Beberapa waktu lalu, eh tepatnya beberapa tahun lalu, saya pernah melihat ada tantangan untuk menuliskan alasan untuk bersyukur di sosial media kita sambil melanjutkan tantangan ke orang lain selama 7 hari. Waktu itu, saya masih menerima tantangan berantai, tapi saya sudah tidak suka meneruskan menge-tag orang lain. Saya tahu, apa yang saya lakukan merusak aturan tantangan, tapi saya memang tidak suka meneruskan tantangan berantai.
Waktu itu, yang saya lakukan adalah, tetap melakukan tulisan alasan mengucap syukur dalam 7 hari kemudian menantang siapa saja yang ingin melakukannya juga. Walaupun saya tidak tag siapapun, akhirnya ada juga beberapa teman saya yang meneruskan menulis alasan untuk bersyukur selama 7 hari berturut-turut. Jadi sebenarnya, saya tidak merusak sistem juga kan, hahaha.
Beberapa waktu lalu, saya terinspirasi dari sebuah situs tentang mengajak anak untuk menuliskan gratitude jurnal. Lalu saya mencari-cari aplikasi gratitude journal untuk anak ataupun untuk saya. Aplikasi ini tentunya untuk dibaca sendiri, dan bukan untuk dibagikan di media sosial.
Sempat terpikir, menuliskan ucapan syukur di sosial media ini agak berisiko membuat orang lain berpikir kita mau pamer atau malah ada yang jadi cemburu dengan keadaan kita. Jadi saya berpikir untuk menuliskanya sebagai catatan pribadi saja. Karena saya sudah jarang sekali menulis tangan, maka terpikir untuk mencari aplikasinya di ponsel.
Saya pikir, saya perlu menuliskan hal-hal yang saya syukuri bukan karena saya sering lupa bersyukur, tapi untuk diingat di saat kesulitan hidup datang melanda. Jadi, kurang lebih jurnal ini akan seperti diary atau mesin waktu, untuk dibaca ulang sendiri dan dibagikan dengan pasangan dan anak-anak.
Mengucap syukur itu penting. Dalam hidup ini, kita gampang sekali mengeluh. Mark Manson dalam bukunya yang ke-2 “Everything is F*cked” bilang kalau kemudahan yang sudah kita dapatkan sekarang ini membuat kita lupa kalau ada banyak hal yang pernah lebih buruk daripada masa ini. Jadi kenapa mengeluh kalau ada hal yang tidak nyaman sedikit saja?
Jaman pandemi begini, banyak hal jadi serba terbatas. Tapi tentunya, masih bisa sehat dan masih dapat ijin tinggal di Thailand itu sesuatu yang perlu disyukuri dan bukan jadi mengeluh karena tidak bisa pulang ke Indonesia. Bisa berkegiatan dengan rasa tenang juga patut disyukuri dan bukannya mengeluh karena masih tetap harus pakai masker. Ada masa yang jauh lebih buruk daripada masa pandemi ini, jadi bersyukurlah untuk masa ini.
Niat menginstal aplikasi gratitude journal waktu itu akhirnya tidak jadi diteruskan. Saya tidak menemukan aplikasi yang sesuai keinginan saya. Sebenarnya, saya bisa saya menuliskannya di buku kosong atau di aplikasi note setiap harinya, tapi saya ingin menuliskannya dalam tempat tertentu yang harapannya lebih rapi.
Saya sudah lupa aplikasi seperti apa yang tepatnya yang saya cari, tapi intinya setelah mencoba menginstal beberapa aplikasi, saya tidak jadi memakai ataupun menuliskan gratitude journal. Lalu saya pun melupakan ide untuk menulis di gratitude journal.
Tiba-tiba, tadi pagi Joe bercerita kalau dia membelikan gratitude journal buat Jonathan. Buku fisik dari kertas yang harus ditulis tangan. Bukunya tidak harus dimulai di awal tahun, jadi bisa mulai kapan saja dan tidak ada keharusan untuk menulis setiap harinya (saya belum lihat lagi persisnya, tapi kira-kira begitulah ceritanya).
Saya pikir, Joe membelinya dari dalam Thailand, tapi katanya dari Eropa dan ongkos kirimnya lebih mahal dari harga bukunya. Tapi dengan alasan supaya Jonathan berlatih menulis ucapan syukur, dia tetap saja membelinya. Saya tertegun sejenak, perasaan saya belum cerita tentang pencarian aplikasi gratitude journal beberapa waktu lalu, kenapa Joe bisa kepikiran hal yang sama?
Sebelum saya bertanya kenapa dan atau apakah sekalian beli 2, dia kasih tahu saya kalau dia sudah belikan juga untuk saya. Karena beli 2 pun ongkos kirimnya sama dengan beli hanya 1. Dia beli 2 karena dia tahu kalau saya juga pasti pengen juga.
Wow, saya jadi diam berpikir sendiri. Sejenak sempat terpikir, kenapa Joe belikan saya buku untuk mengucap syukur? Apakah karena menurut dia saya kurang mengucap syukur selama ini? Hahahaha, ini sih pikiran negatif sejenak. Tapi pikiran itu benar-benar hanya sejenak saja, karena saya malah bersyukur dibelikan sekalian, artinya dia tahu kalau saya pun ingin menuliskan hal-hal yang saya syukuri di buku yang katanya sih dicetak bagus dan menarik. Tapi iseng, saya tanya juga: kenapa saya dibelikan juga? Jawabnya, karena katanya dia tahu pasti saya mau juga (udah bisa baca pikiran nih mas Joe)
Sebenarnya, menulis hampir setiap hari (dan sebagian besar diterbitkan di blog), sudah secara tidak langsung merupakan ucapan syukur saya setiap harinya. Hal-hal yang saya tuliskan biasanya hal yang berkesan buat saya. Tidak setiap hari bisa menemukan topik tulisan dengan mudah, tapi sejak Januari sampai saat ini, saya masih bisa menulis hampir setiap hari, yang mana sebagian besar adalah bentuk lain dari rasa ucapan syukur.
Tentunya, dengan mempunyai gratitude journal secara khusus, akan bisa lebih terlihat hal-hal yang disyukuri. Hal sekecil apapun dalam hidup ini perlu disyukuri untuk membiasakan diri berpikir positif.
Oh ya, ada video menarik dari penerbit gratitude jurnal yang kami beli. Tentang rasa tidak puas yang banyak dialami manusia jaman now dan kenapa kita perlu melatih diri untuk menuliskan hal-hal yang kita syukuri secara rutin. Silahkan disimak videonya.
Mari kita berlatih bepikir positif dengan menuliskan hal-hal sekecil apapun yang kita syukuri setiap harinya. Bahkan hal sesederhana menemukan waktu untuk menulis saya patut disyukuri, banyak orang yang tidak punya waktu menulis karena terlalu banyak yang harus dikerjakan, sampai tidak bisa meluangkan waktu untuk menulis.
Catatan: tulisan ini bukan iklan.
Satu tanggapan pada “Menuliskan Ucapan Syukur”