Dari tulisan saya sebelumnya tentang sekolah dari rumah vs homeschooling, beberapa teman mulai mempertimbangkan untuk mencari tahu tentang homeschool (HS). Tulisan kali ini, saya akan coba menuliskan hal-hal yang perlu diketahui untuk persiapan jika memang memutuskan menghomeschool anak di masa pandemi Covid-19 yang menyebabkan ketidakpastian kapan sekolah mulai dibuka lagi.
Contents
Tidak semua cocok dengan homeschool
Hal pertama yang perlu dicari tahu adalah, apakah visi dari keluarga Anda. Kemudian mencari tahu apakah HS cocok dalam mencapai visi untuk keluarga Anda.
Beberapa syarat utama untuk menjadi keluarga HS adalah:
- Komitmen orangtua dan anak dalam kegiatan homeschool. Ayah dan Ibu harus bekerjasama dalam menentukan siapa yang mengajarkan apa. Kalaupun ada yang dirasa perlu memanggil guru tutor, orangtua menentukan guru dipanggil ke rumah, atau anak mengikuti kelas kursus tertentu. Pelajaran yang dipelajari nantinya bukan hanya akademik, tapi juga budi pekerti dan pelajaran untuk menjadi lebih mandiri.
- Kemauan mencari dan memahami informasi tentang berbagai metode kegiatan homeschool. Menjadi orangtua dari anak HS, kita harus mau belajar terlebih dahulu dan tidak cepat bertanya dan terima beres seperti mengirim anak ke sekolah.
- Orangtua perlu mencari komunitas homeschooler lokal untuk berkegiatan bersama secara berkala dan komunitas online untuk menambah tempat bertukar pikiran sesama keluarga HS.
- Pahami tipe belajar anak untuk menemukan suasana belajar yang tepat. Ada anak yang bisa diberikan buku, lalu bisa paham dan mengerjakan tugas sekolah dengan mudah. Ada anak yang membutuhkan alat peraga sebelum memahami sebuah konsep. Orangtua harus mengenali anaknya tipe pembelajar seperti apa supaya proses belajar berjalan baik.
Sebelum memutuskan untuk memilih HS, orangtua harus mengkomunikasikan dengan anak tentang kegiatan HS itu seperti apa. Orangtua harus secara aktif mencari tahu terlebih dahulu bagaimana bentuk kegiatan belajar yang sesuai untuk anak. Selama tiga bulan mendampingi kegiatan sekolah dari rumah, kemungkinan sudah mulai mengenali lebih banyak mengenai gaya belajar anak.
Ada anak yang lebih cocok dalam lingkungan yang penuh kompetisi, atau anak yang senang melakukan kegiatan berorganisasi, kegiatan ekstrakurikuler dan bukan hanya akademik saja. Untuk anak-anak seperti ini, mereka lebih sesuai dikirim ke sekolah.
Tidak ada metode homeschool yang salah
Mencari informasi mengenai homeschooling ini bisa dilakukan dengan membaca berbagai situs yang menjelaskan tentang HS dan bertanya dengan teman-teman yang sudah menjalankan HS. Menjadi orangtua HS, kita harus mau belajar banyak hal termasuk mempelajari metode dan filosofi mana yang cocok untuk keluarga kita.
Beberapa situs yang banyak menjelaskan tentang homeschool misalnya:
- Rumah Inspirasi, situs yang dikelola oleh keluarga yang melakukan homeschool, informasi memulai homeschool sampai bagaimana pengalaman mendapatkan ijazah untuk anak homeschool.
- Charlotte Mason Indonesia, media informasi pendidikan karakter yang biasanya banyak diadopsi keluarga HS (tapi ini bisa juga dilakukan keluarga non HS)
- Perkumpulan Homeschooler Indonesia, situs dari organisasi homeschooler di Indonesia yang menginformasikan persoalan legalitas dari kegiatan belajar mandiri di rumah.
Di tahap awal, mungkin akan ada perasaan mabuk informasi karena ada banyak istilah yang terasa baru. Mungkin kita akan menemukan banyak istilah seperti unschooling, worldschooling, montessori, charlotte mason, dan berbagai istilah lainnya.
Anggap saja ini seperti sedang memilih sekolah anak, ada sekolah negeri, swasta, internasional, atau dua bahasa. Setiap sekolah ada kelebihan dan kekurangan masing-masing. Berikutnya tentu kita memilih sekolah menyesuaikan dengan apa yang kita harapkan dari sekolah.
Analoginya, ketika kita memutuskan HS, kita akan membuat sekolah kita sendiri dengan metode yang cocok dengan gaya hidup keluarga kita. Tidak ada benar salah dalam metode homeschool, kita juga bisa menyesuaikan di tengah tahun ajaran kalau ada yang dirasakan tidak sesuai dengan keluarga kita.
Memilih Kurikulum
Kurikulum untuk anak HS ini kembali ke orangtua dan anak. Memilih kurikulum ini tentunya disesuaikan dengan umur anak dan tidak harus mengikuti kurikulum sekolah. Misalnya saja pelajaran kelas 1 dan 2 bisa digabung sekalian atau opsional. Untuk memulainya juga bisa mulai dari umur 5 atau 7 tahun. Tentunya kita lihat kesiapan anak.
