anda masih mengingat kritik saya terhadap bahasa Nusa yang saya tulis 2 tahun yang lalu. Secara singkat kesimpulan waktu itu adalah: bahasa ini belum layak disebut selesai dari design bahasanya, masih memiliki banyak design flaw, dan implementasi compilernya juga masih jauh dari selesai. Sekarang, 2 tahun kemudian dan dengan library hasil lelang dari depkominfo, bahasa ini masih tetap belum selesai, dan implementasi compilernya masih mengandung hampir semua kesalahan dasar yang saya sebutkan dalam kritik saya.
Lanjutkan membaca “Kritik Nusa/Nusaptel 2.0”

Ga Enaknya Tinggal di Luar Negeri

Mumpung lagi rajin ngeblog, sekalian deh nulis bagian yang ini. Terlepas dari betah tidaknya kami tinggal di sini, tapi saya bisa merasakan bahwa ga selamanya yang namanya tinggal di luar negeri itu enak. Kebanyakan orang beranggapan: wah enak ya tinggal di luar negeri bla bla bla dengan asumsi yang berbeda-beda.

Basically manusia tidak pernah merasa puas, jadi mereka selalu melihat orang lain hidupnya lebih enak dari hidupnya sendiri. Kita membuat asumsi di kepala kita kalau si A hidupnya lebih enak dari kita sampai lupa bahwa hidup kita sendiri ga ada kurang-kurangnya. Ah daripada berpanjang lebar soal yang ini, langsung aja deh ke point-point ga enaknya tinggal di luar negeri :

Lanjutkan membaca “Ga Enaknya Tinggal di Luar Negeri”

Mengedit Teks

Sejak beberapa tahun yang lalu saya sekarang sudah menyadari sebagian besar waktu yang saya gunakan adalah untuk memasukkan teks ke dalam komputer. Mengetikkan program, mengetikkan dokumen, membalas email, mengetikkan perintah command line, chatting, menulis blog, dan sebagainya. Sekarang saya merasa sudah menemukan solusi yang pas untuk diri saya dengan editor emacs. Perjalanannya cukup panjang.

Ketika kali pertama memakai komputer, editor pertama yang saya pakai adalah Wordstar, saya cukup hapal dengan berbagai shortcut yang ada (misalnya memilih blok dengan ^KB, lalu ^KK, save dengan ^KS, dsb). Karena shortcut hapalan dari Wordstar, ketika pertama memakai Linux, editor yang sering saya pakai adalah joe. Shortcut default joe sama dengan wordstar, jadi saya bisa berpindah dengan nyaman.

Alasan lain memakai joe adalah masalah resource: waktu itu komputer yang dipakai di kampus ITB adalah 486DX dengan memori 8 Mb, joe jauh lebih ringan dibandingkan emacs dan sedikit lebih ringan dari Vim. Sayangnya joe tidak diinstall di semua komputer, jadi saya belajar editor Vi juga. Meski hapal dengan shortcut dasar (pergerakan kursor, copy paste, search replace, save), saya merasa kurang nyaman melakukan banyak editting dengan vi. Saya masih memakai vi untuk mengedit file konfigurasi.

Mengedit teks di berbagai aplikasi yang berbeda cukup mengesalkan, misalnya saya sedang mengedit teks untuk posting di sebuah forum, kadang saya kesal: wah kok tidak ada ya fungsi find dan replace, karena tadi maksud saya ingin menulis Produk X dan bukan Y. Akhirnya teks harus di copy ke text editor, search-replace, lalu copy paste balik. Lalu banyak editor lain yang tidak mendukung fungsi sederhana tapi penting. Misalnya saya biasanya memperhatikan kapitalisasi sebuah kata. Di kebanyakan editor tidak ada shortcut untuk mengubah sebuah kata menjadi huruf kecil semua, huruf besar semua, atau hanya huruf pertama yang menjadi kapital.

Sekarang saya menggunakan editor Emacs untuk menyelesaikan hampir semua masalah saya. Mengapa memakai Emacs? emacs adalah editor yang sulit dipelajari di awal, tapi memiliki sangat banyak fungsi, dan kita bisa menambah fungsi yang ada. Emacs bisa dipakai untuk banyak hal, jadi tidak perlu mempelajari lagi aneka shortcut dan setting yang berbeda di setiap aplikasi. Emacs sudah cukup terkenal, sehingga bisa diintegrasikan dengan banyak aplikasi lain.

Untuk chatting, saya bisa menggunakan built in IRC client erc dengan server bitlbee. Untuk coding, sudah banyak paket yang tersedia untuk membantu proses coding misalnya Cedet. Emacs sudah terkenal . Untuk mengedit teks ketika browsing, saya bisa menggunakan extension Edit with Emacs di Google Chrome. Dengan itu ketika saya ingin posting comment, atau posting blog, saya tetap bisa memakai editor emacs.

Semoga banyak orang yang sadar juga bahwa mengedit teks merupakan hal yang penting, dan kita perlu berusaha meningkatkan efisiensi kita, untuk menghemat waktu, dan juga agar tangan kita tidak terlalu banyak bergerak dan kena RSI. Banyak hal yang bisa dilakukan, dari memakai editor teks yang baik dan memanfaatkan fiturnya (tidak harus Emacs), sampai memakai keyboard yang lebih nyaman.