Lagi banyak berita yang bikin perasaan galau, jadi tulisan hari ini mau nulis curcol bin ngalor ngidul aja. Mudah-mudahan sih tidak bikin bosan pembaca.
Tema curcol hari ini hasil merenungkan bagaimana mengomentari hal yang berbeda dalam hidup kita. Di awali dengan cerita teman saya yang membaca cuitan di twitter tentang seseorang yang bilang drama Korea itu.. (saya sensor karena kata-katanya pokoknya ga bagus deh).
Saya tidak sedang membela drama tertentu, saya mau nulis aja secara umum tentang perbedaan dan mengomentari perbedaan.
Namanya juga selera
Dalam hidup ini ada berbagai hal beragam. Mulai dari rasa masakan asam asin manis pedas, atau tontonan dengan berbagai genre yang ada. Tidak ada 2 orang yang punya kesukaan yang selalu sama, dan hal yang biasa mempunyai selera berbeda. Namanya juga selera.
Mark Manson bilang dalam bukunya segala-gala ambyar, kalau otak perasa kita terkadang membuat keputusan kalau sesuatu itu lebih baik di dunia ini daripada yang lain, inilah yang menjadikan selera setiap orang tidak sama.
Ada yang suka makanan pedas, ada yang suka makanan manis. Saya suka nonton drakor romcom, sementara suami ga suka dengan segala bentuk drama karena hidup ini sudah ada banyak drama katanya.
Atau, saya yang dulu menonton segala bentuk cerita horror, fantasi, action, thriller, criminal selain komedi tentunya. Lalu sekarang memutuskan semua yang bloody sudah tak menarik lagi.
Tidak harus sama
Bayangkan kalau semua orang punya selera yang sama. Tontonan hanya ada 1 genre, atau rasa makanan semua sama. Apa yang menarik dari semua yang terlihat sama dan monoton?
Saya sering mendengar perbedaan pendapat antara film apa yang bagus atau tidak bagus, atau rasa suka atau tidak suka dengan akting aktor atau aktris tertentu. Perbedaan ini tentunya ada karena tiap orang punya persepsi dan selera yang berbeda.
Semua perbedaan pendapat dan opini itu sah-sah saja, dan memang tidak semua harus punya pendapat yang sama.
Tiap orang punya pengalaman hidup yang berbeda-beda, punya latar belakang dan cara dibesarkan yang berbeda-beda, dan semua itu membentuk persepsi, opini dan selera di masa sekarang.
Jadi kalau ada yang misalnya seperti saya, merasa bosan dengan tontonan Hospital Playlist episode 1 dan belum nonton Reply 88, ya tidak masalah juga. Namanya juga selera.
Atau, kalau ada yang merasa Crash Landing on You itu tidak sebagus yang saya rasakan (dan bahkan tidak mau menontonnya), ya biasa saja. Namanya juga selera.
Perbedaan memberi kekayaan
Sebenarnya perbedaan yang ada memberi keragaman dan keragaman hal itu memberi kekayaan. Kekayaan yang ada memberi banyak pilihan, tapi sayangnya banyaknya pilhan tidak selalu lebih baik karena bisa membuat jadi paradoks dalam memilih yang terlalu banyak,
Dulu, saya berpikir kalau kita harus punya lebih banyak pilihan. Saya pikir, dengan banyaknya pilihan, kita bisa lebih mudah memilih. Tapi, ternyata tidak selalu begitu kasusnya.
Ketika ada banyak makanan enak terhidang di depan mata, kita cenderung ingin mencicipi semuanya. Lalu ketika kita harus memilih hanya 1 dari antara es krim, cendol, coklat, hamburger, pizza dan spaghetti (misalnya), manakah yang akan kita pilih?
Mengomentari perbedaan
Kalau saya suka coklat, dan ada yang bilang coklat itu berbahaya buat kesehatan. Tentu saya tidak akan langsung terima dan bertanya-tanya apakah dia tidak tahu kalau coklat itu baik untuk mengangkat mood yang lagi berantakan?
Atau, ketika ada yang bilang vegetarian itu berbahaya untuk kesehatan karena bisa bikin kurang nutrisi, saya rasa akan banyak yang langsung mengeluarkan penelitian ilmiah tentang manfaat fiber dan sayuran untuk kesehatan.
Terus… kalau ada yang bilang kasian para suami dari wanita yang menonton drama Korea, saya akan bertanya-tanya, emangnya wanita yang tidak menonton drama Korea itu di mana indikator menunjukkan dia sempurna? – eh ini jadi mulai kemana-mana.
Sebenarnya, saya juga sedang belajar, bagaimana mengomentari hal yang berbeda dari saya? Bagaimana menghargai perbedaan dengan tidak membuat pilihan selera orang lain seperti dosa terbesar di dunia ini.
Pernah ada suatu masa, ketika drama receh yang saya suka tonton dicela dengan bilang ceritanya bla bla bla (sensor aja ya kata tak menyenangkannya), saya merasa seperti sedang diadili karena memilih menonton sesuatu yang tak berkualitas.
Padahal, sepertinya saya juga pernahlah menjadi orang yang berkomentar seperti di cuitan twitter tersebut. Saya kurang suka drama Korea yang cerita sejarah kerajaan.
Dulu saya akan bilang: “Aduh aneh banget liat laki-lakinya pada sanggulan”. Padahal, untuk teman-teman saya, terlepas dari cara berpakaian ala jaman dulu kala, cerita bernuansa sejarah itu yang menarik, karena ada banyak keindahan yang mereka lihat dari gaya busananya (dan hal lain yang tidak bisa saya lihat).
Sekarang saya mengubah komentar saya menjadi: “Saya tidak tertarik saja menontonnya”. Dan ya memang tidak ada yang mengharuskan juga kita menonton semua yang ditonton orang lain kan.
Seperti halnya saat ini saya tidak tertarik menonton semua drama yang bernuansa Hollywood yang banyak lika liku dan kekejamannya, karena saya ga kuat aja menonton yang terlalu memusingkan seperti itu. Bukan berarti selera orang lain yang salah loh ya.
Penutup
Jadi inti tulisan ini tuh apa sih? Ya intinya namanya juga selera, bisa berbeda. Perbedaan itu membuat kita bisa punya banyak pilihan, tapi banyaknya pilihan itu bisa bikin kita pusing memilih juga.
Nah jadi sebaiknya bagaimana? Ya terima saja kalau ada banyak perbedaan dengan orang lain, dan berbahagia dengan apa yang menjadi selera kita.
Kita tidak harus mengikuti selera orang lain dan orang lain pun tidak harus kita paksa mengikuti selera kita. Berbeda itu biasa, namanya juga selera, ini bukan masalah benar atau salah kok.
Bingung bacanya? Ya ini contoh menulis agak random dan gak fokus. Tapi kira-kira bisa mendapatkan garis besarnya kan ya?
Kan Bhinekka Tunggal Ika. Lhoh
Hehehe… iya ini bisa buat pembahasan berikutnya
Kalau belum suka Kpop, masih suka nge-tweet receh memperdebatkan hal-hal begini.
Kalo uda jatuh cinta sama Kpop, ngerasain banget kalau perbedaan itu indah.
Dan emosi-emosi yang kudu kita kontrol ketika menghadapi perbedaan termasuk oknum yang memperdebatkannya.
Nah iya, ternyata cara menerima perbedaan ini juga menunjukkan tingkat pengeertian kita terhadap sesuatu ya. Makin mengerti makin bijaksana dan ga mau ribut2 ga penting lagi