Hari ini payung yang dibeli online tiba. Sebenarnya payung ini biasa saja, yang penting kalau hujan bisa melindungi diri biar tidak basah. Kenapa beli online? Karena ceritanya payungnya ada fitur 1 tombol untuk membuka pintu terkembang otomatis (yang mudah-mudahan tidak cepat rusak). Nah yang bikin saya dapat ide menulis hari ini, waktu membaca tulisan di kotaknya: Be yourself and keep going. Pas banget buat jadi judul tulisan hari ini.
Tulisan ini saya tulis sebagai bagian dari tantangan menulis KLIP dengan tema: Merdeka menjadi diri sendiri. Jangan lupa, merdeka jadi diri sendiri tentunya adalah kemerdekaan yang bertanggung jawab. Selalu ada batasan dan norma yang tetap harus diingat ketika kita menikmati kemerdakaan itu.
Contents
Merdeka Masa Muda
Masa muda juga sudah merdeka jadi diri sendiri. Kemerdekaan yang saya peroleh di masa muda menjadi masa pembelajaran juga untuk saya.
Merdeka menentukan pilihan masa depan sendiri
Saya bersyukur kalau orang tua saya tidak pernah memaksa saya untuk menjadi profesi tertentu. Waktu saya mengisi formulir pendaftaran masuk perguruan tinggi, saya bertanya kepada orang tua saya: “apakah ada keinginan tertentu supaya saya masuk jurusan apa?” Orang tua saya menjawab: “Kamu yang akan menjalani perkuliahan, kamu yang memilih mau jadi apa. Kami orang tua akan berusaha mencukupkan kebutuhan kamu selama kuliah.”
Akhirnya, saya memutuskan memilih jurusan yang saya mau. Senang rasanya karena orangtua saya memberikan kepercayaan untuk saya memilih sendiri menentukan mau jadi apa nantinya.
Jaman sekarang ini masih ada loh orang tua yang bersabda ke anaknya: “profesi kamu nantinya harus ikuti jejak papa atau mama, ” atau “kamu harus meneruskan usaha keluarga, jadi pilih sekolah yang sesuai dengan bidang usaha keluarga saat ini.” Kalau anaknya memang akhirnya menyukai apa yang dia kerjakan sih tidak masalah ya, tapi yang sering terjadi adalah anak yang terpaksa mengikuti kehendak orang tua untuk profesi di masa depannya.
Merdeka jadi anak kos
Karena saya kuliah berbeda kota dengan orangtua, otomatis saya harus ngekos. Nah, sejak anak kos ada kemerdekaan menentukan mau ngapain dan atau makan apa hari itu. Makan indomie tiap hari juga ga ada yang larang, tapi tentu saja tidak saya lakukan, karena masih banyak makanan lain yang lebih enak daripada indomie.
Mau makan yang mahal tiap hari boleh gak? boleh aja asal kiriman cukup sampai akhir bulan, hehehe. Tentunya merdeka mengatur uang kiriman, dengan catatan harus pandai mengatur supaya tidak kurang. Karena uang kiriman terbatas tentunya.
Saya belajar untuk mengatur diri sendiri ketika jadi anak kos. Belajar untuk bangun pagi supaya tidak terlambat kuliah. Kalau waktu di rumah, pagi-pagi mama saya yang bangunkan misalnya saya belum bangun padahal sudah hampir jam berangkat. Di tempat kos, saya harus bisa bangun sendiri mengandalkan alarm tentunya. Setelah ngekos, saya juga menentukan menu makan sendiri. Mau masak sendiri atau beli, bebas, sesuai selera. Mau skip sarapan juga boleh, tapi kalau sakit tanggung sendiri aja, jadi harus bisa menjaga kesehatan sendiri juga.
Merdeka masa sekarang
Sekarang ini saya tidak sendiri lagi. Kalau di masa muda, kemerdekaan itu fokusnya ya dalam mengatur diri sendiri, sekarang setelah menikah saya tetap merdeka jadi diri sendiri tapi dengan batasan tidak melupakan tanggung jawab sebagai istri dan ibu dari anak-anak saya.
