Tidak terasa, bulan Agustus tahun 2020 ini kami memasuki tahun ke-4 menghomeschool Jonathan. Kami menghomeschool Jonathan sejak dia kelas 2, dan sekarang sudah memasuki kelas 5. Seperti tahun-tahun sebelumnya, kami masih setia memakai kurikulum dari Christian Light Education. Buku-buku yang dipesan beberapa bulan sebelumnya, sudah tiba sejak akhir bulan Juni yang lalu.
Setelah 3 tahun terbiasa dengan kegiatan homeschool, sebenarnya kami sempat mempertimbangkan untuk mendaftarkan Jonathan kembali ke sekolah biasa. Jonathan juga ketika ditanya ada sedikit keinginan kembali ke sekolah, tapi pada dasarnya dia masih senang dengan kegiatan selama 3 tahun ini. Tapi sebelum kami sempat mencarikan sekolah secara serius, ternyata pandemi terjadi dan kamipun mantap melanjutkan homeschooling saja.
Memang Thailand sudah cukup aman, kegiatan sekolah juga sudah dibuka kembali dengan berbagai aturan baru. Tapi, mengingat pandemi di dunia ini belum berakhir, kami tidak mau ambil resiko untuk ikut galau kalau nantinya kalau tiba-tiba ada gelombang baru dan sudah bayar sekolah mahal-mahal lalu akhirnya harus belajar dari rumah juga.
Bukan, bukan pelit dengan masalah mahal bayarnya, tapi kalau memang akhirnya harus mengajar di rumah, lebih baik melakukannya dengan kurikulum dan gaya belajar yang dipilih sendiri. Kalau terdaftar di sekolah, saya tidak bisa seenaknya bilang ke anak: “udah ga usah kerjakan kalau kamu gak mau belajar itu sekarang.” Iya, kalau anak sedang jenuh dengan pelajaran tertentu, mau dipaksa juga percuma toh. Lebih baik ganti pelajaran dan besok kembali lagi ke pelajaran tersebut.
Kegiatan homeschool kami tergolong santai, kami menggunakan kurikulum yang memiliki sejumlah buku kerja yang sudah jelas apa saja yang dipelajari untuk kelas tersebut. Di dalam buku itu juga metode belajarnya spiral, jadi akan selalu ada pengulangan dari materi yang sudah pernah dipelajari. Lancar kaji karena diulang, kalau ada materi diulang berkali-kali, masa sih tidak bikin anak ingat untuk cukup lama.
Kurikulumnya lengkap dengan kuis dan tes dan semuanya biasanya dilakukan dengan santai tanpa bikin saya senewen kalau anak nantinya nilainya jelek. Kalaupun hasil tes jelek, ada tes cadangan di buku manual pengajaran. Tapi sejauh ini sih, belum pernah tes cadangan dipakai. Padahal, batas lulusnya 80 persen loh, bukan 40 persen kayak Ujian Nasional.
Jadwal belajar juga diatur dengan fleksibel. Belajar setiap pagi sebelum makan siang, jam 12 makan siang bareng papanya. Setelah itu boleh istirahat atau main-main. Misalnya Jonathan tidak selesai mengerjakannya di pagi hari, ya tidak apa-apa, istirahat dulu siang, dan bisa dilanjutkan nanti malam. Atau kalau dia mau pergi main-main besok pagi, dia boleh mengerjakan pekerjaannya di malam hari terlebih dahulu.
Tahun ini, kami mau bereksperimen dengan jadwal pelajaran. Kalau biasanya dalam sehari saya memberikan 3 sampai 4 unit pelajaran yang berbeda ke Jonathan, tahun ini kami mencoba menerapkan 1 buku pelajaran 1 minggu.
Jadi struktur setiap buku itu ada sekitar 16 unit pelajaran, di mana unit ke-5 dan ke-10 adalah kuis, lalu unit ke-15 self test atau bisa disebut pra-tes, dan unit ke-16 itu tes akhir. Kalau kami melakukan 4 unit pelajaran per hari dan 4 hari sekolah dalam seminggu, kami bisa menyelesaikan 1 buku dalam seminggu.
Jumlah buku pelajaran tahun ini Math ada 10 buku, Language Art 10 buku, Social Studies 10 buku, Reading 5 buku, Science 5 buku, dan Bible 5 buku jadi total ada 45 buku. Nah kalaupun 1 minggu 1 buku, targetnya selesai 45 minggu. Dalam setahun bisa punya hari libur 7 minggu.
Sekarang ini namanya juga masih rencana ya, tahun ajaran ini baru kami mulai sejak hari Senin 3 Agustus 2020 lalu. Mungkin karena Jonathan memilih pelajaran yang gampang dulu, dia menyelesaikan 1 buku dalam waktu 3 hari. Nah kalau begini, dia punya 2 hari santai-santai, tapi saya tentu saja mengencourage dia untuk mencicil mengerjakan buku pelajaran Math yang menjadi pilihan dia untuk minggu berikut.
Masalahnya memang, mengerjakan 4 unit pelajaran Bible dengan 4 unit pelajaran Math tentu saja akan berbeda effortnya dan waktu yang dibutuhkan. Tapi ya, mari kita lihat, apakah dia akan minta ganti jadwal atau malah terpacu menyelesaikan buku dengan cepat, hehehe. Kalau ternyata jadwal seperti ini membuat dia merasa stress, bisa diganti lagi nantinya.
Kalau Joshua bagaimana? Ah Joshua sih masih santai, sekarang dia lagi agak malas mewarnai, tapi saya tidak kekurangan akal lah membujuknya. Pokoknya yang penting tiap hari adalah pelajarannya.
Bonus, buat yang masih baca sampai selesai. Ini ada video tentang pendidikan jaman sekarang. Sudah tidak jaman lagi kalau pelajaran itu isinya drill melulu, tapi murid harus dipersiapkan juga untuk pekerjaan yang mungkin saat ini belum ada, bukan pekerjaan yang bersaing dengan hal-hal yang bisa dikerjakan oleh robot. Intinya sih bagaimana supaya anak suka untuk belajar dan memiliki kreativitas untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi nantinya.