Kalau anaknya mulai HS setelah beberapa tahun di sekolah bagaimana? Orangtua bisa berikan tes misalnya dari buku kumpulan soal untuk mengetahui materi kelas berapa yang bisa kita pakai di awal HS. Bisa saja kita langsung lanjutkan ke kelas berikutnya, dan nantinya ketika kita melihat ada bagian yang perlu dibantu, kita berikan latihan tambahan.
Tahun ajaran juga tidak baku harus mengikuti tahun ajaran sekolah, bisa saja dalam 365 hari, anak belajar materi untuk 2 kelas kalau memang anaknya bisa mengikuti. Atau jika ada materi yang membutuhkan waktu lebih untuk mempelajarinya, ya orangtua bisa mengambil waktu lebih untuk mengajarkannya.
Beberapa keluarga HS di Indonesia berusaha menggunakan Kurikulum Nasional 2013 sebagai panduan garis besar, alasannya tentu saja karena nantinya anak HS akan mengikuti ujian persamaan paket A, B atau C dari Diknas, tentu saja mereka perlu untuk mempelajari apa saja yang akan diujikan oleh Diknas.
Menentukan jadwal belajar
Walau anak tidak ke sekolah, ada baiknya anak tetap memiliki rutin yang sama setiap hari atau setiap minggunya. Jadwal belajar ini tentunya tergantung dengan metode belajar yang kita pilih. Bisa saja misalnya setiap pagi jalan keluar sambil pengamatan ke alam. Lalu selesai sarapan, membaca buku bersama, menceritakan kembali isi dari buku yang dibaca, atau mengerjakan buku kerja kalau memilih kurikulum yang menggunakan buku kerja.
Jadwal belajar yang juga perlu ditentukan misalnya anak menyenangi kegiatan musik, seni atau olahraga yang dilakukan dengan kelompok anak lain, maka bisa ditentukan jadwal misalnya main basket setiap senin pagi. Jadwal ini bisa ditentukan per bulan dan tidak harus sama sepanjang tahun.
Salah satu kelebihan HS adalah, jadwal yang fleksibel. Jadi misalkan ada hari di mana ada hal yang menyebabkan anak tidak bisa mengerjakan pekerjaan rutin di pagi hari, maka pekerjaan itu bisa digeser ke waktu lain atau bahkan ke hari lain. Misalnya kita merasa jenuh dan memutuskan ingin liburan juga kita bisa menentukan sendiri kapan jadwal libur dari belajar.
Yang perlu diingat dari menentukan jadwal ini adalah membentuk rutin yang teratur dan kebiasaan anak untuk belajar mandiri. Jadwal anak usia 5 tahun dengan anak 9 tahun tentunya tidak bisa sama persis, akan tetapi ada beberapa kegiatan yang bisa dilakukan bersama-sama.
Kesalah-pahaman tentang Homeschool
Ketika mengetahui kami HS, ada banyak pertanyaan atau pernyataan yang menggambarkan banyakan kesalah-pahaman tentang kegiatan homeschool. Beberapa diantaranya :
- Kalau sudah HS harus terus HS sampai kuliah? Jawabannya: Tidak, kita bisa saja kembali mengirim anak ke sekolah ketika misalnya memutuskan melanjutkan ke jenjang SMP atau SMA. Tentunya setelah anak mengambil ujian persamaan yang mengeluarkan ijazah sebagai syarat melanjutkan ke jenjang berikutnya.
- Biaya HS mahal banget ya? Jawabannya: Tidak, biaya HS itu bisa sangat murah dibandingkan mengirim anak ke sekolah swasta. Apalagi kalau kita bisa menggunakan buku-buku elektronik yang tersedia di situs kemdikbud. Biaya yang kita keluarkan ya mungkin nantinya biaya kertas, printer, alat tulis untuk kebutuhan belajar.
- Anak HS tidak punya teman dan tidak bergaul dong? Jawabannya: Anak HS mungkin tidak setiap hari ketemu teman-temannya, akan tetapi anak HS kan bisa main sama anak tetangga atau dengan anak-anak dalam komunitas HS yang diikuti.
Masih banyak hal-hal lain yang belum dipahami umum mengenai homeschool. Menjadi keluarga HS harus siap menjawab kesalahpahaman umum tanpa merasa dihakimi.
Penutup
Menjadi keluarga HS, awalnya mungkin terasa banyak tantangan dan kekhawatiran anak tidak belajar dengan baik. Tapi semua tantangan itu sebenarnya terjadi juga di sekolah.
Sebagai orang tua homeschool, kita perlu juga belajar sedikit banyak bagaimana menjadi guru untuk anak-anak kita. Kita belajar bagaimana supaya anak mendengarkan kita, bagaimana memotivasi anak, bagaimana membuat mereka menyukai kegiatan belajar dan mudah-mudahan lambat laun bisa menjadi anak yang suka belajar apa saja dari berbagai sumber (buku, media, game, observasi sekitar).
Percayalah, guru di sekolah juga tidak langsung menjadi ahli dalam mendidik anak. Mereka juga lebih banyak belajar dari pengalaman daripada yang dipelajari di sekolah guru. Kalau di awal terasa berat, jangan langsung menyerah, manfaatkan komunitas yang kita ikuti untuk berbagi cerita dan mendapatkan masukan dari keluarga homeschooler lainnya.
Tetap ingat, homeschool bukan untuk semua orang. Kalau memang tidak cocok, jangan memaksakan diri apalagi memaksa anak. Di masa pandemi Covid-19 ini, daripada memindahkan sekolah ke rumah, bisa juga menjadi waktu uji coba apakah cocok menjadi homeschooler.