Tulisan perjalanan pulang ini sengaja dipisah dengan pengalaman berangkat. Walau beda sehari, ternyata persyaratannya berbeda. Secara keseluruhan, perjalanan pulang ke Chiang Mai lebih lancar dan tidak pakai kegiatan isi formulir yang bikin stress.
Pagi-pagi, saya tanya Joe jam berapa jadwal pesawat kami pulang. Joe bilang jam 5.50 sore. Lalu kami pikir, kalau berangkat dari daerah kota jam 3 siang, masih santai lah tiba di bandara sekitar jam 4-an. Tapi kemarin, setelah selesai ambil paspor jam 2 siang, kami pikir ya lebih baik awal deh ke bandaranya, lebih baik awal daripada terlambat dan siapa tau kena macet.
Jalanan di Bangkok sudah cukup ramai, tapi memang belum semacet dulu. Mungkin juga karena kegiatan sekolah baru di mulai tanggal 1 Juli dan kami berangkat di jam sepi, perjalanan cukup lancar dan kami tiba di bandara Don Mueang sekitar jam setengah empat, padahal kami tidak masuk jalan tol.
Awalnya saya pikir, ah masih terlalu awal sampainya, belum bisa untuk drop bagasi. Supaya anak-anak tidak capek, saya suruh mereka duduk dulu dan saya pergi ke counter untuk drop bagasi (kami sudah check-in online sebelum berangkat). Sebelum bertanya ke petugas, saya buka dulu email yang dikirimkan Joe sebelumnya. Ketika melihatnya saya kaget, loh ini jam berangkatnya jam 4.35, bukan jam 5.50 seperti Joe bilang.
Biasanya, saya selalu memeriksa jadwal keberangkatan pesawat juga. Kemarin itu, kami berdua sepertinya sama-sama gak fokus dan terlalu santai. Ternyata, Joe juga salah melihat email dan membaca angka terakhirnya saja. Untung saja kami datang awal dan bukan berangkat jam 3 dari daerah kota.
Kami langsung drop bagasi dan menuju ruang tunggu. Awalnya, saya pikir akan ada kewajiban untuk mengisi aplikasi AOT seperti ketika berangkat. Tapi ternyata tidak ada. Sepertinya, karena transmisi lokal kasus Covid-19 sudah tidak ada sebulan lebih di Thailand, maka penerbangan lokal sudah tidak membutuhkan pernyataan lagi. Beda sehari saja sudah berbeda aturan ya.
Ruang tunggu domestik di Don Mueang lebih besar daripada di Chiang Mai. Penumpangnya juga terlihat lebih sedikit. Kami bisa dengan mudah menemukan tempat duduk dengan kami. Di sini semua orang juga menggunakan masker. Tapi ya, karena masih di ruang tunggu, kami bisa melepaskan masker sebentar asal tidak ada orang di dekat kami.
Tidak berapa lama, kami dipanggil untuk naik bis yang akan membawa kami ke pesawat. Sebelum naik ke bis, ada pengukuran suhu tubuh dulu seperti halnya ketika berangkat dari Chiang Mai. Isi bis tidak terlalu penuh, masih ada social distancing sampai tahap ini, dan semua orang menggunakan masker.
Sampai di pesawat, saya perhatikan pesawatnya tidak sepenuh ketika berangkat. Sepertinya lebih banyak orang menuju Bangkok daripada ke Chiang Mai. Di sebelah saya kebetulan kosong 1 kursi. Tapi di beberapa baris lain ya penuh juga dan tidak ada social distancing lagi.
Seperti halnya ketika berangkat, pemakaian masker juga diwajibkan sepanjang perjalanan dan tidak ada penjualan makanan dan minuman di dalam pesawat. Seperti halnya ketika pergi, ada larangan untuk mengkonsumsi makanan dan minuman pribadi yang dibawa ketika naik.
Perjalanan pulang ini di daratnya lebih mulus, tapi di udara agak lebih mengerikan rasanya. Mungkin juga efek abis nonton drama di mana ada cerita pesawat yang jatuh, saya jadi memandangi orang-orang ketika pesawat akan take-off. Kebanyakan orang menutup mata dan terlihat seperti tidur, ada juga yang terlihat berdoa. Ada yang sibuk ngurusin anak (ini Joe), dan ada yang melihat sekitarnya sambil menebak-nebak orang itu tidur atau takut terbang (ya benar, ini saya).
Sekitar jam 5.30, pesawat mendarat di Chiang Mai, lebih cepat dari jadwal. Mungkin pesawatnya ngebut ya makanya tiba lebih awal dari jadwal, hehehe.
Oh ya, hampir lupa, ketika turun dari pesawat, sekarang ini untuk menjaga social distancing, ada aturan untuk menunggu mulai baris paling depan. Penumpang dipersilahkan turun setiap 3 baris. Memang terlihat lebih teratur, dan karena tidak banyak yang membawa tas koper di kabin, prosesnya terasa lebih cepat dibandingkan hari-hari sebelum pandemi.
Mudah-mudahan kebiasan ini tetap diteruskan pasca pandemi Covid-19. Rasanya lebih enak saja turun dari pesawat tanpa berdesakan atau diburu-buru oleh orang dari baris belakang. Padahal biasanya, yang buru-buru turun itu, pada akhirnya harus menunggu bagasi juga.
Setelah kami mengambil bagasi, kami keluar dari bandara. Di pintu keluar bandara di Chiang Mai juga ada kamera thermal juga. Jadi tidak dicek satu persatu dengan termometer. Kami langsung naik taksi dari bandara dan sekitar jam 6 sore kami sudah tiba di rumah. Home sweet home.
Kesimpulannya penerbangan domestik di Thailand sudah terasa aman. Tidak ada social distancing dalam pesawat, tapi penggunaan masker itu wajib. Setidaknya hal ini masih akan aman, sampai nantinya dibuka penerbangan internasional untuk turis asing.