Merdeka sebagai istri
Waktu muda, saya tidak pernah bercita-cita jadi ibu yang di rumah saja dan mengurus anak kemudian meng-homeschool mereka. Sebelum punya anak, saya masih bekerja di kantor. Setelah punya anak, suami memberi kebebasan kepada saya untuk memilih: tetap bekerja di kantor, atau menjadi ibu rumah tangga yang mengurus anak di rumah.
Karena situasi kami yang jauh dari keluarga dan orang tua, dengan berbagai pertimbangan saya memutuskan untuk tidak kembali ke kantor. Saat itu saya pikir, saya akan kembali bekerja kalau anak-anak sudah ke sekolah. Lalu ternyata situasi kembali membawa kami kembali dengan keputusan kalau anak-anak akan kami homeschool saja.
Semua keputusan yang kami ambil hasil diskusi bersama, tapi Joe selalu memberi kebebasan kepada saya kalau saya mau berhenti menghomeschool dan mengirimkan anak-anak ke sekolah saja. Sebenarnya dalam kegiatan homeschool, Joe juga aktif membantu, jadi semuanya bukan hanya jadi beban saya sendiri.
Setelah menjalani mengurus anak-anak di rumah dan menghomeschool mereka, saya merasa kalau semua keputusan kami terdahulu walau tidak selalu mudah menjalaninya sudah yang terbaik. Apalagi jaman pandemi begini, bisa dibilang kami tidak merasakan drama dengan sekolah.
Untuk urusan menentukan menu makanan, Joe juga memberi kebebasan untuk saya memutuskan. Batasannya cuma: jam makan ada makanan terhidang dan jangan telat-telat banget.
Merdeka memilih pola pengasuhan anak
Sejak saya melahirkan sampai sekarang, karena kami jauh dari orang tua, otomatis kami menentukan sendiri pola pengasuhan anak-anak kami. Terkadang, ketika orang tua kami datang berkunjung, atau kami mudik, ada juga komentar-komentar terhadap pola pengasuhan kami, tapi ya biasanya sih Joe akan jelaskan apa yang menjadi pilihan kami dan sejauh ini tidak sampai jadi drama.
Salah satu hal yang pernah dikomentari mama saya tentu saja pilihan kami untuk homeschool anak-anak. Kekhawatiran klasik: tidak ada teman bermain, tidak ada ijazah, takut ketinggalan dibanding teman-teman seusianya. Lalu setelah pandemi begini, melihat drama PJJ dengan cucu-cucu nya yang lain, mama saya pun akhirnya mengakui kalau pilihan kami sudah paling tepat dengan situasi kami.
Merdeka jadi diri sendiri
Tulisannya jadi jauh banget dari payung ya, hahaha. Memang tulisan ini bukan iklan payung kok. Intinya buat saya, kita bisa berbeda dengan orang lain dan itu sah-sah saja. Tapi ada hal-hal yang selalu perlu diperhatikan dalam kemerdekaan itu. Jangan sampai merdeka yang kebablasan dan lupa dengan tanggung jawab.
Kemerdekaan di masa muda saya, membuat saya belajar banyak untuk mengatur diri sendiri, mengatur keuangan, bertanggung jawab untuk diri sendiri di saat jauh dari orang tua. Dan ketika sudah menjadi orang tua dan punya pasangan, kemerdekaan itu tetap ada, tentunya dengan kesepakatan bersama pasangan.
Kalau ada perbedaan dengan orang lain dalam pilihan sebagai ibu misalnya. Atau ada komentar tentang: ngapain sekolah tinggi-tinggi lalu cuma di rumah saja mengurus anak? Kenapa ga kerja di kantor? Nah ini ga usah dipusingin. Mereka komentar gak tau situasi kita, dan gak perlu juga menjelaskan diri kita ke orang yang memang hobi aja gitu komentar.
Be yourself and keep going! Atau kalau meminjam kata pepatah: “Anjing menggonggong, kafilah berlalu”. Cuekin aja kayak bebek. Bebek aja bisa cuek, masa kita ga bisa? Yang penting suami, anak, dan diri sendiri bahagia.
Merdeka!!